Legislator Soroti Permasalahan Kerugian Negara

Legislator Soroti Permasalahan Kerugian Negara

NERACA

Jakarta - Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi menyoroti permasalahan kerugian negara yang perlu dioptimalkan pengembaliannya dalam penanganan beragam kasus korupsi, termasuk pula terkait dengan alokasi penggunaan anggaran dari sejumlah penegak hukum.

"Kerugian negara adalah domain Kejaksaan dan KPK. Tugas DPR selalu mempertanyakan, setiap ada rapat dengan Kejaksaan dan KPK bagaimana persoalan mengembalikan uang negara, kerugian uang negara tersebut," kata Taufiqulhadi dalam rilis, di Jakarta, Jumat (17/2).

Menurut dia, prosedur pengumpulan bukti yang dilakukan KPK dinilai masih terlalu banyak memakan anggaran sehingga di beberapa kasus, sering kali biaya penelusuran bukti lebih besar daripada dampak kerugian negara.

Politisi Partai Nasdem itu juga mengemukakan, penanganan kerugian negara tidak selayaknya merugikan anggaran negara, misalnya banyak pembiayaan KPK pada penanganan sebuah kasus lewat penyadapan. Taufiqulhadi menilai penanganan kasus pada kejaksaan lebih efektif karena kasus yang diselesaikan kejaksaan menggunakan dana yang sangat rendah serta dengan anggaran yang sangat rendah pula.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengemukakan, Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) No 4 Tahun 2016 yang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara hanyalah dinilai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus direvisi agar menjadi semakin jelas.

Siaran pers ICW yang diterima di Jakarta, Jumat (20/1), menyatakan, Surat Edaran MA No 4/2016 disebutkan bahwa, instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional, artinya badan-badan audit lain selain BPK, tidak berwenang menyatakan ada atau tidaknya kerugian negara.

Dengan demikian, badan-badan audit lainnya, termasuk BPKP, dinilai hanya berwenang mengaudit dan memeriksa pengelolaan keuangan negara. Padahal, ICW menegaskan bahwa peran institusi lain di luar BPK untuk menyatakan kerugian negara adalah kebutuhan mendesak dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya pada upaya pembuktian di pengadilan.

Berdasarkan hasil pemantauan ICW pada semester awal tahun 2016, sekitar 76,56 persen atau 294 terdakwa dijerat menggunakan pasal 3 UU Tipikor, pasal yang berhubungan dengan kerugian negara. Pedoman itu juga dinilai berpotensi menimbulkan multitafsir perihal institusi mana yang berwenang menghitung kerugian negara, guna pembuktian di pengadilan.

Dikhawatirkan upaya perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP (institusi diluar BPK) kembali menuai perdebatan. Padahal, ada banyak catatan keberhasilan mereka dalam melakukan perhitungan kerugian negara kasus besar dan terbukti di pengadilan, sebut saja kasus e-KTP dengan potensi kerugian negara Rp2,3 triliun yang segera dilimpahkan ke pengadilan.

Perdebatan mengenai kewenangan BPKP melakukan audit dan memberikan pendapat tentang ada atau tidaknya kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi pernah terjadi pada tahun 2012, ketika ada permohonan pengujian materi ke Mahkamah Konstitusi terkait kewenangan BPKP menetapkan kerugian keuangan negara melalui penerbitan LHPKKN (Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara).

Hasilnya, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan itu dengan beberapa pertimbangan, karena tindakan KPK untuk berkoordinasi dengan institusi lain seperti BPKP dinilai tidak bertentangan dengan konstitusi. Hal tersebut justru dipandang sebagai upaya mengefektifkan fungsi dan kewenangannya untuk memberantas korupsi. Ant

 

BERITA TERKAIT

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Grab Raih Sertifikat Kepatuhan Persaingan Usaha

NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…

KPK: Anggota Dewan Harus Mewariskan Budaya Antikorupsi

NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…

KPPU: Skema Denda di UU Cipta Kerja Guna Beri Efek Jera

NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…