Wamenkeu Soroti Rendahnya Pemanfaatan Laporan Keuangan

 

 

NERACA

 

Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyoroti rendahnya pemanfaatan laporan keuangan bagi perumusan dan pengambilan kebijakan di lingkungan pemerintah daerah dan kementerian atau lembaga. "Pemerintah daerah dan kementerian/lembaga lebih mengejar opini, padahal opini hanya merupakan 'minimum requirement' dan tidak cukup hanya itu," kata Mardiasmo dalam acara simposium di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (31/1).

Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tersebut mengatakan eksekutif dan legislatif di daerah jarang membaca laporan keuangan ketika sedang membahas anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun berikutnya. Padahal, anggaran merupakan instrumen untuk menyejahterakan rakyat yang perlu direncanakan dengan benar. "Mestinya pada saat membangun gedung atau membeli mobil, kita melihat aset neracanya, depresiasinya sampai mana. Tujuannya untuk melihat kondisi nyata," ucap dia.

Mardiasmo mengatakan bahwa pembuatan laporan keuangan tidak hanya harus sempurna, tetapi juga dapat menjadi 'feedback' untuk perencanaan anggaran berikutnya. Dia juga berpendapat kemampuan membaca laporan keuangan yang baik dapat berdampak pada perencanaan anggaran yang menyesuaikan belanja modal dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. "Saya melihat ada juga (modal) yang kurang dan tidak diasuransikan. Padahal asuransi adalah 'compulsory' agar pelayanan tidak terganggu kalau ada apa-apa," ucap Mardiasmo.

Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Marwanto Harjowiryono, mengatakan pihaknya saat ini sedang mengupayakan perbaikan kualitas pelaporan keuangan berbasis akrual untuk akuntabilitas dan pengambilan kebijakan yang lebih baik. Dia mengatakan untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, Kemenkeu akan terus melakukan penyempurnaan dan reformasi birokrasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manudia.

Pelaporan keuangan berbasis akrual merupakan metode pencatatan akuntansi disamping pelaporan berbasis kas. Pelaporan basis akrual mengakui dan mencatat pendapatan dan biaya pada periode di saat terjadinya transaksi, bukan pada saat pendapatan tersebut diterima atau biaya tersebut dibayarkan (basis kas). Akuntansi berbasis akrual lebih kompleks dibanding berbasis kas namun mampu memberikan gambaran akurat mengenai kondisi keuangan entitas.

Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sudah dicanangkan sejak Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Namun, karena masih banyaknya peemasalahan teknis, maka penerapan akrual masih dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan untuk proses transformasi di pusat dan daerah.

BERITA TERKAIT

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

Pentingnya Bermitra dengan Perusahaan Teknologi di Bidang SDM

  NERACA Jakarta – Pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menekankan pentingnya Indonesia memperkuat kemitraan dengan perusahaan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

Pentingnya Bermitra dengan Perusahaan Teknologi di Bidang SDM

  NERACA Jakarta – Pengamat komunikasi digital dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan menekankan pentingnya Indonesia memperkuat kemitraan dengan perusahaan…