Keterbukaan Bank

Keterbukaan Bank
Rencana pemerintah menerbitkan Perppu agar instansi Ditjen Pajak dapat mengungkap data nasabah bank, merupakan langkah awal "menggembosi" regulasi kerahasiaan data perbankan. Lantas nanti banyak nasabah meninggalkan perbankan di adalam negeri? Rasanya tidak mungkin kondisi perbankan di luar negeri juga sudah mengarah ke tren global yang meminta kalangan perbankan internasional dapat membuka data nasabahnya, khususnya akses ke otoritas pajak.
Di Amerika Serikat dalam beberapa tahun belakangan ini terlihat sangat serius memerangi penggelapan pajak yang dilakukan perusahaan dan warga negaranya. Sekitar 80 bank Swiss, termasuk Credit Suisse dan UBS, telah membayar total sekitar US$ 5 miliar denda dan penalti atas berbagai kasus terkait penggelapan pajak.
Karena itu, konvensi internasional tentang Pertukaran Otomatis Informasi Perbankan (AEOI) yang dimotori AS mulai diberlakukan pada 1 Januari 2017. Aksi ini berhasil menarik berbagai negara di dunia untuk sejalan dengan standar internasional tentang perpajakan. Selain Swiss sebagai negara yang selama ini dikenal sebagai surga kerahasiaan data perbankan, hampir 100 negara, termasuk semua pusat keuangan utama dunia, telah sepakat menyatakan niat mereka untuk mengadopsi standar tersebut. 
Konvensi yang dikembangkan oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan dan Industri Keuangan Global (OECD), yang menyatakan bahwa informasi keuangan di rekening bank yang diadakan oleh warga negara tertentu, di masa mendatang akan dibagikan setiap tahun secara otomatis. Namun data ini terbatas hanya dapat digunakan untuk upaya pengumpulan pajak, dan tidak dapat dipublikasikan ke publik secara bebas.
Mengikuti tren global yang terjadi, negara Swiss sebagai salah satu raksasa perbankan juga tidak mau kehilangan statusnya sebagai pusat keuangan dunia, pada akhirnya pemerintah Swiss menandatangani konvensi pertukaran informasi perbankan tahun 2014. Parlemen menyetujui kesepakatan pada tahun 2015 dan perjanjian itu diratifikasi pada tahun 2016 untuk kemudian mulai mengumpulkan data tersebut dari 2017 dan seterusnya, dan mulai berbagi data dengan negara tertentu mulai dari 2018.
Di masa lalu, Swiss hanya akan memberikan informasi perbankan jika diminta oleh sejumlah negara. Dan sama sekali kerjasama itu tidak dijamin penuh. Tidak heran pula jika banyak koruptor Indonesia menyembunyikan uang haramnya di Swiss, apalagi era Orde Baru.
Berawal ketika diktator Nazi Hitler menyatakan bahwa warga negaranya tidak boleh memiliki dana di luar negeri, Swiss mulai menjalankan regulasi kerahasiaan perbankan guna melindungi orang-orang Jerman yang menyembunyikan uang di Swiss. Tapi, Swiss bukanlah satu-satunya negara surga kerahasiaan perbankan. Perusahaan atau orang Amerika biasanya banyak menggunakan Cayman Island, St. Lucia dan pulau-pulau lainnya di kawasan Karibia. Orang Asia menggunakan Seychelles, Mauritius, Singapura dan beberapa di kepulauan Pasifik lainnya. Eropa menggunakan Swiss, Luksemburg, dan beberapa negara kecil lainnya di Pegunungan Alpen dan beberapa pulau di Mediterania.
Syarat utama untuk menjadi negara surga perbankan adalah memiliki hukum yang sulit ditembus untuk melindungi kerahasiaan nasabah. Ini adalah semacam trade-off karena orang dari negara itu sendiri bisa saja melakukan kecurangan keuangan. Sehingga nyaris tak ada negara yang besar dengan fundamental ekonomi kuat yang memiliki hukum tersebut. Umumnya hanya negara-negara kecil yang tidak memiliki sektor ekonomi utama dan minim basis pajak yang memiliki undang-undang tersebut. Bila satu negara memiliki banyak pembayar pajak, negara itu cenderung tidak ingin menjadi surga perbankan.
Persyaratan berikutnya adalah, negara itu harus dikelilingi oleh sejumlah negara besar sebagai sumber utama mengalirnya dana haram dari para penghindar pajak atau pencuci uang. Contohnya, Swiss yang berada di sekitar Prancis dan Jerman. Dan di dekat negara kita, Singapura sangat bergantung kepada dana-dana haram dari Indonesia, China dan India.
Persyaratan ketiga adalah negara itu tidak ikut campur bermain politik internasional. Negara itu harus menjadi sahabat bagi semua orang. Singapura memainkan peran ini, sangat baik melakukan bisnis dengan semua orang dari berbagai negara terlepas dari afiliasi politik.
Melihat ke belakang, ketika terjadi embargo global terhadap Myanmar, Singapura adalah salah satu dari sedikit negara yang tetap bersedia untuk bekerjasama. Akibatnya, banyak dari mantan junta militer memiliki uang tunai dalam jumlah besar disimpan di bank-bank Singapura, bahkan setelah negara itu pulih pada tahun 2011. Mantan-mantan petinggi militer Myanmar merupakan nasabah terkaya di Singapura. Demikian pula dengan kasus embargo yang terjadi terhadap Korea Utara oleh dunia internasional, Singapura sangat pintar memanfaatkan situasi.
Indonesia sendiri akan mengakhiri era kerahasiaan perbankan pada September 2017, yang diharapkan menjadi langkah besar dalam memerangi penggelapan pajak dan penipuan keuangan. Indonesia menjadi pengguna pertama dari inisiatif global. Lima puluh satu negara lain telah mendaftar untuk perjanjian multilateral, di mana otoritas pajak masing-masing negara akan saling bertukar informasi secara otomatis dari September 2017.
Namun negara kita memang harus bersabar menunggu proses ini. Sebab beberapa undang-undang harus diubah sebelum prinsip kerahasiaan bank bisa dihapuskan secara permanen. Peraturan terkait yang harus diamandemen adalah UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Pasar Modal, UU Keuangan Mikro dan UU Ketentuan Umum Perpajakan. Kita berharap DPR tidak lagi bertele-tele untuk menuntaskan amandemen UU tersebut, mengingat kepentingan internasional sudah di depan mata kita. Kapan lagi kita mau transparan? 

