Produk Pertanian - Agar Fluktuasi Harga Cabai Tak Rugikan Petani

NERACA

Jakarta – Fluktuasi harga cabai rawit yang melonjak hingga melebihi Rp130.000 per kilogram di sejumlah lokasi beberapa waktu lalu dan lalu merosot hingga Rp80.000 per kilogram diharapkan tidak merugikan petani. "Saya harap pemerintah dapat menjaga harga cabai rawit sehingga tidak merugikan petani," kata anggota Komisi IV DPR Rahmad Handoyo, disalin dari Antara.

Apalagi, menurut politisi PDIP itu, para petani saat ini juga sedang menghadapi sejumlah kondisi seperti cuaca yang kerap tidak bersahabat dengan komoditas cabai. Namun, Rahmad juga mengemukakan bahwa permasalahan fluktuasi harga cabai di Tanah Air juga bukan hanya disebabkan faktor cuaca, tetapi juga akibat rantai distribusi yang kurang efisien.

Selain itu, ujar dia, pemerintah pada saat ini juga diharapkan dapat lebih mengedukasi masyarakat agar dapat menyukai cabai olahan mengingat kemampuan teknologi dalam pengolahan cabai juga sudah memadai. "Tinggal bagaimana kita agar bisa mengedukasi masyarakat untuk mau membeli dan mengonsumsi cabai olahan," katanya.

Ia meyakini bila cabai olahan sudah disukai masyarakat, maka tingkat harga cabai di masyarakat juga dapat lebih terkendali. Terlebih pada saat ini, produk impor cabai olahan sudah mulai banyak memasuki pasar sehingga lebih bagus bila hal tersebut diganti oleh cabai olahan produksi domestik atau dalam negeri.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian mencatat penurunan harga cabai rawit merah di sejumlah kabupaten dan pasar induk di Indonesia setelah sebelumnya menembus hingga Rp120 ribu per kilogram pada awal 2017.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Spudnik Sujono dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (20/3), mengatakan di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, misalnya, harga cabai rawit merah turun Rp19 ribu/kg dari Rp90 ribu/kg pada 12 Maret menjadi Rp71 ribu/kg pada 19 Maret 2017.

Untuk cabai merah keriting turun sekitar Rp6 ribu/kg dari harga Rp23 ribu/kg di pasar yang sama. Sedangkan cabai merah besar turun Rp2 ribu/kg dari Rp22 ribu/kg dan cabai rawit hijau turun Rp3 ribu/kg dari Rp33 ribu/kg.

Spudnik menjelaskan penurunan harga terjadi lantaran pasokan cabai mulai dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada Maret, Kementan memperkirakan dapat memenuhi kebutuhan 68.472 ton cabai rawit karena ketersediaan mencapai 75.465 ton. "Ada hukum 'supply demand', tapi tata niaga juga menentukan. Jadi semua itu jadi faktor eksternal. Ada juga yang mempengaruhi langsung seperti iklim," tuturnya.

Sebelumnya, Spudnik Sujono mengatakan Kabupaten Waykanan menjadi daerah pertama melaksanakan gerakan tanam atau gertam cabai serentak di Provinsi Lampung. "Dengan adanya kegiatan ini diharapkan bisa menekan harga cabai pada saat kelangkaan terjadi," kata dia, di Waykanan.

Menurutnya, gerakan tanam cabai serentak di Kabupaten Waykanan menjadi yang pertama di Provinsi Lampung, karena kebutuhan lahan masih tersedia cukup luas di bandingkan daerah lainnya.

Kesiapan daerah untuk memulai gerakan tanam cabai ini, lanjut dia, harus benar-benar dilakukan dari masyarakat, bukan dari pemerintah daerah. Bila Pemkab-nya siap maka masyarakat juga harus siap, atau sebaliknya. Ini butuh keseimbangan antara masyarakat dan pemerintah. "Pemerintah dan masyarakat sama-sama mendukung kegiatan gertam cabai ini, dan semoga bisa mengantisipasi melonjaknya harga cabai di pedagang dan masyarakat," kata dia.

Dirjen itu mengharapkan, setelah Kabupaten Waykanan ini masih ada kabupaten lainnya yang mencanangkan kegiatan Gertam cabai di kampung, kecamatan atau pekarangan rumah, karena dengan adanya gerakan ini bisa membantu menekan tingginya harga cabai menjelang hari raya Idul Fitri.

Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Waykanan, Dessy Apriyanti Adipati optimistis mampu dalam mengembangkan pencanangan tanam cabai di daerah setempat. "Kami tidak bisa bekerja sendiri tanpa ada bantuan dari masyarakat serta petani untuk bisa menyukseskan kegiatan Gerakan Tanam Cabai tersebut," kata istri Bupati Waykanan Raden Adipati Surya itu.

Dessy menjelaskan, untuk menanam cabai ini tidak memerlukan lahan yang luas. Dengan lahan yang terbatas seperti pekarangan rumah bisa ditanamkan cabai dengan menggunakan polibag atau pot bunga dengan ukuran yang lebih kecil. "Semua bisa menanam cabai, dari bapak, ibu dan anaknya. Yang pasti harus bisa merawat agar tidak mati dan mubajir begitu saja bibit yang telah diberikan," kata dia.

Dessy menambahkan, pemanfaatan lahan pekarangan juga untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga, mengembangkan ekonomi produktif dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat.

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

UMKM Perikanan Potensial di 12 Provinsi Terus Didorong

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan dukungan penuh terhadap 376 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Usaha Mikro…

Indonesia dan Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA

NERACA Tangerang – Indonesia dan Tunisia segera menuntaskan Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) pada 2024. Ini ditandai dengan  penyelesaian…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Tingkatkan Kinerja UMKM Menembus Pasar Ekspor - AKI DAN INKUBASI HOME DECOR

NERACA Bali – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno bertemu dengan para…

UMKM Perikanan Potensial di 12 Provinsi Terus Didorong

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memberikan dukungan penuh terhadap 376 Unit Pengolahan Ikan (UPI) Usaha Mikro…

Indonesia dan Tunisia Segera Tuntaskan Perundingan IT-PTA

NERACA Tangerang – Indonesia dan Tunisia segera menuntaskan Perundingan Indonesia-Tunisia Preferential Trade Agreement (IT-PTA) pada 2024. Ini ditandai dengan  penyelesaian…