Perbankan Diminta Terapkan Manajemen Fraud

NERACA

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau bank untuk menerapkan manajemen kualitas pengelolaan terhadap kecurangan atau "fraud" guna menghadapi praktik penipuan seperti kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BTN). "Kami imbau manajemen 'fraud' yang sudah kami berikan pedomannya harus diimplementasikan," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad dalam acara Bank Dunia di The Energy Building, Jakarta, Rabu (22/3).

Muliaman mengatakan OJK telah mengirim tim untuk menangani kasus tersebut lebih lanjut. Dia menjelaskan kasus tersebut tentu memiliki implikasi hukumnya, apalagi jika menyangkut penipuan. "Karena ini harusnya bisa diselesaikan pada istilahnya 'first line of defence' (garis pertahanan pertama) yang ada, artinya unit-unit inspektor atau pengawasan di dalam, dan sebagainya," ucap dia.

Kasus Pemalsuan Kasus dugaan pemalsuan bilyet deposito tersebut bermula dari laporan tertanggal 16 November 2016. Laporan tersebut terkait kegagalan pencairan deposito sebelum jangka waktu pencairan. Menanggapi laporan itu, BTN memverifikasi dan melakukan investigasi. Hasilnya, perseroan menemukan pengajuan bilyet deposito palsu. Dari investigasi yang dilakukan perseroan juga menunjukkan produk palsu itu ditawarkan oleh sindikat oknum yang mengaku sebagai karyawan pemasaran BTN.

Selain menawarkan produk deposito dengan tingkat bunga jauh di atas tingkat yang ditawarkan BTN, sindikat ini juga memalsukan spesimen tanda tangan dan data korban untuk melancarkan aksinya. BTN menyatakan dugaan pemalsuan bilyet deposito yang merugikan sejumlah nasabah sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dan kini kasusnya sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Sekretaris Bank BTN Eko Waluyo di Jakarta, Senin (20/3), mengatakan dari hasil investigasi, bilyet deposito perseroan dipalsukan oleh kelompok yang diduga sindikat kejahatan perbankan yang menggunakan nama BTN secara ilegal untuk menawarkan produk deposito dan beroperasi di luar sistem perseroan. BTN juga mengklaim telah menerapkan prinsip kehati-hatian dengan membentuk cadangan risiko operasional. Cadangan ini telah disampaikan dalam laporan keuangan audit 2016.

Muliaman menjelaskan praktik kecurangan di dunia perbankan semacam itu bukan sesuatu yang baru. "Oleh karena itu kami harapkan pada semua bank, tentu saja bagaimana mengoperasionalkan manajemen 'fraud' dan sebagainya harus betul-betul bisa dilakukan secara baik," kata dia.

Kepala Departemen Komunikasi dan Internasional OJK, Triono, menjelaskan saat ini belum ada peraturan spesifik mengenai manajemen 'fraud' perbankan, tetapi pedomannya masih masuk sebagai salah satu komponen dalam manajemen kualitas pengelolaan secara umum.

BERITA TERKAIT

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan pada Perempuan

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

BSI : Komposisi Pembiayaan EV Capai Rp180 Miliar

    NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mencatat komposisi pembiayaan kendaraan ramah lingkungan atau kendaraan listrik…

LPPI : Perempuan dalam Manajemen Berpengaruh Positif ke Kinerja Bank

  NERACA Jakarta – Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menemukan bahwa peran perempuan dalam jajaran manajemen puncak berpengaruh positif…

OJK Prioritaskan Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan pada Perempuan

    NERACA Jakarta – Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan…