ANGGOTA DPR KECEWA KEPUTUSAN MENTERI ESDM - Freeport Tolak Perubahan Statusnya

ANGGOTA DPR KECEWA KEPUTUSAN MENTERI ESDM
Freeport Tolak Perubahan Statusnya 
Jakarta -PT Freeport Indonesia secara terbuka menyatakan tidak menerima perubahan status dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Bukan hanya soal prinsip perpajakan dari naildown menjadi previling yang ditolak Freeport dalam aturan IUPK, tetapi juga Freeport menolak kewajiban untuk melakukan divestasi saham hingga 51% ke pemerintah Indonesia.
NERACA
Presiden PT Freeport Indonesia (FI) Chappy Hakim menegaskan, pihaknya tidak akan melepaskan 51% sahamnya ke pemerintah Indonesia. Pasalnya jika hal itu dilakukan, maka Freeport tidak memiliki kendali atas pertambangannya. “Freeport tidak akan beri 51% karena bisa kehilangan pengendalinya,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip laman aktual.com,  Selasa (14/2).
Jurubicara PT FI Riza Pratama juga menegaskan, bahwa sesuai kontrak karya (KK) yang ditandatangani Freeport dan pemerintah pada tahun 1991, pihaknya setuju untuk divestasi saham 30% karena memang diwajibkan melepas 30% sahamnya kepada pihak Indonesia.  "Kami sudah setuju untuk divestasi sampai sebesar 30%,” ujarnya. 
Secara terpisah, anggota Komisi VII DPR-RI Ramson Siagian merasa kecewa terhadap Menteri ESDM Ignasius Jonan seiring dengan penolakan PT FI atas status izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang telah dikeluarkan oleh Kementerian ESDM. 
Pasalnya sejak awal, Ramson mengaku dirinya ingin melakukan pendalaman mengenai PP No 1 Tahun 2017 yang diterbitkan pemerintah untuk mengubah KK menjadi IUPK, namun Jonan menolak hal itu. Sehingga dengan penolakan yang dilakukan Freeport menunjukan PP tersebut justru memunculkan masalah baru.
“Makanya PP dan Permen yang dikeluarkan pemerintah tidak memecahkan masalah, malah timbul masalah baru. Kita waktu rapat di Komisi VII DPR waktu mendalami PP 1/2017, beliau ngotot tidak boleh lagi mendalami PP,” ujar Ramson. 
Sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM yang menyetujui perubahan status KK milik Freeport menjadi IUPK. Berdasarkan Keterangan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, bahwa Kepmen tersebut didasari surat permohonan Freeport pada 26 Januari 2017
“Kementerian ESDM telah menyetujui perubahan KK PT Freeport Indonesia dan PT Amman Nusa Tenggara menjadi IUPK. Tentunya perubahan ini merupakan suatu milestone penting dari implementasi PP No 1 Tahun 2017,” ujarnya di Kementerian ESDM, Jumat (10/2). Selanjutnya, persetujuan perubahan entitas kontrak yang terhitung 10 Februari 2017, pemerintah memberi waktu bagi Freeport untuk melakukan respon.
Namun, Chappy Hakim mengatakan pihaknya tidak menyetujui usulan perubahan kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi.  Karena klausul di dalam IUPK tidak sesuai dengan keinginan Freeport.
Diantaranya keberatan bagi Freeport terhadap PP No 1/2017  dimana mengharuskan Freeport melakukan divestasi atau penjualan saham hingga 51%. “Freeport tidak akan beri 51% karena bisa kehilangan pengendalinya,” ujar Chappy.
Pemerintah memang sudah menerbitkan IUPK kepada PT FI. Akan tetapi, perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) itu menolak untuk ikut ketentuan pajak yang ditetapkan pemerintah Indonesia, yakni dapat berubah (prevailing).
Saat ini, PT FI terganjal persoalan ekspor konsentrat tembaga. Untuk mendapat izin ekspor, perusahaan tambang itu harus melampirkan kemajuan pembangunan smelter. Sedangkan smelter yang direncanakan dibangun dan merupakan perluasan smelter mereka di Gresik, Jawa Timur, membutuhkan investasi US$2,3 miliar atau setara Rp 29,9 triliun.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, kontrak dengan Freeport menyangkut banyak hal, bukan saja dari sisi pajak. Anak usaha dari Freeport McMoran itu harus konsisten dengan peraturan yang tertuang dalam IUPK karena sudah melepas status dari sebelumnya KK.
