Divestasi Saham Freeport 51%, Insentif bagi Kemandirian Papua

 

Oleh: Pardiyanto, Pemerhati Sosial Ekonomi, Alumnus Pascasarjana UI 

Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Perubahan Keempat  atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara  yang ditandatangani Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada 10 Februari 2017. Point-point penting PP Nomor 1 Tahun 2017 diantaranya : pertama, divestasi saham sebesar 51%  pada tahun kesepuluh sejak masa produksi kepada Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota, BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta nasional; kedua, permohonan perpanjangan untuk izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK), paling cepat 5 tahun dan paling lambat 1 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha; ketiga,   harga patokan penjualan mineral dan batubara diatur oleh Pemerintah; keempat, pemegang kontrak karya wajib merubah izinnya menjadi perijinan pertambangan khusus operasi produksi; dan kelima, pemerintah melalui Kementerian ESDM mengatur tatacara pelaksanaan peningkatan nilai tambah dan penjualan mineral logam.

Divestasi saham perusahaan Mineral dan Batubara dilakukan secara bertahap sesuai dengan PP Nomor 1 tahun 2017 pasal 97 ayat 2. Perusahaan pertambangan Mineral dan Batubara harus melakukan divestasi saham sebesar  20% (dua puluh persen) pada tahun keenam sejak produksi, tahun ketujuh sebesar 30% (tiga puluh persen), tahun kedelapan sebesar 37% (tiga puluh tujuh persen), tahun kesembilan sebesar 44% (empat puluh empat persen) dan tahun kesepuluh sebesar 51% (lima puluh satu persen) dari jumlah seluruh saham. Divestasi saham secara bertahap hingga sebesar 51% pada tahun kesepuluh mengikat kepada seluruh perusahaan Mineral dan Batubara termasuk PT. Freeport Indonesia Company.

PT. Freeport Indonesia Company, anak perusahaan dari  Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. dari Amerika Serikat melakukan  Kontrak Karya (KK) dengan Pemerintah Indonesia sebanyak dua kali yaitu KK I pada tahun 1967  dan KK II pada tahun 1991 di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. KK I berlaku selama 30 tahun untuk penambangan Erstberg yang beroperasi produksi tahun 1973, dan KK II pada 30 Desember 1991 berlaku selama 30 tahun (yang akan berakhir pada 2021) untuk penambangan Grasberg yang ijin operasi produksinya dikeluarkan tahun 1996 dengan produksi sebesar 300 ribu ton/hari. Dengan perhitungan waktu operasi produksi yang dijalankan sejak tahun 1996, maka seharusnya PT. Freeport Indonesia Company mengikuti aturan untuk melakukan divestasi saham sebesar 51%, bahkan sesuai KK II pasal 24 ayat 2 nasionalisasi saham PT. Freeport Indonesia Company harus dilakukan tahun ke-5 setelah penandatanganan KK II. Kepemilikan saham PT. Freeport Indonesia Company saat ini, sebesar 81,28% dikuasai Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. Amerika Serikat, sebesar  9,36% dikuasai Pemerintah dan sebesar 9,36% dikuasai perusahaan swasta nasional PT. Indocopper Investama milik Bob Hasan, dengan demikian Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. Amerika Serikat harus merelakan melepas kembali sahamnya sebesar 32,28% dari total saham PT. Freeport Indonesia Company.

Peluang Papua Mandiri

 

Divestasi saham PT. Freeport Indonesia Company menjadi kesempatan baik bagi Prov. Papua dan Kab. Mimika untuk mengembangkan APBD dengan kepersertaan membeli saham (participate of interest). PP No. 1 tahun 2017 dalam pasal 97 ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 mengatur bahwa divestasi saham dilakukan kepada Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota, BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta nasional. Dalam hal Pemerintah tidak bersedia membeli saham maka ditawarkan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan selanjutnya ditawarkan kepada BUMN dan BUMD, lalu baru ditawarkan kepada perusahaan swasta nasional. Selaras dengan peraturan tersebut, dan untuk mewujudkan Program Nawacita Pemerintah Joko widodo, tentunya divestasi saham lebih arif apabila bisa dibeli oleh Pemerintah Prov. Papua, Pemerintah Kab. Mimika,  BUMD Prov. Papua dan/atau BUMD Kab. Mimika.

Pada tahun 2015, PT. Freeport Indonesia Company pernah menawarkan saham kepada Pemerintah Indonesia sebesar 10,64%  senilai  US$ 1,7 milliar (setara dengan Rp.  22,61 triliun dengan kurs US$ 1 = Rp. 13.300), maka dengan perkiraan harga saham yang sama dibutuhkan sekitar 60 s.d 70 triliun untuk investasi saham sebesar 32,28% di PT. Freeport Indonesia Company. Tentunya Pemerintah Prov. Papua, Pemerintah Kab. Mimika,  BUMD Prov. Papua dan/atau BUMD Kab. Mimika tidak akan mampu menginvestasikan dana untuk membeli saham sebesar 32,28% karena APBD Provinsi Papua tahun 2017 saja, hanya sebesar Rp 56,85 Triliun yang merupakan alokasi anggaran dari pemerintah Pusat (Wilpret Siagian – detikFinance: 15 Desember 2016), sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Prov. Papua Rp. 1,097 triliun berdasarkan target PAD tahun 2016, yang mana  per November 2016 telah terealisasi sebesar Rp. 796.383.198.965 (publis website Dispenda Papua).

Namun demikian, Pemerintah Prov. Papua, Pemerintah Kab. Mimika,  BUMD Prov. Papua dan/atau BUMD Kab. Mimika dapat mengembangkan manajemen Pemerintahan dalam memanfaatkan peluang divestasi saham PT. Freeport Indonesia Company dengan bekerjasama dengan bank-bank yang menyalurkan dana repatriasi. Dalam hal, reputasi yang baik PT. Freeport Indonesia Company akan dapat memperpanjang kontrak PT. Freeport Indonesia Company selama 2 X 10 tahun (tentunya dengan menggunakan istilah Ijin Usaha Produksi Khusus IUPK setelah tahun 2021), sehingga kepemilikan saham PT. Freeport Indonesia Company oleh Pemerintah Prov. Papua, Pemerintah Kab. Mimika,  BUMD Prov. Papua dan/atau BUMD Kab. Mimika akan berkontribusi besar untuk menciptakan ketahanan APBD Prov. Papua dan Pemkab Mimika.

Konsistensi Pejabat Pemerintah

Kewajiban divestasi PT. Freeport Indonesia Company hingga mencapai 51% telah diatur dalam  KK II tahun 1991 Pasal 24, tentunya dengan mekanisme dan periode yang berbeda dengan PP No. 1 tahun 2017. Dengan mengacu KK II tahun 1991, PT. Freeport Indonesia Company harus menasionalisasi saham sebesar 10% pada tahun kelima setelah penandatanganan perjanjian dan selambat-lambatnya 10 tahun setelah penandangan. Setelah itu, PT. Freeport Indonesia Company harus menasionalisasi saham 2,5% setiap 2 tahun setelah tahun kesepuluh selama sepuluh periode sehingga selama 30 tahun beroperasi diperkirakan hanya 35% saham yang dinasionalisasi. Namun demikian, KK II tahun 1991 menegaskan bahwa PT. Freeport Indonesia Company akan mengikuti ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 18 ayat 2, Pasal 3 ayat 2, sehingga sepanjang adanya perbedaan pendapat periode divestasi saham maka ditentukan dengan kesepakatan lain yang disetujui antara Pemerintah Indonesia dan PT. Freeport Indonesia Company.

PT. Freeport Indonesia Company memiliki masa operasi tersisa selama 5 tahun hingga tahun 2021, sehingga sangat penting bagi Pemerintah untuk menilai PT. Freeport Indonesia Company sebagai perusahaan yang mudah untuk bekerjasama atau tidak termasuk dalam melaksanakan kebijakan divestasi saham kepada Warga Negara Indonesia. Pemerintah tahun 2019-2024 dapat melakukan take over setelah tahun 2021 manakala PT. Freeport Indonesia Company dinilai kurang mau bekerjsama dengan Pemerintah. Dengan mempertimbangan, bahwa nilai aset Freeport saat ini (replacement cost) sebesar US$ 600 miliar  atau  setara Rp. 7.980.000.000.000, dengan kurs US$ 1 = Rp. 13.300 (Prioritaskan BUMN Beli Saham Freeport: Kompas, 23 Februari 2017), maka Pemerintah Indonesia dengan Pemprov Papua dan Pemkab Mimika semestinya percaya diri untuk melakukan take over PT. Freeport Indonesia Company. Cadangan Devisa Indonesia yang lebih dari 1.500 triliun dan nilai APBN Indonesia yang lebih dari 1,7 triliun dan indikator ekonomi yang membaik, semestinya menjadi garansi kepercayaan diri pemerintah untuk melakukan take over.

Cadangan material mentah emas dan tembaga diareal PT. Freeport Indonesia Company ditaksir masih sebesar 2,8 miliar ton yang akan habis 50 tahun ke depan (Wahyu Sunyoto, detikFinace: 14 November 2014), dengan estimasi keuntungan PT. Freeport Indonesia sepanjang tahun 2016 sekitar US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 21,3 triliun (Fana Suparman, Suara Pembahruan: 31 Agustus 2016) maka mengelola PT. Freeport Indonesia sangat menjanjikan. Komitmen Pejabat Pemerintah untuk memajukan potensi nasional dan memajukan Pemprov. Papua dan Pemkab Mimika sangat menentukan dalam melakukan nasionalisasi saham PT. Freeport Indonesia Company. Penting bagi pejabat Pemerintah saat ini atau Pemerintah tahun 2019-2024 untuk konsisten menjaga komitmen dalam menasionalisasi saham PT. Freeport Indonesia Company.

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…