KASUS SENGKETA TANAH DAN LAHAN DI INDONESIA - BPN Merupakan Sumber dari Segala Masalah

Jakarta – Maraknya kasus sengketa yang terkait dengan masalah tanah seperti yang terjadi di Mesuji, Lampung dan di Pelabuhan Safe, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), maupun di daerah lain semuanya berawal dari masalah administrasi pertanahan yang tidak beres.

NERACA

“Administrasi pertanahan kita masih kacau. Maka masalah sengketa lahan akan terus terjadi. Sumber segala masalah tanah dan sengketa lahan di Indonesia ini adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN),” tegas Erwin Kallo, pengamat hukum properti, saat dihubungi Neraca, Selasa (27/12).

Menurut Erwin, sengketa perebutan lahan yang marak saat ini tidak terlepas dari peran BPN. Banyak sengketa muncul akibat ketidakseriusan BPN dalam menyelesaikan administrasi pertanahan di Indonesia.

Dia menandaskan, bila BPN serius mengurusi pertanahan dengan menerbitkan sertifikat dan Hak Guna Usaha (HGU) sesuai Undang-Undang yang berlaku, maka konflik perebutan lahan bisa dikurangi semaksimal mungkin.

Masalahnya, papar Erwin, banyak oknum internal BPN, baik di pusat maupun di daerah yang sering “bermain” dengan pihak yang berkepentingan dengan lahan tersebut. Yaitu dengan menerbitkan sertifikat tanah atau HGU duplikat. “Sehingga wajar apabila ada tanah yang memiliki sertifikat asli hingga ada beberapa lembar,” tukasnya.

Erwin mengusulkan perlunya BPN melakukan evaluasi secara periodik terhadap HGU tersebut, apabila ternyata merugikan negara atau masyarakat sekitar, ada baiknya HGU tersebut dicabut.

Selain BPN, Erwin menyebut, banyaknya kasus perebutan lahan antara masyarakat dengan perusahaan tertentu lebih disebabkan oleh sikap pemerintah tidak tegas. Pasalnya pemerintah lebih berpihak dengan perusahaan dan pemilik modal.

Sampai saat ini, imbuh Erwin, pemerintah masih menerapkan peraturan “Yuridis Formal”. Tentu saja masyarakat tidak akan menang, karena Yuridis Formal mempunyai payung hukum yang sangat kuat semisal sertifikat asli dan izin yang sah dari pemerintah pusat atau pemda setempat.

Seharusnya, tegas Erwin, pemerintah harus segera melaksanakan reformasi agraria karena konflik agraria kian marak di Indonesia dan menimbulkan banyak korban jiwa.

Lebih jauh Erwin memaparkan, pemerintah harus menerapkan UUD 45 Pasal 33, yang merupakan syarat mutlak dalam membangun kebijakan pro-rakyat, yang bisa mengakomodasi kepentingan rakyat paling mendasar. “Kebijakan Agraria kita harus segera direformasi sesuai kebutuhan rakyat, bukan pemodal dan penguasa,” paparnya.

Senada dengan Erwin, pengamat Kebijakan Pemerintah Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengungkap, BPN harus membenahi administrasi pertanahan lebih dulu kalau mau masalah pertanahan beres. Namun, Andrinof menilai tidak melihat BPN bergerak ke arah perbaikan.

Menurut Andrinof, kelalaian BPN dalam membereskan administrasi pertanahan mengakibatkan di lapangan banyak terjadi sertifikat ganda. “Kalau BPN tidak segera membereskannya, maka saya khawatir masalah seperti itu akan terulang kembali,” jelasnya kemarin.  

Sebagai solusinya, ungkap Andrinof, BPN harus segera membuat online data pertanahan dan kepemilikannya. Dengan begitu, sambungnya, kalau ada orang yang hendak melakukan transaksi atas sebidang tanah, dia bisa mengecek di Internet, sehingga bisa diketahui siapa pemilik tanah itu.

“Hal itu juga memudahkan bagi aparat BPN dalam menerbitkan sertifikat. Dengan mengeceknya melalui online, akan diketahui suatu bidang tanah sudah ada sertifikatnya atau belum,” terang Andrinof.