"Di dalam Undang-Undang (UU) Minerba, sudah diamanatkan apapun bentuk kerja sama antara pemerintah dan para pengusaha, penerimaan negara harus dijamin lebih baik, membela kepentingan RI, seperti pajak, royalti, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kewajiban divestasi, bangun smelter," tutur dia di Jakarta, Senin (13/2).
Kepastian Berusaha 
Menurut Sri Mulyani, pemerintah juga berkewajiban memberikan kepastian kepada para pengusaha sehingga mereka dapat merencanakan bisnis dengan tepat. Tanggungjawab terhadap para stakeholders pun harus diperhatikan.
"Ini yang sekarang sedang dilakukan pemerintah di Kementerian ESDM, dan kami di Kemenkeu menghitung kewajiban serta membandingkan jumlah penerimaan negara yang didapat dari status Freeport KK dengan IUPK," ujarnya. 
Pada intinya, Sri Mulyani menegaskan sebuah kontrak kerja sama, sebagai contoh IUPK harus memberikan kepastian usaha dan menjaga kepentingan negara ini dengan baik.  "Jadi kepastian bagi Republik ini mendapatkan haknya lebih baik, tapi kepastian juga buat mereka supaya merencanakan investasi dalam jangka panjang dan signifikan jumlahnya baik di hulu pertambangan maupun hilirnya," ujarnya. 
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengakui pemerintah akan mendiskusikan permintaan Freeport Indonesia tersebut. Karena saat ini, pemegang IUPK harus membayar penerimaan negara sesuai UU Minerba. "Ketentuannya pemegang izin harus mengikuti peraturan perundang-undangan dalam hal penerimaan negara. Nanti kita diskusikan," ujarnya. 
Sebelumnya, meski sudah berstatus IUPK, Freeport meminta kewajiban membayar pajak bersifat naildown atau tetap sampai kontrak berakhir sesuai dengan isi KK sebelumnya. Apabila mengikuti aturan yang ada, Freeport harus mengikuti aturan pajak yang berlaku. Jadi, pajak dan royalti yang dibayar Freeport dapat berubah-ubah sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.
Tidak hanya itu. PT FI berencana menurunkan produksi hingga 40% jika pemerintah Indonesia tidak memberikan izin ekspor mineral olahan (konsentrat) dalam waktu dekat.
Juru bicara PT FI Riza Pratama mengatakan, ‎apabila perusahaan tidak mendapatkan izin ekspor, maka itu akan mempengaruhi kegiatan produksi. Sebab, saat ini tempat penyimpanan mineral sudah hampir penuh. ‎"Kalau produksinya sudah mendekati (penuh gudangnya)‎," ujarnya. 
Dia mengungkapkan, penurunan produksi sebesar 40% menyesuaikan dengan kapasitas fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di Gresik yang mencapai 1 juta ton. "Ya, kan, tentunya nanti kalau kita tidak bisa ekspor kan tentu kita akan menurunkan produksi kita sampai 40%. Hanya 40% karena sesuai dengan smelter kita. Nantinya tentu ada beberapa cost yang dikurangi," ujarnya. 
Namun demikian, pihak manajemen PT FI berharap langkah itu tidak membuat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). "Mudah-mudahan tidak sampai ke situ (PHK). Itu dalam waktu lama tidak terjadi apa-apa, kita bisa turun sampai 60%," ujar Riza.
Freeport belum akan mengajukan izin ekspor karena terkait syarat kepastian perpajakan dan perpanjangan operasi belum dikabulkan pemerintah. Sebelumnya, selain memasok konsentrat ke PT Smelting, Freeport juga mengekpor konsentrat tembaga rata-rata sebanyak 500.000 ton setiap enam bulan sesuai masa izin ekspor. bari/mohar/fba

Jakarta -PT Freeport Indonesia secara terbuka menyatakan tidak menerima perubahan status dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Bukan hanya soal prinsip perpajakan dari naildown menjadi previling yang ditolak Freeport dalam aturan IUPK, tetapi juga Freeport menolak kewajiban untuk melakukan divestasi saham hingga 51% ke pemerintah Indonesia.