 

Rencana pemerintah menerbitkan Perppu agar instansi Ditjen Pajak dapat mengungkap data nasabah bank, merupakan langkah awal "menggembosi" regulasi kerahasiaan data perbankan. Lantas nanti banyak nasabah meninggalkan perbankan di adalam negeri? Rasanya tidak mungkin kondisi perbankan di luar negeri juga sudah mengarah ke tren global yang meminta kalangan perbankan internasional dapat membuka data nasabahnya, khususnya akses ke otoritas pajak.

Di Amerika Serikat dalam beberapa tahun belakangan ini terlihat sangat serius memerangi penggelapan pajak yang dilakukan perusahaan dan warga negaranya. Sekitar 80 bank Swiss, termasuk Credit Suisse dan UBS, telah membayar total sekitar US$ 5 miliar denda dan penalti atas berbagai kasus terkait penggelapan pajak.

Karena itu, konvensi internasional tentang Pertukaran Otomatis Informasi Perbankan (AEOI) yang dimotori AS mulai diberlakukan pada 1 Januari 2017. Aksi ini berhasil menarik berbagai negara di dunia untuk sejalan dengan standar internasional tentang perpajakan. Selain Swiss sebagai negara yang selama ini dikenal sebagai surga kerahasiaan data perbankan, hampir 100 negara, termasuk semua pusat keuangan utama dunia, telah sepakat menyatakan niat mereka untuk mengadopsi standar tersebut. 

Konvensi yang dikembangkan oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan dan Industri Keuangan Global (OECD), yang menyatakan bahwa informasi keuangan di rekening bank yang diadakan oleh warga negara tertentu, di masa mendatang akan dibagikan setiap tahun secara otomatis. Namun data ini terbatas hanya dapat digunakan untuk upaya pengumpulan pajak, dan tidak dapat dipublikasikan ke publik secara bebas.

