Presiden Khawatir dengan Inflasi 2017

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Presiden Joko Widodo mengaku khawatir dengan realisasi laju inflasi pada 2017 akan lebih besar dibanding 2016 yang mencapai 3,02 persen. "Saya khawatir tahun ini kalau kita tidak hati-hati, kita tidak bisa mempertahankan di angka 3-3,5 persen," kata Presiden Jokowi ketika membuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan Tahun 2017 di Istana Negara Jakarta, Selasa (21/2).

Ia meminta kementerian Perdagangan agar terus memantau ketersediaan bahan-bahan pokok sehingga harga-harga bisa dikendalikan. "Sekali lagi, agar angka inflasi yang 3,02 persen betul-betul terus dilihat," ujar Presiden Jokowi.

Meskipun APBN 2017 menetapkan asumsi inflasi sebesar 4,0 persen namun Presiden Jokowi menginginkan agar inflasi 2017 lebih rendah dari 2016. "Target saya harus selalu turun-turun terus karena di negara-negara yang sudah stabil, inflasi paling 0 koma sampai satu persen, masa kita yang dulu-dulu sampai 8-9 persen, bahkan lebih, ini harus dikendalikan," ucap Jokow, menegaskani.

Ia meminta Kementerian Perdagangan terus melakukan tugasnya terkait dengan urusan stok barang, terutama bahan-bahan pokok. "Tolong dari hari ke hari, jam ke jam dan detik ke detik dipantau terus," katanya. Jokowi meminta Kemendag membangun sistem aplikasi pemantauan harga dari daerah hingga pusat. "Buat aplikasi itu murah, hanya jutaan, nggak sampai miliaran rupiah, itu untuk menghimpun informasi harga-harga dari daerah sampai ke pusat," tutur Jokowi.

Menurut dia, dengan adanya sistem pemantauan harga maka gejolak harga dapat diantisipasi beberapa bulan sebelumnya. "Kalau ada gejolak, sebulan dua bulan sebelumnya sudah bisa kita prediksi, bisa diantisipasi, tidak setelah kejadian baru 'grobyakan', pontang-panting karena nanti yang namamnya stok akan menyangkut stabilitas harga," imbuhnya.

Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi juga meminta para pegawai Kemendag bekerja dengan kalkulasi yang rinci. "Saya ingatkan agar bekerja dengan kalkulasi, rinci, tidak teoritis di dalam kantor, detil, terhitung," katanya.

Bank Indonesia (BI) menyatakan, fundamental perekonomian Indonesia secara umum dalam keadaan baik. Akan tetapi, masih ada tantangan yang harus dihadapi ekonomi Indonesia tahun 2017. Tantangan tersebut salah satunya berasal dari dalam negeri sendiri, yakni inflasi. Bank sentral memperkirakan, inflasi pada tahun 2017 akan lebih tinggi dibandingkan inflasi pada tahun 2016.

Secara keseluruhan tahun 2016, inflasi tercatat sebesar 3,02 persen. Bank sentral memantau, terjadi tekanan inflasi dimulai dari awal tahun 2017 ini. “Ada kenaikan, beberapa penyebabnya seperti administered prices (komponen harga yang diatur pemerintah), biaya (administrasi) STNK, tarif listrik, pulsa telepon yang menyebabkan sumbangan inflasi tinggi," jelas Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Yoga Affandi.

Meskipun demikian, bank sentral tetap menargetkan inflasi pada kisaran 4 plus minus 1 persen tahun ini. Dengan adanya penyesuaian pada komponen administered prices, maka langkah yang ditempuh agar inflasi tetap terkendali adalah dengan menjaga stabilitas komponen pangan yang bergejolak atau volatile food.

Menurut Yoga, karakteristik inflasi di negara berkembang adalah sebagian besar inflasi disumbang oleh komponen makanan. Komponen ini sebagian besar berasal dari keranjang konsumsi makanan masyarakat. Oleh sebab itu, dengan pengendalian inflasi komponen pangan, BI ingin Indonesia masuk ke rezim era inflasi rendah. Pasalnya, inflasi menjadi indikator fundamental terkait kesejahteraan masyarakat.

Sebelumnya, Gubernur BI Agus DW Martowardojo juga memberi penjelasan terkait potensi kenaikan inflasi pada tahun 2017, khususnya terkait imbas penyesuaian komponen administered prices. Menurut Agus, penyesuaian tersebut adalah hal baik. "Ini menunjukkan pemerintah akan melanjutkan reformasi di subsidinya. Reformasi di subsidi energi itu nanti tentu akan menciptakan inflasi dan inflasi itu kita yakini sifatnya satu kali," jelas Agus.

Agus pun menyatakan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintah terkait penyesuaian pada komponen administered prices dan kemungkinan imbasnya pada inflasi. Salah satu upayanya adalah dengan menjaga harga pangan strategis di bawah 4 hingga 5 persen tahun ini.

BERITA TERKAIT

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global

Thailand Industrial Business Matching 2024 akan Hubungkan Industri Thailand dengan Mitra Global NERACA Jakarta - Perekonomian Thailand diperkirakan akan tumbuh…

SIG Tingkatkan Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Menjadi 559 Ribu Ton

  NERACA  Jakarta – Isu perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian dunia, dengan…

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta

Tumbuh 41%, Rukun Raharja (RAJA) Cetak Laba USD8 Juta NERACA Jakarta - PT Rukun Raharja, Tbk (IDX: RAJA) telah mengumumkan…