NERACA

Presiden PT Freeport Indonesia (FI) Chappy Hakim menegaskan, pihaknya tidak akan melepaskan 51% sahamnya ke pemerintah Indonesia. Pasalnya jika hal itu dilakukan, maka Freeport tidak memiliki kendali atas pertambangannya. “Freeport tidak akan beri 51% karena bisa kehilangan pengendalinya,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip laman aktual.com,  Selasa (14/2).

Jurubicara PT FI Riza Pratama juga menegaskan, bahwa sesuai kontrak karya (KK) yang ditandatangani Freeport dan pemerintah pada tahun 1991, pihaknya setuju untuk divestasi saham 30% karena memang diwajibkan melepas 30% sahamnya kepada pihak Indonesia.  "Kami sudah setuju untuk divestasi sampai sebesar 30%,” ujarnya. 

Secara terpisah, anggota Komisi VII DPR-RI Ramson Siagian merasa kecewa terhadap Menteri ESDM Ignasius Jonan seiring dengan penolakan PT FI atas status izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang telah dikeluarkan oleh Kementerian ESDM. 

Pasalnya sejak awal, Ramson mengaku dirinya ingin melakukan pendalaman mengenai PP No 1 Tahun 2017 yang diterbitkan pemerintah untuk mengubah KK menjadi IUPK, namun Jonan menolak hal itu. Sehingga dengan penolakan yang dilakukan Freeport menunjukan PP tersebut justru memunculkan masalah baru.

“Makanya PP dan Permen yang dikeluarkan pemerintah tidak memecahkan masalah, malah timbul masalah baru. Kita waktu rapat di Komisi VII DPR waktu mendalami PP 1/2017, beliau ngotot tidak boleh lagi mendalami PP,” ujar Ramson. 

Sebelumnya pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM yang menyetujui perubahan status KK milik Freeport menjadi IUPK. Berdasarkan Keterangan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, bahwa Kepmen tersebut didasari surat permohonan Freeport pada 26 Januari 2017

“Kementerian ESDM telah menyetujui perubahan KK PT Freeport Indonesia dan PT Amman Nusa Tenggara menjadi IUPK. Tentunya perubahan ini merupakan suatu milestone penting dari implementasi PP No 1 Tahun 2017,” ujarnya di Kementerian ESDM, Jumat (10/2). Selanjutnya, persetujuan perubahan entitas kontrak yang terhitung 10 Februari 2017, pemerintah memberi waktu bagi Freeport untuk melakukan respon.

Namun, Chappy Hakim mengatakan pihaknya tidak menyetujui usulan perubahan kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi.  Karena klausul di dalam IUPK tidak sesuai dengan keinginan Freeport.

Diantaranya keberatan bagi Freeport terhadap PP No 1/2017  dimana mengharuskan Freeport melakukan divestasi atau penjualan saham hingga 51%. “Freeport tidak akan beri 51% karena bisa kehilangan pengendalinya,” ujar Chappy.

Pemerintah memang sudah menerbitkan IUPK kepada PT FI. Akan tetapi, perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) itu menolak untuk ikut ketentuan pajak yang ditetapkan pemerintah Indonesia, yakni dapat berubah (prevailing).

Saat ini, PT FI terganjal persoalan ekspor konsentrat tembaga. Untuk mendapat izin ekspor, perusahaan tambang itu harus melampirkan kemajuan pembangunan smelter. Sedangkan smelter yang direncanakan dibangun dan merupakan perluasan smelter mereka di Gresik, Jawa Timur, membutuhkan investasi US$2,3 miliar atau setara Rp 29,9 triliun.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, kontrak dengan Freeport menyangkut banyak hal, bukan saja dari sisi pajak. Anak usaha dari Freeport McMoran itu harus konsisten dengan peraturan yang tertuang dalam IUPK karena sudah melepas status dari sebelumnya KK.

