Jadi Penggerak Perdagangan - Kemenperin Usul Pemotongan PPh Industri Berorientasi Ekspor

NERACA

Jakarta – Produk industri dalam negeri dipacu agar lebih berdaya saing sehingga mampu menjadi pemenang perdagangan di kancah global. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian tengah mengusulkan insentif berupa pemotongan pajak penghasilan (PPh) untuk industri padat karya yang berorientasi ekspor.

“Kami usulkan potongannya lima persen. Namun syaratnya adalah potongan tersebut digunakan untuk investasi, bukan untuk deviden, sehingga dapat mendorong ekspansi. Hal ini akan kami bahas dengan Kementerian Keuangan pada minggu depan. Bentuknya bisa tax allowance,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seusai menjadi pembicara pada Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Jakarta, sebagaimana disalin dari keterangan resmi.

Airlangga menyebutkan, industri padat karya berorientasi ekspor yang sedang didongkrak kinerjanya, antara lain sektor industri tekstil dan produk tekstil, industri alas kaki, industri pengolahan ikan dan rumput laut, industri aneka (mainan anak, alat pendidikan dan olah raga, optik, alat musik), industri farmasi, kosmetik dan obat tradisional, serta industri kreatif (kerajinan, fashion, perhiasan).

Selanjutnya, industri barang jadi karet (ban kendaraan bermotor dan rethreading ban pesawat terbang), industri elektronik dan telematika (multimedia, software), industri furniture kayu dan rotan, serta industri makanan dan minuman (turunan CPO, olahan kopi, kakao).

Kemenperin mencatat, perdagangan luar negeri Indonesia secara global, didominasi ke Asia sebesar 60,93 persen. Selanjutnya, ke Amerika sekitar 12,49 persen, Eropa 11,45 persen, Australia 11,07 persen, dan Afrika 3,51 persen. “Kami akan mendorong peningkatan ekspor produk industri Indonesia ke negara-negara Eropa dan memanfaatkan peluang ke Australia,” ujarnya.

Airlangga menyampaikan, beberapa negara yang industrinya cukup maju sangat protektif untuk melindungi pasar dalam negeri dengan menerapkan banyak instrumen Non Tariff Measures (NTMs). “Indonesia masih terbilang terbuka, karena secara total NTMs tahun 2016, Indonesia hanya menerapkan 272 pos tarif. Sedangkan, Uni Eropa sebanyak 6.805, Amerika Serikat 4.780, Tiongkok 2.194, dan Jepang 1.294 pos tarif," sebutnya.

Untuk itu, lanjut Airlangga, pihaknya bersama kementerian terkait lainnya akan lebih memperhatikan pemanfaatan NTMs sebagai proteksi perdagangan produk domestik, agar tetap kompetitif baik di pasar dalam dan luar negeri. “Salah satunya melalui anti dumping. Indonesia saat ini baru menerapkan anti dumping sekitar 48 pos tarif, sedangkan Uni Eropa sebanyak 287, Amerika Serikat 229, Tiongkok 101, dan India 280 pos tarif,” ungkapnya.

Sejalan dengan itu, Presiden Joko Widodo meminta kepada kementerian terkait untuk menurunkan rata-rata tarif bea masuk impor, khususnya bahan baku yang akan digunakan pada produk ekspor. Minimal tarifnya setara dengan Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat, dengan rata-rata tarif 6-2 persen.

Saat ini, bea masuk Indonesia berkisar delapan persen, tergolong setara dengan Tiongkok yang rata-rata 10 persen dan India 12 persen. “Hal ini diharapkan pula semakin menguatkan produktivitas industri dalam negeri. Selain itu, produk bisa lebih berdaya saing dengan negara tujuan ekspor,” tegasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan banyak pasar baru untuk tujuan ekspor Indonesia yang saat ini tidak digarap alias tidak diurus padahal potensinya sangat besar. Presiden meminta agar Kemendag atau instansi berwenang lainnya tidak membiarkan pelaku-pelaku usaha swasta menerobos sendiri ke pasar baru itu karena sangat mahal biayanya.

"Pasar-pasar baru banyak sekali yang tidak pernah diurus, misalnya Afrika, padahal yang lain sudah masuk. Negara lain pasti negara dulu yang hadir, ada market intelijen yang dilakukan di sana, setelah itu negara masuk melihat," kata Presiden Jokowi ketika membuka rapat kerja Kementerian Perdagangan di Istana Negara Jakarta, sebagaimana disalin dari Antara, kemarin.

Presiden meminta Kemendag dan instansi lain melakukan penetrasi ke pasar-pasar tujuan ekspor yang baru dan tidak berkutat pada pasar tradisional atau lama. "Kita selalu berkutat pada pasar-pasar tradisional atau lama kita, ke Amerika, Jepang China, Eropa, kita ngerti pasar itu gede dan harus dipelajari produk-produk apa yang bisa kita masukkan di pasar-pasar yang sudah ada itu," katanya.

Presiden juga meminta Indonesia Trade promotion center ( ITPC) agar melakukan inovasi dan pembaruan. "Harus dilakukan terobosan, bagaimana ITPC bisa bernegosiasi, bisa bertransaksi," katanya.

Mengenai besarnya potensi pasar baru, Presiden mencontohkan kawasan Afrika. Potensi pasar Afrika ada 550 miliar dolar AS, sementara nilai ekspor Indonesia baru 4,2 miliar dolar AS.

BERITA TERKAIT

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…

BERITA LAINNYA DI Industri

Kunci Cermat Bermedia Sosial - Pahami dan Tingkatkan Kompetensi Platform Digital

Kecermatan dalam bermedia sosial sangat ditentukan oleh pemahaman dan kompetensi pengguna terkait platform digital. Kompetensi tersebut meliputi pemahaman terhadap perangkat…

IKM Tenun Terus Dipacu

NERACA Jakarta – Dalam menjaga warisan budaya nusantara, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pengembangan sektor industri kerajinan dan wastra…

PLTP Kamojang Jadi Salah Satu Rujukan Perumusan INET-ZERO

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah menyusun Dokumen…