Presiden Setuju Penambahan 1.800 Hakim di Indonesia

Presiden Setuju Penambahan 1.800 Hakim di Indonesia

NERACA

Jakarta - Presiden Joko Widodo telah menyetujui penambahan personel hakim hingga 1.800 orang untuk menutupi kekurangan yang terjadi dalam tujuh tahun terakhir.

"Persetujuan sudah ditegaskan kepada Menpan/RB. Sudah tidak ada masalah lagi untuk rekrutmen hakim silakan dilakukan," kata Ketua Umum Pengurus Pusat IKAHI Suhadi di Kantor Presiden Jakarta, Senin (27/3).

Pada kesempatan itu, pihaknya diterima oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta.

Para Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia yang hadir yakni, Ketua Umum H Suhadi, Ketua I I Gusti Agung Sumanatha, Ketua II H Amran Suadi, Ketua III Burhan Dahlan, Ketua IV H Yulius Rivai, Sekretaris Umum Kadar Slamet, Sekretaris I M Fauzan, Bendahara I Abdul Goni, dan Bendahara II Multiningdyah Elly Mariani.

Sementara Presiden didampingi Menkumham Yasonna Laoly dan Seskab Pramono Anung.

Suhadi mengatakan dalam lampiran Mahkamah Agung disebutkan Indonesia kekurangan sekitar 4.000 hakim setelah dalam tujuh tahun terakhir tidak melakukan rekrutmen. Di satu sisi hakim yang pensiun terus bertambah setiap tahun sesuai ketentuan umur yang berlaku."Sebetulnya kita kekurangan sekitar 4.000 hakim, tapi yang mendesak itu sekitar 1.800 orang," kata dia.

Ia mengatakan dari sebanyak 1.800 calon hakim yang akan direkrut itu bisa dilakukan dalam satu atau beberapa kali perekrutan."Ini untuk hakim di Peradilan Agama, Peradilan Umum, dan Peradilan Tata Usaha Negara," ujar dia.

Presiden sendiri kata dia, sudah menyatakan tidak ada masalah terkait rencana perekrutan itu."Sudah ditugaskan ke Menpan RB sudah tidak ada masalah," kata dia. 

Lalu, Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) mengeluhkan kondisi Indonesia yang kekurangan hakim kepada Presiden RI Joko Widodo sekaligus meminta solusi atas persoalan tersebut."Yang pertama kami sampaikan kepada Presiden bahwa di Indonesia terjadi kekurangan hakim karena sudah 7 tahun tidak ada penerimaan hakim di Indonesia," kata dia.

Suhadi mengatakan bahwa krisis hakim terjadi di Indonesia dalam 7 tahun terakhir, sedangkan hakim yang pensiun terus terjadi sesuai dengan batas umur yang ditentukan."Oleh sebab itu, karena tidak ada penerimaan hakim selama 7 tahun, terjadi kekurangan hakim di Indonesia, terutama di tingkat pertama dan di tingkat banding," kata dia.

Lebih lagi, lanjut dia, ada Keputusan Presiden RI tentang pemekaran wilayah yang harus didirikan pengadilan di dalamnya. Tercatat 86 daerah baru yang harus ada pengadilannya, dan pengadilan belum dapat melaksanakan keppres tersebut karena, antara lain, kekurangan hakim.

"Jika di dalam satu pengadilan itu dibutuhkan lima orang hakim, ketua, wakil, dan tiga anggotanya, dibutuhkan sekitar 512 orang hakim di pengadilan yang ada di dalam kepres tersebut," ujar dia.

Ia mengeluhkan terkait dengan pemotongan usia pensiun hakim kepada Presiden, yakni dari 70 tahun menjadi 65 tahun untuk hakim agung, 67 tahun menjadi 63 tahun untuk hakim tingkat banding, dan 65 tahun menjadi 60 tahun untuk hakim tingkat pertama.

Selain itu, pihaknya juga menolak permintaan lembaga lain, yakni Komisi Yudisial untuk berbagi tanggung jawab atau "share responsibility" dalam hal organisasi, administrasi, serta finansial."Ini juga ditolak oleh hakim seluruh Indonesia karena perjuangan hakim selama berpuluh-puluh tahun bahwa satu atap itu harga mati kalau diceraiberaikan lagi dalam berbagai atap nanti akan terjadi lagi hal serupa sebelum satu atap," kata dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…