Simalakama Kisruh Freeport

 

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

Perubahan dari kontrak karya ke IUPK (Izin usaha pertambangan khusus) menuai polemik panjang. Antara Freeport dan Pemerintah berakhir dengan saling ancam. Maklum kontrak karya (KK) akan habis tahun 2021. Segala cara dihalakan oleh Freeport, termasuk menggunakan pekerja sebagai tameng negosiasi. Dalam beberapa hari terakhir Freeport telah merumahkan sebagian karyawan. Ancaman berlanjut saat CEO Freeport McMoran, Richard Adkerson akhirnya berkunjung ke Indonesia. Dalam keterangan persnya, Freeport memberikan waktu 120 hari jika tidak terjadi kesepakatan maka masalah ini akan dibawa ke Arbitrase Internasional.

Tak gentar menghadapi ancaman, Menteri ESDM Jonan malah berbalik menuding Freeport yang mencari kisruh berkepanjangan. Pokok masalahnya menjadi buyar. Publik pun dibuat bingung. Maklum masalah Freeport adalah masalah multi-kepentingan, terdapat banyak kepentingan yang bermain.

Masalah Freeport pun bagaikan buah simalakama. Disatu sisi jika izin ekspor konsentrat mentah diberikan ke Freeport, maka kerugian besar ada dipihak Indonesia. Klaim kontribusi Freeport ke Indonesia sejak tahun 1992 sebesar Rp241 triliun yang terdiri dari royalti, pajak dll sangat kecil. Jika dibandingkan kerugian eksploitasi alam yang besar di bumi Papua selama beberapa dekade, maka nominal Rp241 triliun tidaklah sebanding.

Selain itu pemberian izin ekspor konsentrat mentah sangat merugikan pengusaha smelter. Padahal Pemerintah sejak adanya UU Minerba tahun 2009 lalu terus menerus mendorong perusahaan tambang untuk punya smelter. Investor asing pun tergiur dengan janji Pemerintah, tak heran apabila selama kurun waktu 5 tahun terakhir investor menanamkan dana US$22 miliar untuk membangun smelter. Ada 32 smelter yang telah beroperasi di Indonesia. Sebagian besar investor smelter berasal dari China.

Apabila Pemerintah akhirnya tunduk pada kepentingan Freeport, maka investor smelter dapat melakukan gugatan ke arbitrase internasional. Kondisi saling gugat di arbitrase internasional sangat disayangkan. Disinilah perang kepentingan Amerika Serikat dan China pecah, dan Pemerintah Indonesia terjepit ditengah-tengah. Saat ini kondisinya Pemerintah Indonesia bisa menghadapi dua gugatan sekaligus di arbitrase internasional, yaitu Freeport dan Pengusaha Smelter. Biaya denda akibat gugatan keduanya pun cukup besar.

Untuk itu sikap yang harus dilakukan Pemerintah harus sangat hati-hati. Dalam hal ini Pemerintah harus berjalan sesuai konstitusi dengan menegakkan aturan yang sudah ada. Freeport perlu tunduk pada aturan kewajiban divestasi hingga 51% dan pembangunan smelter dipercepat. Keberpihakan Pemerintah wajib tegas pada penambahan nilai hasil tambang. Tanpa keberpihakan yang jelas, posisi Pemerintah akan terus dipermainkan oleh perusahaan asing. Kita semua berharap akhir cerita tidak dimenangkan oleh Freeport sehingga Indonesia akan keluar dari kutukan sumber daya alam yang membuat ekonomi tergantung pada komoditas mentah.

 

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…