Nama-Nama Tersangkut E-KTP Bisa Dijerat Pembiaran Korupsi

Nama-Nama Tersangkut E-KTP Bisa Dijerat Pembiaran Korupsi

NERACA

Semarang - sejumlah nama penyelenggara negara yang disebut dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP perlu dimintai penjelasan mengenai dugaan pembiaran dalam fungsi kontrolnya di megaproyek tersebut.

"Ada kewajiban mereka yang disebut itu untuk ikut menjaga agar jangan sampai terjadi penyimpangan," kata pakar hukum pidana Universitas Diponegoro Semarang Nyoman Serikat Putra Jaya dalam diskusi hukum "Tinjauan Yuridis Kriminaliasi Penyebutan Nama Pejabat Publik yang Diduga Menerima Aliran Dana Proyek e-KTP dalam Dakwaan KPK" di Semarang, Senin (3/4).

Meski demikian, lanjut dia, hal tersebut harus diperdalam mengenai kewajiban hukum untuk menghentikan dugaan tindak pidana tersebut."Ada kewajiban untuk ikut menjaga, apakah kewajiban yang diberikan undang-undang tersebut dilakukan atau tidak," tambah dia.

Ia menilai jika pihak-pihak yang disebut dalam sidang tersebut melakukan pembiaran sehingga terjadi tindak pidana tersebut, mereka bisa saja ikut dijerat. Meski disinggung-singgung dalam surat dakwaan perkara korupsi e-KTP, kata dia, para penyelenggara negara itu tetap boleh membantah."Para pihak itu diberi hak untuk ingkar, tetapi hak untuk tidak mengakui itu juga harus beralasan," kata dia.

Ia menambahkan penyebutan berbagai pihak yang diduga menerima aliran dana korupsi E-KTP tersebut tentunya tidak tiba-tiba."Penyebutan itu tentu ada dasarnya, tidak ujug-ujug ada," kata dia dalam diskusi yang dipandu Ketua Peradi Semarang itu.

Sementara pakar hukum Universitas Nusa Cendana Kupang Bernard L.Tanya menyoroti lemahnya ketulusan masyarakat, khususnya penyelenggara negara untuk melaporkan jika terjadi kejahatan."Pejabat kita masih seperti itu, moralitasnya seperti anak-anak. Selalu ada hitung-hitungannya," kata dia.

Akibatnya, lanjut dia, banyak yang tidak dengan sukarela menjadi "whistle blower" atas terjadinya suatu kejahatan."Yang banyak muncul justru 'justice collaborator', ditangkap dulu baru bersedia mengungkap kejahatan yang terjadi," ujar dia.

Terdakwa dalam kasus ini adalah mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Selain keduanya, KPK juga baru menetapkan Andi Agustinus alias Andi Narogong sebagai tersangka kasus yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp2,314 triliun dari total anggaran Rp5,95 triliun. Ant

 

BERITA TERKAIT

Aiptu Supriyanto Cerminan Polisi Jujur Berintegritas

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarto menyebut tindakan Aiptu Supriyanto mengembalikan uang temuan milik pemudik yang…

RI Bisa Jadi Penengah Konflik Iran-Israel

NERACA Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin memandang Indonesia berpeluang menjadi mediator atau…

Ruang Siber Telah Menjadi Medan Perang Modern

NERACA Semarang - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengatakan bahwa ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan…

BERITA LAINNYA DI

Aiptu Supriyanto Cerminan Polisi Jujur Berintegritas

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarto menyebut tindakan Aiptu Supriyanto mengembalikan uang temuan milik pemudik yang…

RI Bisa Jadi Penengah Konflik Iran-Israel

NERACA Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin memandang Indonesia berpeluang menjadi mediator atau…

Ruang Siber Telah Menjadi Medan Perang Modern

NERACA Semarang - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengatakan bahwa ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan…