Dewan Pers Dukung Masyarakat Anti Hoax

Dewan Pers Dukung Masyarakat Anti Hoax
NERACA
Jakarta - Dewan Pers mendukung masyarakat anti hoax sebagai upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, dan sekaligus membantu pemerintah dalam mencegah peredaran berita bohong. Adapun langkah yang dilakukan Dewan Pers adalah melakukan filter dan verifikasi media pemberitaan, untuk memastikan media mana yang kredibel atau "abal-abal".
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dalam diskusi medsos media civic Education (SMCE) bertema “Optimalisasi Peran Pers Melalui Literasi Media dalam Menangkal Propaganda Radikalisme, Separatisme, dan Komunisme” bersama staf ahli menteri bidang komunikasi dan media massa Kemenkominfo Gun Gun Siswandi di Jakarta, Kamis (23/2), mengungkapkan, bahwa media sosial (medsos) yang sebelumnya sebagai sarana komunikasi dan silahturahmi masyarakat penggunanya, kini berubah fungsi menjadi penyebar hoax.
“Kini, media sosial berubah fungsi menjadi ajang orang bertikai, berita hoax marak. Sejumlah orang membuat akun-akun palsu. Bahkan, 85% wartawan saat ini memilih jalan paling mudah untuk menulis, menukar ide berita sekaligus memverifikasi sebuah fakta hanya dengan mengandalkan sumber media sosial,” ujarnya. 
Tentang masyarakat anti hoax, menurut dia, inisiatif semacam ini bakal membantu pemerintah dalam mencegah peredaran hoax karena masyarakat bisa berperan aktif sebagai garda depan dengan menyaring mana informasi yang benar dan mana yang tidak.
“Dewan Pers saat ini sedang menjalankan filter dan verifikasi media pemberitaan, untuk memastikan mana saja yang sungguhan atau media yang abal-abal. Dalam verifikasi itu, kami akan memberikan label kepada QR Code untuk media yang lolos verifikasi,” ujar Stanley, panggilan akrab Yosep Adi Prasetyo.
Gun Gun Siswandi mengatakan, isu soal hoax tidak hanya menjadi permasalahan di Tanah Air, tetapi menjadi isu global. Penyelesaian terhadap maraknya hoax juga tak melulu harus diselesaikan pemerintah, tetapi bisa mengadopsi cara penyelesaian di luar pemerintah.
“Komunikasi pun dilakukan pemerintah, lewat Kominfo, dengan berbagai pihak dari luar, seperti Facebook dan Google. Kerja sama dilakukan untuk menyaring konten dan beragam informasi,” tutur dia. 
Terkait regulasi, peredaran informasi agar tidak liar, menurut Gun Gun dapat dilakukan sesuai koridor Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) bagi media massa. Sanksi bagi penyebar informasi hoax bisa dikenakan hukuman sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Tapi, kini pemerintah fokus pada "hulu", bukan hanya pembatasan atau pemblokiran, melainkan lebih kepada literasi masyarakat. Makanya kami meng-encourage (mendorong), mempromosikan semua lapisan masyarakat, memiliki etika bagaimana memanfaatkan media sosial,” ujarnya. 
Dia menilai bahwa hoax berarti disinformasi berupa berita yang berasal dari media "abal-abal". Tak hanya itu, berita hoax dapat berupa meme hasil rekayasa, informasi atau pengetahuan rekaan yang tidak jelas sumbernya.
“Fenomena hoax ini sudah mewabah di berbagai daerah dan melibatkan berbagai kegiatan, baik dari produksi maupun penyebaran konten berita,” ujarnya. 
Masyarakat Indonesia saat ini umumnya senang berbagi informasi yang dibarengi dengan perkembangan teknologi digital yang penetrasinya hingga berbagai kalangan, peredaran informasi menjadi kian sulit terbendung.
“Sedikitnya 170 juta masyarakat Indonesia memiliki minimal satu ponsel atau setidaknya satu SIM card. Dengan demikian, mereka bisa berbagi informasi dengan cepat. Media sosial dan aplikasi pengirim pesat cepat (chat apps) menjadi media favorit,” ujarnya. fb

 

NERACA

Jakarta - Dewan Pers mendukung masyarakat anti hoax sebagai upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, dan sekaligus membantu pemerintah dalam mencegah peredaran berita bohong. Adapun langkah yang dilakukan Dewan Pers adalah melakukan filter dan verifikasi media pemberitaan, untuk memastikan media mana yang kredibel atau "abal-abal".

Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dalam diskusi medsos media civic Education (SMCE) bertema “Optimalisasi Peran Pers Melalui Literasi Media dalam Menangkal Propaganda Radikalisme, Separatisme, dan Komunisme” bersama staf ahli menteri bidang komunikasi dan media massa Kemenkominfo Gun Gun Siswandi di Jakarta, Kamis (23/2), mengungkapkan, bahwa media sosial (medsos) yang sebelumnya sebagai sarana komunikasi dan silahturahmi masyarakat penggunanya, kini berubah fungsi menjadi penyebar hoax.

“Kini, media sosial berubah fungsi menjadi ajang orang bertikai, berita hoax marak. Sejumlah orang membuat akun-akun palsu. Bahkan, 85% wartawan saat ini memilih jalan paling mudah untuk menulis, menukar ide berita sekaligus memverifikasi sebuah fakta hanya dengan mengandalkan sumber media sosial,” ujarnya. 

Tentang masyarakat anti hoax, menurut dia, inisiatif semacam ini bakal membantu pemerintah dalam mencegah peredaran hoax karena masyarakat bisa berperan aktif sebagai garda depan dengan menyaring mana informasi yang benar dan mana yang tidak.

“Dewan Pers saat ini sedang menjalankan filter dan verifikasi media pemberitaan, untuk memastikan mana saja yang sungguhan atau media yang abal-abal. Dalam verifikasi itu, kami akan memberikan label kepada QR Code untuk media yang lolos verifikasi,” ujar Stanley, panggilan akrab Yosep Adi Prasetyo.

Gun Gun Siswandi mengatakan, isu soal hoax tidak hanya menjadi permasalahan di Tanah Air, tetapi menjadi isu global. Penyelesaian terhadap maraknya hoax juga tak melulu harus diselesaikan pemerintah, tetapi bisa mengadopsi cara penyelesaian di luar pemerintah.

“Komunikasi pun dilakukan pemerintah, lewat Kominfo, dengan berbagai pihak dari luar, seperti Facebook dan Google. Kerja sama dilakukan untuk menyaring konten dan beragam informasi,” tutur dia. 

Terkait regulasi, peredaran informasi agar tidak liar, menurut Gun Gun dapat dilakukan sesuai koridor Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) bagi media massa. Sanksi bagi penyebar informasi hoax bisa dikenakan hukuman sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Tapi, kini pemerintah fokus pada "hulu", bukan hanya pembatasan atau pemblokiran, melainkan lebih kepada literasi masyarakat. Makanya kami meng-encourage (mendorong), mempromosikan semua lapisan masyarakat, memiliki etika bagaimana memanfaatkan media sosial,” ujarnya. 

Dia menilai bahwa hoax berarti disinformasi berupa berita yang berasal dari media "abal-abal". Tak hanya itu, berita hoax dapat berupa meme hasil rekayasa, informasi atau pengetahuan rekaan yang tidak jelas sumbernya.

“Fenomena hoax ini sudah mewabah di berbagai daerah dan melibatkan berbagai kegiatan, baik dari produksi maupun penyebaran konten berita,” ujarnya. 

Masyarakat Indonesia saat ini umumnya senang berbagi informasi yang dibarengi dengan perkembangan teknologi digital yang penetrasinya hingga berbagai kalangan, peredaran informasi menjadi kian sulit terbendung.

“Sedikitnya 170 juta masyarakat Indonesia memiliki minimal satu ponsel atau setidaknya satu SIM card. Dengan demikian, mereka bisa berbagi informasi dengan cepat. Media sosial dan aplikasi pengirim pesat cepat (chat apps) menjadi media favorit,” ujarnya. fb

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…