Reforma Agraria: Dimana Tanahnya?

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

Baru-baru ini Pemerintah tengah sibuk menyiapkan aneka kebijakan untuk mempercepat proses redistribusi lahan. Sebenarnya tema redistribusi lahan bukanlah hal yang baru di era Pemerintahan Jokowi-JK. Sebelumnya dalam RPJMN 2015-2019 dan Nawacita tercantum rencana pembagian lahan sebanyak 9 juta hektar untuk masyarakat miskin. Di tahun 2015 dan 2016 ternyata realisasi lahan yang dilaporkan hanya mencapai 187 ribu hektar dari HGU yang tidak diperpanjang dan tanah terlantar. Pada tahun 2017 direncanakan redistribusi akan terus berlanjut hingga 400 ribu hektar.

Sementara itu di tahun 2017-2019 Pemerintah juga akan melepas kawasan hutan seluas 4,1 juta hektar. Dengan logika sederhana artinya tanah milik Negara yang ingin didistribusikan mencapai 4,5 juta hektar. Lalu yang jadi pertanyaan adalah dimana sisa 4,5 juta hektar tanah itu? Jawabannya ada pada program sertifikasi tanah gratis bagi masyarakat miskin terutama di pedesaan.

Sertifikasi tanah termasuk lahan yang sebelumnya sudah diduduki oleh masyarakat adat atau tanah konflik jadi kunci keberhasilan Pemerintah. Artinya, reforma agraria seperti mimpi Soekarno sesungguhnya masih jauh dari kenyataan. Sertifikasi tanah tidak menambah luas tanah produktif, apalagi kalau tujuannya untuk mengurangi ketimpangan. Justru yang dikhawatirkan setelah mendapatkan sertifikat tanah penduduk miskin berbondong-bondong menjual tanah tersebut. Pembagian sertifikat gratis juga rentan konflik sesama warga miskin.

Sebenarnya jauh sebelum program transmigrasi era Soeharto, Malaysia sudah lebih dulu melakukan kebijakan reforma agraria tahun 1957 dan terbukti berhasil. Program pembagian lahan Malaysia dikenal dengan FELDA (Federal Land Development Authority). Saat ini FELDA telah maju berkembang, terutama dalam bidang industri perkebunan kelapa sawit. FELDA pun bertransformasi menjadi perusahaan induk besar dengan aneka macam bisnis. Sementara itu program transmigrasi Indonesia tidak berlanjut, infrastruktur di daerah transmigrasi pun terbengkalai.

Untuk mengantisipasi kegagalan program reforma agraria, ada 5 kunci sukses yang bisa diambil dari FELDA. Pertama, pembagian lahan hanya diperuntukkan bagi penduduk miskin usia produktif antara 18-35 tahun. Kedua, Pemerintah perlu menyediakan sarana infrastruktur pendukung di lahan yang akan dibagikan. Ketiga, pinjaman murah jadi syarat penting untuk memajukan produktivitas petani yang mendapat lahan. Keempat, peran aktif Pemerintah untuk menyerap atau membantu distribusi produk pertanian hasil lahan reforma agraria. Kelima, pembentukan unit atau koperasi per 5-15 rumah tangga di area lahan baru. Intinya tanpa memetik pelajaran dari sejarah maka program distribusi tanah terancam jalan di tempat.  

 

 

 

BERITA TERKAIT

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

BERITA LAINNYA DI

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…