Andrinof menegaskan, dalam konflik-konflik yang terjadi di lapangan, pengakuan  Negara atas kepemilikan suatu bidang tanah terhadap masing-masing pihak, secara agraria lebih berpihak kepada pemegang sertifikat.

“Sehingga pemegang sertifikat bisa menggusur para pemegang hak ulayat atau pemilik tanah adat,” katanya. Hal itu, jelas salah dan bisa memicu konflik yang berkepanjangan.

Sementara itu, Abdul Malik Haramain, anggota Komisi II DPR menegaskan, akar masalah kasus tanah yang marak belakangan ini terletak di politik agraria. Oleh karena itu tidak hanya BPN, sebagai wakil pemerintah yang salah, tetapi warga dan juga pihak ketiga, yaitu investor. “Warga sendiri terbagi dua. Pemilik tanah dan yang tinggal di sekitar tanah yang akan dijual. Problemnya selalu melibatkan tiga pihak, khususnya di daerah,” ujarnya, Selasa.

Namun Abdul Malik Haramain menandaskan, BPN jangan hanya berdiam diri. Mereka harus membenahi pelayanan administrasi, karena maraknya kasus-kasus sengketa tanah berawal dari BPN selaku instansi pemerintah yang mengeluarkan hak guna usaha (HGU). Banyak petani maupun masyarakat pengguna tanah yang merasa tanahnya telah dirampas oleh pengusaha untuk dieksploitasi, baik untuk perkebunan maupun tambang.

Jelas, imbuh Dia, hal ini telah melanggar Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, yang mengakui hak ulayat atas tanah milik masyarakat adat, tanpa harus memiliki syarat administrasi yang dikeluarkan oleh BPN berupa sertifikat tanah.

“Untuk menjamin masyarakat, komisi II DPR telah mengesahkan UU Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Salah satu isinya mengenai prosedur konsultasi publik dan masyarakat diberikan kewenangan untuk melapor ke pengadilan dan kasasi ke MK terkait sengketa tanah. Meski begitu, core-nya tetap di UU No.5/1960 sebagai pedoman dasar kita,” urainya.

Saat dihubungi Neraca, Direktur Eksekutif Indef Prof. Dr. Ahmad Erani Yustika mengatakan, kasus sengketa tanah yang terjadi di Mesuji, Bima dan lain sebagainya sejatinya menandakan kinerja BPN yang tidak optimal. “Kasus seperti itu sebuah tanda kerja mereka tidak optimal,” kata Erani.

Tidak optimalnya kinerja BPN, lanjut Erani, karena mereka menjadi salah satu institusi yang lepas dari pengawasan banyak kalangan, khususnya pemerintah. Akibatnya, karena kurangnya pengawasan yang diberikan kepada mereka, maka banyak permainan (kongkalikong) antara BPN dengan individu-individu untuk menguasai tanah. “Kalau dalam kasus seperti ini pastinya ada kongkalikong, itu sudah jelas,” ujarnya.

Untuk menghentikan mata rantai kongkalikong di bidang pertanahan, maka pemerintah Indonesia perlu menysusun regulasi baru di bidang pertanahan, seperti dengan membuat Undang-undang (UU) pembatasan penguasaan lahan. “Sehingga kasus sertifikat ganda tidak akan ada lagi. Tanpa UU ini maka akan semakin sulit membenahi kasus seperti ini,” tegasnya.

Seperti diketahui, kasus sertifikat ganda bukanlah masalah baru saat ini. Dan, jika terus dibiarkan, kasus sengketa lahan akan terus menyeruak dan akan memakan korban. Padahal, secara teknis kasus seperti bisa diatasi, dan tidak ada alasan membenahinya. “Kalau masalah anggaran, kan bisa dianggarkan, pokoknya secara teknis ini bisa diatasi,” sebutnya.

Namun, Erani mengaku pesimis terhadap kondisi yang ada sekarang akan mampu memberikan angin segar akan pertanahan Indonesia. Dia pun memprediksi kedepannya akan ada lagi kasus-kasus lain yang akan muncul ke permukaan. “Kecuali pembenahan-pembenahan dilakukan di tubuh BPN, maka saya percaya kasus seperti ini tak akan lagi terjadi,” tutupnya. tim

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…