"Di dalam Undang-Undang (UU) Minerba, sudah diamanatkan apapun bentuk kerja sama antara pemerintah dan para pengusaha, penerimaan negara harus dijamin lebih baik, membela kepentingan RI, seperti pajak, royalti, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), kewajiban divestasi, bangun smelter," tutur dia di Jakarta, Senin (13/2).

Kepastian Berusaha 

Menurut Sri Mulyani, pemerintah juga berkewajiban memberikan kepastian kepada para pengusaha sehingga mereka dapat merencanakan bisnis dengan tepat. Tanggungjawab terhadap para stakeholders pun harus diperhatikan.

"Ini yang sekarang sedang dilakukan pemerintah di Kementerian ESDM, dan kami di Kemenkeu menghitung kewajiban serta membandingkan jumlah penerimaan negara yang didapat dari status Freeport KK dengan IUPK," ujarnya. 

Pada intinya, Sri Mulyani menegaskan sebuah kontrak kerja sama, sebagai contoh IUPK harus memberikan kepastian usaha dan menjaga kepentingan negara ini dengan baik.  "Jadi kepastian bagi Republik ini mendapatkan haknya lebih baik, tapi kepastian juga buat mereka supaya merencanakan investasi dalam jangka panjang dan signifikan jumlahnya baik di hulu pertambangan maupun hilirnya," ujarnya. 

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengakui pemerintah akan mendiskusikan permintaan Freeport Indonesia tersebut. Karena saat ini, pemegang IUPK harus membayar penerimaan negara sesuai UU Minerba. "Ketentuannya pemegang izin harus mengikuti peraturan perundang-undangan dalam hal penerimaan negara. Nanti kita diskusikan," ujarnya. 

Sebelumnya, meski sudah berstatus IUPK, Freeport meminta kewajiban membayar pajak bersifat naildown atau tetap sampai kontrak berakhir sesuai dengan isi KK sebelumnya. Apabila mengikuti aturan yang ada, Freeport harus mengikuti aturan pajak yang berlaku. Jadi, pajak dan royalti yang dibayar Freeport dapat berubah-ubah sesuai peraturan perpajakan yang berlaku.

Tidak hanya itu. Freeport berencana menurunkan produksi hingga 40% jika pemerintah Indonesia tidak memberikan izin ekspor mineral olahan (konsentrat) dalam waktu dekat.

Juru bicara PT FI Riza Pratama mengatakan, ‎apabila perusahaan tidak mendapatkan izin ekspor, maka itu akan mempengaruhi kegiatan produksi. Sebab, saat ini tempat penyimpanan mineral sudah hampir penuh. ‎"Kalau produksinya sudah mendekati (penuh gudangnya)‎," ujarnya. 

Dia mengungkapkan, penurunan produksi sebesar 40% menyesuaikan dengan kapasitas fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di Gresik yang mencapai 1 juta ton. "Ya, kan, tentunya nanti kalau kita tidak bisa ekspor kan tentu kita akan menurunkan produksi kita sampai 40%. Hanya 40% karena sesuai dengan smelter kita. Nantinya tentu ada beberapa cost yang dikurangi," ujarnya. 

Namun demikian, pihak manajemen PT FI berharap langkah itu tidak membuat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). "Mudah-mudahan tidak sampai ke situ (PHK). Itu dalam waktu lama tidak terjadi apa-apa, kita bisa turun sampai 60%," ujar Riza.

Freeport belum akan mengajukan izin ekspor karena terkait syarat kepastian perpajakan dan perpanjangan operasi belum dikabulkan pemerintah. Sebelumnya, selain memasok konsentrat ke PT Smelting, Freeport juga mengekpor konsentrat tembaga rata-rata sebanyak 500.000 ton setiap enam bulan sesuai masa izin ekspor. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…