Dukung Reforma Agraria

Tekad Presiden Jokowi mewujudkan pemerataan melalui reforma agria sebagai upaya mengurangi ketimpangan sosial ekonomi masyarakat Indonesia patut kita dukung penuh. Pasalnya, sektor pertanian sampai sekarang masih menjadi tumpuan utama sebagian besar masyarakat. Program reforma agraria memang harus menjadi pionir pemerintah mengatasi kemiskinan di pedesaan, saatnya menjadi kenyataan.

Menyimak data Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2016, ada 37,77 juta penduduk (31,89%) penduduk bekerja di sektor pertanian. Sementara kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) terus menyusut hingga 13,45%. Artinya, kinerja dan produktivitas sektor pertanian terus memburuk. Salah satu penyebabnya adalah konversi lahan pertanian menjadi non- pertanian belakangan ini masif terjadi. Di sisi lain, rencana pemerintah untuk mencetak lahan pertanian baru tak kunjung terealisasi secara signifikan. Akibatnya, sebagian besar petani hanyalah petani gurem yang memiliki lahan kurang dari 0,3 ha.

Jelas, fenomena ini membuat sektor pertanian makin tak menarik bagi angkatan kerja. Selanjutnya, urbanisasi tak terbendung, sekalipun tidak ada jaminan kehidupan yang lebih baik di daerah pedalaman. Di sisi lain, fragmentasi lahan terus terjadi sebagai konsekuensi pembagian warisan atau sebab lain. Karena itu, petani tidak banyak pilihan sehingga harus memilih menjual lahannya. Dengan demikian, dua permasalahan terjadi sekaligus, yakni konversi dan dominasi kepemilikan lahan pertanian yang semakin masif. Sehingga tak mengherankan, sekitar lebih dari 60% petani hanyalah buruh tani dan petani penggarap. Petani yang seharusnya mengolah lahan tidak memiliki lahan sehingga kemiskinan dan kesenjangan ekonomi desa kian tidak terelakkan.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, pemerintah akan melakukan kebijakan reforma agraria yang direncanakan mencapai sekitar 9 juta ha melalui empat skema. Keempat skema itu adalah redistribusi lahan telantar, yakni lahan yang habis hak guna lahan sekitar 400.000 ha, lahan transmigrasi sekitar 600.000 ha, legalisasi aset atau pemberian sertifikasi sekitar 3,9 juta ha, dan redistribusi lahan yang berada di sekitar kawasan hutan 4,1 juta ha.

Menurut analisis Indef, persoalan redistribusi lahan tentu bukan persoalan sederhana. Harus ada payung hukum yang jelas mengenai konversi lahan dan pelepasan kawasan hutan yang akan dibagikan kepada masyarakat. Jika bentuknya peraturan presiden (Perpres), ketentuan itu tidak hanya dituntut transparan dalam mengatur pola, mekanisme, dan prosedur redistribusi lahan saja. Namun, juga harus mampu menyelesaikan berbagai konflik agraria karena banyak area perkebunan yang izinnya tumpang tindih dengan kehutanan. Selain itu, basis data terkait identifikasi dan verifikasi mengenai lahan yang telantar belum tersedia secara akurat. Tentu kegagalan program serupa sebelumnya harus menjadi bahan evaluasi agar tidak terulang.

Redistribusi lahan harus memiliki aturan hukum yang mengikat dan kuat, agar lahan yang telah diberikan oleh pemerintah tidak dipindahtangankan. Muara skema reforma agraria yang paling pokok adalah harus berujung pada peningkatan produktivitas lahan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Redistribusi lahan tidak hanya sekadar membagikan lahan, tetapi juga harus memberikan nilai keekonomian bagi petani.

Sebelum landasan hukum dan konsep mengenai redistribusi lahan ini matang dibahas, kebijakan reforma agraria sebaiknya dimulai dengan mengoptimalkan program perhutanan sosial. Terdapat 12,7 juta ha hutan lindung dan hutan produksi. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dapat diberikan akses pengelolaan dan pemanfaatan hutan berdasarkan aturan yang legal. Beberapa skema hutan adat, hutan rakyat, atau hutan desa dapat menjadi alternatif. Selain dapat memanfaatkan hasil hutan secara lestari, masyarakat adat juga berkontribusi membantu upaya konservasi mencegah kerusakan lingkungan sesuai adat istiadat setempat. Perambahan hutan secara liar dapat dicegah dan masyarakat sekitar hutan mendapatkan manfaat ekonomi. Dengan skema hutan rakyat atau hutan desa, pemerintah dapat memberikan konsesi pemanfaatan hasil hutan produksi melalui koperasi dengan badan usaha milik desa atau organisasi petani yang bertanggung jawab.

Kita berharap keberhasilan program reforma agraria harus disertai dengan program yang komprehensif. Artinya, tidak hanya berhenti pada pemberian akses kepada petani untuk mengolah lahan atau diberikan hak kepemilikan lahan. Tidak hanya ketersediaan infrastruktur pertanian, tetapi juga ketersediaan benih, pupuk, dan kepastian harga produksi. Program reforma agraria harus disinergikan secara terpadu dengan kementerian terkait.

Bagaimanapun, target program reforma agraria tidak hanya pada luas lahan yang menjadi obyek, tetapi juga harus disertai target output yang terukur secara kuantitatif. Berapa tambahan luas area tanam untuk tanaman pangan dan hortikultura, termasuk berapa tambahan produksi dari pemberdayaan lahan tersebut. Reforma agraria dan perhutanan sosial diharapkan bisa menjawab persoalan ketimpangan ekonomi. Keberhasilan Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, dan beberapa daerah lain melalui skema hutan adat, hutan rakyat, dan hutan desa bisa menjadi model percontohan bagi kota/kabupaten lainnya. Ini menjadi tugas ekstra keras Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk merealisasikan tekad Presiden Jokowi tersebut. Semoga!

BERITA TERKAIT

Optimalisasi Pangan

Harga pangan di sejumlah wilayah Indonesia mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri. Tidak…

Momentum Jalin Persatuan

Pasca pemilihan umum, bulan Ramadhan menyajikan momentum yang berharga bagi masyarakat untuk menyatukan diri. Meskipun perbedaan politik mungkin telah menimbulkan…

Kota Netral Karbon Idaman

Adalah Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menjanjikan Nusantara sebagai kota netral karbon pertama di Indonesia. Bahkan OIKN juga mengklaim bahwa…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Optimalisasi Pangan

Harga pangan di sejumlah wilayah Indonesia mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri. Tidak…

Momentum Jalin Persatuan

Pasca pemilihan umum, bulan Ramadhan menyajikan momentum yang berharga bagi masyarakat untuk menyatukan diri. Meskipun perbedaan politik mungkin telah menimbulkan…

Kota Netral Karbon Idaman

Adalah Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menjanjikan Nusantara sebagai kota netral karbon pertama di Indonesia. Bahkan OIKN juga mengklaim bahwa…