Penerapan Perma Korporasi Butuh Keberanian Penegak Hukum

Penerapan Perma Korporasi Butuh Keberanian Penegak Hukum

NERACA

Jakarta - Penerapan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 13 tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi membutuhkan keberanian dari para penegak hukum yaitu Polri, KPK, Kejaksaan dan hakim untuk benar-benar menerapkannya.

"Dibutuhkan keberanian penegak hukum jangan ragu-ragu terhadap korporasi, apakah korporasi memenuhi unsur-unsur tindak pidana atau tidak karena dalam pengalaman bisa korporasi itu bisa pasif menerima (keuntungan) atau bisa juga aktif memberi suap misalnya dengan tidak langsung," kata Hakim Agung Suhadi yang juga Juru Bicara MA dalam seminar "Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dan Impelemntasi Perma No 13 tahun 2016" di Jakarta, Selasa (21/2).

Pada 29 Desember 2016 lalu, MA menerbitkan Perma Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi berisi pedoman yang jelas dan tegas bagi penegak hukum dalam penanganan kejahatan korporasi.

"Misalnya ada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memberikan diberikan sesuatu dan katanya hanya untuk perayaan perkawinan putranya, tapi di buku perusahaan ada uang yang keluar. Ini rentetan korporasi yang tidak kelihatan memberikan uang tapi ada pembukuan untuk keperluan pemberian itu artinya sudah melakukan tindak pidana hukum," tambah Suhadi.

Suhadi menilai korporasi yang dapat dipidanakan dengan berpedoman pada Perma tersebut adalah korporasi yang mendapat keuntungan dari perbuatan-perbuatan pidana tanpa melakukan tindakan pencegahan terhadap perbuatan itu, baik melakukan penyuapan atau membakar hutan bila merujuk UU Lingkungan Hidup.

Wakil Ketua MA bidang Yudisial Syarifuddin menyatakan Perma tersebut penting karena selama ini hanya sedikit penegak hukum yang menjadikan korporasi sebagai pelaku."Karena hukum acara kita sendiri yaitu KUHAP tidak tidak mengatur diajukannya korporasi sebagai pelaku, yang diatur adalah orang perseorangan karena ada anggapan yang melakukan tindak pidana itu orang, sedangkan korproasi tidak punya mens rea (niat jahat)," kata Syarifuddin.

“Untuk itu MA mengeluarkan Perma untuk mengatur perbuatan apa saja yang menjadi ukuran perbuatan yang dilakukan korporasi sehingga mempunyai 'mens rea' dan 'actus reus' (perbuatan), harapannya perma dipahami betul oleh masyarakat, aparat penegak hukum dan hakim," tambah Syarifuddin.

Perma itu sendiri tidak menentukan sanksi bagi korporasi karena sanksi tersebut diatur dalam hukum materiil yaitu Undang-undang."Seperti korporasi itu hanya bisa dihukum hukuman denda, tapi dari UU pencucian uang dan UU tindak pidana korupsi, keuntungan dari korporasi dapat diambil dan bahkan sampai hukuman mati pun bisa, dalam arti bahwa bisa perusahaan itu dalam putusan hakim ditutup karena melakukan suatu tindak pidana yang berat karena melibatkan korporasi sebagai subjek hukum," tambah Suhadi.

Sedangkan Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan mengatakan korporasi yang dijerat dapat diambil asetnya."Kita bisa manfaatkan perma itu ini berkaitan dengan 'asset recovery'. Kalau sekarang korporasinya dijerat, disita, diberikan denda tinggi, sama dengan bagian dari 'asset recovery'. Dendanya untuk negara, karena pemberantasan korupsi diharapakan pengaruhnya pada pembangunan ekonomi dan dengan negara yang makin bersih diharapkan investor makin tertarik berbisnis dan bisnis jadi sehat," kata Agustinus.

Perma No 13 tahun 2016 itu mengindentifkasi kesalahan korporasi baik berbentuk kesengajaan maupun karena kelalaian yaitu Pertama, apabila kejahatan dilakukan untuk memberikan manfaat atau keuntungan maupun untuk kepentingan korporasi. Kedua, apabila korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana. Ketiga, apabila korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan termasuk mencegah dampak yang lebih besar setelah terjadinya tindak pidana.

Bila penegak hukum menemukan bukti bahwa pemegang saham, atau anggota direksi atau komisaris bahkan pegawai rendahan sekalipun melakukan tindak pidana untuk kepentingan korporasi dan korporasi menerima keuntungan dari tindakan tersebut maka dapat diindikasikan korporasi telah melakukan tindak pidana.

Dalam Perma juga ditentukan penyesuaian identitas korporasi dalam surat panggilan, surat dakwaan dan surat putusan terhadap korporasi, sehingga proses penanganan korporasi lebih memberikan kepastian hukum. Selanjutnya, aset korporasi yang digunakan sebagai alat atau dari hasil kejahatan juga dapat segera dijual melalui lelang meskipun belum ada putusan pengadilan.

Ketentuan ini tidak saja menguntungkan Penyidik atau jaksa penuntut umum dalam mengelola barang sitaan namun juga menyelematkan tersangka atau terdakwa dari risiko kerugian karena penurunan nilai ekonomis dari barang yang digunakan sebagai jaminan pembayaran pidana denda atau uang pengganti. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…