Tidak Sesuai Ekspektasi - Kebijakan Trump Harus Diwaspadai

NERACA

Jakarta – Pidato pelantikan presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump yang akan melindungi para pekerja AS dengan menarik dari TPP dan menindak negara yang melanggar perjanjian perdagangan yang merugikan pekerja Amerika, menuai pro dan kontrak. Namun sikap yang ditunjukkan presiden Trump memberikan gambaran belum adanya kepastian arah ekonomi yang dilakukan. Alhasil, kondisi ini membuat sebagian investor melakukan wait and see, sehingga memberikan banyak sentimen negatif terhadap perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Menurut kepala ekonomi PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), David Samual, pidato Trump tidak sesuai espektasi para investor. Bahkan beberapa kebijakan besar saat kampanye tak kunjung muncul dalam pidato tersebut. Padahal seharusnya, kebijakan tersebut disesuaikan kembali dengan realita. Bila dilihat secara umum, maka paling mungkin cuma setengahnya yang berjalan. “Dari sisi ekonomi dari semua program ekonomi global, 50% diimplementasikan itu sudah bagus, karena realitasnya agak sulit," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Salah satu rencana yang cukup gencar disampaikan adalah tentang pemotongan tarif pajak. Trump merasa cara tersebut mampu mendorong perekonomian AS lebih cepat, walaupun risikonya adalah penerimaan negara AS berkurang. Dengan belanja yang agresif, artinya pemerintah AS harus menarik utang cukup besar dibandingkan biasanya. “Kalau kebijakan menurunkan pajak dilakukan, utang AS sudah sangat tinggi. Defisit yang melebar tentunya akan mempengaruhi kepercayaan investor ke AS," jelasnya.

Selanjutnya adalah tentang sikap proteksionisme terhadap perdagangan Internasional dan pembangunan infrastruktur. David menyatakan, untuk memutuskan hal tersebut maka perlu pembicaraan dengan kongres AS.”Dari sisi implementasi itu ke kongres perlu regulasi, perlu birokrasi dan lain-lain yang kemungkinan menyulitkan ke implementasi," ujarnya.

Apabila kebijakan fiskal yang direncanakan oleh Trump berjalan, nantinya akan berpengaruh terhadap kondisi moneter. Terutama penetapan suku bunga acuan AS. “Saya sendiri agak skeptis dengan kebijakan Trump. Karena tidak beri stimulus saja, ekonomi sudah bergerak positif. Kalau diberi stimulus, itu akan sangat agresif. Pasar espektasinya kenaikan suku bunga AS sebanyak 3 kali tahun ini, kalau saya maksimum 2 kali untuk tahun ini," kata David.

Atas ketidakpastian itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) diharapkan lebih waspada. Keputusan BI menahan suku bunga acuan akhir pekan lalu cukup tepat, menunggu perkembangan dari kondisi global. Baik dari AS maupun gejolak yang masih ada dari Eropa pasca Brexit. Dari dalam negeri juga muncul persoalan dari sisi inflasi, khususnya untuk harga yang diatur oleh pemerintah.”Untuk pemerintah dalam penerbitan surat utang akan lebih front loading untuk antisipasi kemungkinan ketidakpastian," tegas David. (df/bani)

BERITA TERKAIT

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…