Mengikuti tren global yang terjadi, negara Swiss sebagai salah satu raksasa perbankan juga tidak mau kehilangan statusnya sebagai pusat keuangan dunia, pada akhirnya pemerintah Swiss menandatangani konvensi pertukaran informasi perbankan tahun 2014. Parlemen menyetujui kesepakatan pada tahun 2015 dan perjanjian itu diratifikasi pada tahun 2016 untuk kemudian mulai mengumpulkan data tersebut dari 2017 dan seterusnya, dan mulai berbagi data dengan negara tertentu mulai dari 2018.

Di masa lalu, Swiss hanya akan memberikan informasi perbankan jika diminta oleh sejumlah negara. Dan sama sekali kerjasama itu tidak dijamin penuh. Tidak heran pula jika banyak koruptor Indonesia menyembunyikan uang haramnya di Swiss, apalagi era Orde Baru.

Berawal ketika diktator Nazi Hitler menyatakan bahwa warga negaranya tidak boleh memiliki dana di luar negeri, Swiss mulai menjalankan regulasi kerahasiaan perbankan guna melindungi orang-orang Jerman yang menyembunyikan uang di Swiss. Tapi, Swiss bukanlah satu-satunya negara surga kerahasiaan perbankan. Perusahaan atau orang Amerika biasanya banyak menggunakan Cayman Island, St. Lucia dan pulau-pulau lainnya di kawasan Karibia. Orang Asia menggunakan Seychelles, Mauritius, Singapura dan beberapa di kepulauan Pasifik lainnya. Eropa menggunakan Swiss, Luksemburg, dan beberapa negara kecil lainnya di Pegunungan Alpen dan beberapa pulau di Mediterania.

Syarat utama untuk menjadi negara surga perbankan adalah memiliki hukum yang sulit ditembus untuk melindungi kerahasiaan nasabah. Ini adalah semacam trade-off karena orang dari negara itu sendiri bisa saja melakukan kecurangan keuangan. Sehingga nyaris tak ada negara yang besar dengan fundamental ekonomi kuat yang memiliki hukum tersebut. Umumnya hanya negara-negara kecil yang tidak memiliki sektor ekonomi utama dan minim basis pajak yang memiliki undang-undang tersebut. Bila satu negara memiliki banyak pembayar pajak, negara itu cenderung tidak ingin menjadi surga perbankan.

Persyaratan berikutnya adalah, negara itu harus dikelilingi oleh sejumlah negara besar sebagai sumber utama mengalirnya dana haram dari para penghindar pajak atau pencuci uang. Contohnya, Swiss yang berada di sekitar Prancis dan Jerman. Dan di dekat negara kita, Singapura sangat bergantung kepada dana-dana haram dari Indonesia, China dan India.

Persyaratan ketiga adalah negara itu tidak ikut campur bermain politik internasional. Negara itu harus menjadi sahabat bagi semua orang. Singapura memainkan peran ini, sangat baik melakukan bisnis dengan semua orang dari berbagai negara terlepas dari afiliasi politik.

Melihat ke belakang, ketika terjadi embargo global terhadap Myanmar, Singapura adalah salah satu dari sedikit negara yang tetap bersedia untuk bekerjasama. Akibatnya, banyak dari mantan junta militer memiliki uang tunai dalam jumlah besar disimpan di bank-bank Singapura, bahkan setelah negara itu pulih pada tahun 2011. Mantan-mantan petinggi militer Myanmar merupakan nasabah terkaya di Singapura. 

Indonesia sendiri akan mengakhiri era kerahasiaan perbankan pada September 2017, yang diharapkan menjadi langkah besar dalam memerangi penggelapan pajak dan penipuan keuangan. Indonesia menjadi pengguna pertama dari inisiatif global. Lima puluh satu negara lain telah mendaftar untuk perjanjian multilateral, di mana otoritas pajak masing-masing negara akan saling bertukar informasi secara otomatis dari September 2017.

Namun negara kita memang harus bersabar menunggu proses ini. Sebab beberapa undang-undang harus diubah sebelum prinsip kerahasiaan bank bisa dihapuskan secara permanen. Peraturan terkait yang harus diamandemen adalah UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Pasar Modal, UU Keuangan Mikro dan UU Ketentuan Umum Perpajakan. Kita berharap DPR tidak lagi bertele-tele untuk menuntaskan amandemen UU tersebut, mengingat kepentingan internasional sudah di depan mata kita. Kapan lagi kita mau transparan? 

BERITA TERKAIT

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…