Cabai pun Harus Impor

 

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

Sejak bulan Desember lalu harga cabai rawit merah sudah bergerak liar. Dibeberapa tempat harga cabai sempat menyentuh Rp220 ribu per kg. Selang dua bulan kemudian, ternyata buruknya cuaca membuat harga terus menukik naik. Diprediksi sampai pertengahan Maret harga cabai rawit merah rata-rata bisa diatas Rp160 ribu per kg. Benarkah cuaca buruk menjadi sebab utama? Tepatkah solusi impor?

Segala cara ditempuh oleh Pemerintah, khususnya Menteri Pertanian untuk menurunkan harga. Mulai dari pemberian bibit cabai ke rumah-rumah, hingga seruan bagi ibu-ibu untuk mengurangi make up dan mulai menanam cabai. Bisa ditebak, seruan Menteri Pertanian tidak punya dampak. Masalah cabai mirip dengan masalah daging sapi, akarnya ada pada salah kelola. Saat itu harga daging menembus Rp120 ribu per kg dan hingga sekarang belum ada tanda-tanda turun. Kran impor dibuka, awalnya impor daging kerbau lalu impor jeroan. Diakhir cerita, kran impor dibuka lebar, namun harga tak kunjung turun.

Dibeberapa daerah seperti Jawa Timur, cabai asal China dan India mulai menyerbu pasar tradisional. Kendati rasa dan bentuknya berbeda dari cabai lokal tetap saja keberadaan cabai impor perlahan jadi substitusi cabai di pasaran apalagi harganya bisa dipatok dibawah Rp50 ribu per kg. Masalahnya keberadaan cabai impor jelas mengancam penghasilan petani. Disisi yang lain harga cabai rawit yang mahal ternyata tidak menguntungkan petani. Banyak petani mengalami kerugian akibat cabai cepat busuk di musim hujan. Sementara kran impor cabai asal China dan India memukul telak petani cabai. Pedagang cabai impor yang bersorak sorai.

Jelas solusi membuka kran impor cabai merupakan keputusan yang buruk, dan Pemerintah terasa melepas tanggung jawab. Kebijakan impor membuat sektor pertanian makin lemah. Orang cenderung berbondong-bondong untuk memilih jadi importir cabai dibanding berinvestasi di sektor pertanian. Ahirnya akar masalah cabai terlupakan, terutama di sisi distribusi. Masalah ini gagal dipahami oleh Kementerian Pertanian. Distribusi masih amburadul dengan panjangnya rantai pasokan hingga ke pasar. Terlalu banyak rente yang bermain mulai dari tengkulak di level petani sampai penguasaan pasokan cabai oleh sekelompok mafia di pasar-pasar tradisional. Sementara itu keberpihakan Pemerintah bagi petani cabai di daerah sangat minim.

Jadi sudah jelas bahwa mahalnya harga pangan dan serbuan pangan impor jadi pertanda kegagalan kebijakan pertanian kita. Hampir semua komoditas pangan di impor mulai dari jagung, singkong sekarang cabai padahal kita mampu memproduksi sendiri. Cerita sedih akan terus berlanjut ditengah kebutuhan pangan yang tumbuh pesat, sementara sektor pertanian dibiarkan mati suri. Kalau si pembuat kebijakan tidak sadar dan bertaubat maka dalam waktu 10 tahun lagi Indonesia akan sangat bergantung pada pangan impor. Dalam kondisi tersebut maka kedaulatan pangan dan swasembada hanyalah dongeng.

 

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…