UU MIGAS SEGERA DIREVISI - Produksi Migas Rendah Akibat Investasi Terganjal

NERACA

Jakarta – Rendahnya produksi Migas nasional yang rata-rata hanya sekitar 950 ribu barel perhari (bph), merupakan dampak dari banyaknya hambatan berinvestasi di sektor migas. Berbagai hambatan investasi masih kerap ditemui, terutama yang terkait dengan tidak sinkronnya kebijakan serta peraturan perundang-undangan yang ada saat ini.

Salah satu solusi untuk memperbaiki iklim investasi adalah merevisi UU Nomor 22 Tahun 2001 (UU Migas). Lewat revisi ini, diantaranya diharapkan sektor migas dapat diposisikan sebagai lex specialist (mendapat pengecualian) terhadap berbagai peraturan di sektor lain yang terkait termasuk perpajakan.

Demikian yang terungkap dalam Diskusi Terbatas bertema “Revisi UU Migas Untuk Perbaikan Tata Kelola Industri Hulu Migas Nasional” di Jakarta, Kamis (22/12). Hadir sebagai pembicara adalah Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas, Gde Pradnyana. Anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha, dan Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto.

Menurut Gde Pradnyana, BP Migas sendiri telah menyusun sejumlah usulan terhadap revisi UU Migas yang bertolak pada lima pilar. Pertama, perbaikan sistem tata kelola (Governance) Industri Migas di Indonesia (penguatan kelembagaan dan memperjelas posisi dan peran masing-masing stakeholder). Kedua, memaksimalkan usaha penerimaan dan partisipasi daerah dalam kegiatan usaha hulu Migas.

Ketiga, adanya kepastian pengaturan kekhususan industri hulu migas  (lex specialist untuk rezim fiskal, perizinan dan diberlakukan sebagai objek vital nasional). Keempat, mengedepankan peran Perusahaan Migas milik negara dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi  (di wilayah kerja baru ataupun melanjutkan pengusahaan atas WK yang sudah habis masa konsesinya). Dan kelima, adanya pengaturan Petroleum Fund sebagai dana cadangan untuk menggalakkan eksplorasi.

Gde menambahkan, di seluruh dunia sektor migas saat ini dihadapkan pada isu pentingnya mengedepankan peran pihak nasional dan lokal, dalam pengelolaan sumberdaya migas. Pada saat yang sama, ekonomi negara-negara pengimpor migas terus meningkat pesat dan menuntut pemenuhan energi dengan permintaan yang terus bertambah. Maka dari itu, lewat revisi UU Migas, Indonesia juga harus mengubah arah kebijakan pengelolaan sumberdaya migasnya.

Yakni dari sebelumnya migas hanya merupakan sumber penerimaan negara, menjadi migas sebagai sumber energi dan bahan baku industri nasional. Juga mendorong multiplier effect yang tinggi dari industri migas, guna mendorong pertumbuhan ekonomi. “Maka dari itu, ke depan kebijakan pengelolaan migas nasional harus dapat menyeimbangkan antara kepentingan negara dan investor. Investasi di sektor migas harus meningkat, dan mengedepankan peran perusahaan-perusahaan migas nasional,” ujar Gde.

Belum Maksimal

Sementara Satya Widya Yudha mengungkap, saat ini pengelola blok-blok migas jauh lebih makmur ketimbang negara yang merupakan pemilik blok-blok migas tersebut. Selama setengah abad perjalanannya, sektor migas belum memberikan hasil yang maksimal bagi penerimaan negara. “Ini terjadi karena sifat UU Migas 22/2001 sendiri yang sangat liberal,” kata Satya.

Maka dari itu, tandas Satya, DPR akan mendorong pengelolaan sektor hulu migas nasional yang bersifat liberal namun berwawasan kebangsaan lewat revisi UU Migas.

Satya sepakat sektor migas perlu diposisikan sebagai lex specialist. Hal ini untuk mengakhiri berbagai kasus tumpang tindih perizinan, perpajakan, dan sebagainya yang kerap menghambat kinerja sektor migas. Dalam hal ini, sektor migas harus mendapatkan privilege (keistimewaan) dimana kontrak kerjasama Migas menjadi rujukan hukum yang utama, termasuk untuk persoalan perpajakan. ”Jadi perdebatan kita ke depan bukan lagi berapa pencapaian lifting dan produksi. Melainkan bagaimana menata kembali industri hulu migas nasional. Jika itu berhasil, lifting dan produksi akan mengikuti,” tukasnya.

Satya memaparkan, saat ini Komisi VII DPR telah memfinalisasi naskah akademik revisi UU Migas. Di dalamnya antara lain diusulkan agar BP Migas yang selama ini merupakan “Badan Pelaksana” diubah fungsinya menjadi “Badan Pengusahaan”, serta ada “Badan Pengawas” di dalamnya. Porsi untuk daerah penghasil juga diwadahi termasuk untuk pembagian signature bonus, yang selama ini hanya dinikmati Pemerintah Pusat. “Saat ini kami juga sedang menyiapkan Panja (Panitia Kerja) Blok Migas, guna menjaring masukan terkait substansi perubahan UU Migas yang dibahan mulai awal 2012,” jelasnya.

Pri Agung Rakhmanto juga sependapat, agar sektor migas utamanya di hulu, mendapatkan posisi lex specialist, agar kinerjanya tidak terus terhambat oleh berbagai egosektoral yang tiada berujung. Namun langkah itu juga harus diikuti oleh pembenahan kelembagaan pengelola sumberdaya migas nasional. Karena berfungsi mengelola bisnis migas, maka kurang tepat jika BP Migas masih bersifat “Badan” yang sarat akan berbagai birokrasi.

Menurut Pri Agung, lewat revisi UU Migas sebaiknya BP Migas diubah menjadi sebuah badan usaha atau perusahaan, yang diberikan wewenang memegang Kuasa Pertambangan. Secara keseluruhan dibutuhkan dua badan usaha milik negara pemegang Kuasa Pertambangan. Dua perusahaan ini harus lebih berwajah bisnis, tidak birokratis, sehingga memperlancar kinerja perusahaan-perusahaan migas yang bernaung dibawah koordinasinya. kam

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…