Terkait Investasi - Indonesia Perlu Kembangkan Pusat Riset Industri Farmasi

NERACA

Jakarta – Investasi sektor penelitian dan pengembangan industri farmasi, berikut dengan bahan baku industri tersebut di Tanah Air perlu untuk lebih dimaksimalkan oleh pemerintah. Direktur Eksekutif Grup Produsen Farmasi Internasional (IPMG) Parulian Simanjuntak mengatakan ada beberapa hal yang harus dipenuhi untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat riset dan pengembangan industri farmasi.

Sejumlah hal tersebut, lanjutnya, antara lain adalah sistem politik yang stabil dan transparan, sistem kekayaan intelektual kelas dunia, pasar yang terbuka dan tanpa diskriminasi, jaringan yang kuat antara sektor swasta dan akademisi, serta insentif dalam hal pajak. "Adanya lingkungan yang ideal bagi sektor riset dan pengembangan akan menarik para investor untuk menanamkan investasinya di Indonesia," katanya sebagaimana disalin dari Antara, pekan lalu.

Secara langsung, ujar dia, hal tersebut juga akan berkontribusi terhadap daya saing nasional di industri farmasi, serta meningkatkan kemampuan terhadap pemenuhan kebutuhan obat-obatan bagi pasien di Indonesia di era Jaminan Kesehatan Nasional.

Ia mengemukakan bahwa IPMG sebagai pelaku industri dan salah satu pemangku kepentingan di sektor kesehatan, terus berkomitmen untuk dapat berkontribusi terhadap perbaikan dan peningkatan sektor kesehatan Indonesia.

Menurut dia, anggota-anggota IPMG aktif berpartisipasi antara lain dalam mendukung program pemerintah seperti keberlangsungan program JKN dan menegakkan praktik bisnis beretika di sektor kesehatan.

IPMG menujukan optimisme terhadap pertumbuhan industri farmasi ditahun 2017 karena berdasarkan data IMS Health, pasar industri farmasi tumbuh 7,49 persen hingga kuartal keempat tahun 2016, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,92 persen.

Salah satu faktor pendorong tumbuhnya industri farmasi adalah meluasnya jangkauan kepesertaan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan yang mencapai 175 juta anggota hingga bulan Maret 2017, 66 persen dari keseluruhan populasi di Indonesia.

Hal itu dinilai juga karena dukungan komitmen pemerintah Indonesia dalam menjadikan industri farmasi sebagai salah satu industri prioritas di Indonesia, salah satunya adalah dengan meluncurkan Roadmap Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, Februari 2017.

Industri farmasi meminta persyaratan dan ketentuan untuk mendaftarkan obat agar masuk dalam formularium nasional (Fornas) yang bisa digunakan sebagai obat pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dipermudah. Wakil Ketua Umum Grup Industri Farmasi Internasional (IPMG) Evie Yulin mengatakan saat ini ketentuan dipilihnya pemenang tender satu jenis obat untuk bisa masuk program JKN ialah produk dengan harga paling rendah dan hanya satu perusahaan yang dipilih.

Evie mengatakan industri farmasi mengharapkan agar ada implementasi multi pemenang proses pengadaan obat, dan kriteria pemenang tender yang lebih dari sekadar harga yang paling murah. "Rekomendasi lainnya agar harga bukan menjadi satu-satunya kriteria supaya bisa masuk e-katalog (dalam proses pengadaan), tapi juga ada beberapa faktor lain yang harus dipertimbangkan," kata Evie disalin dari Antara.

Selain itu, Evie yang juga merupakan Direktur PT Merck Tbk mengatakan perlunya ada pemenang tender lebih dari satu agar mencegah terjadinya kekurangan stok dan pasokan untuk pemenuhan kebutuhan obat pasien. Evie mengatakan IPMG merekomendasikan agar adanya peningkatan dalam hal transparansi kebijakan dan transparansi proses pengadaan obat.

Dia juga berharap Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Kementerian Kesehatan agar dapat membuat perjanjian untuk lelang atau negosiasi lebih dari satu kali dalam setahun untuk mencegah terjadinya gagal lelang. Proses pengadaan suatu jenis obat agar digunakan sebagai obat dalam program JKN dimulai dari seleksi dalam formularium nasional (Fornas) yang dilakukan dengan uji farmasi dan uji klinis.

Selanjutnya akan dilakukan penilaian Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebagai basis dari negosiasi harga. Kemudian tim negosiasi menentukan harga yang disepakati, yakni harga terendah, dan satu jenis di satu provinsi. Setelah diputuskan siapa yang menjadi pemenang tender, pihak LKPP akan melakukan perjanjian atau kontrak dengan industri untuk masuk dalam e-katalog.

Jauh sebelumnya, Asosiasi industri farmasi International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) menyatakan investasi di sektor farmasi di dalam negeri masih kurang berkembang karena infrastruktur yang belum merata.

 

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…