Konvergensi Media vs Hoax

Konvergensi Media vs Hoax?
Di tengah merebaknya berita hoax belakangan ini, kita menduga pihak yang menjadi sasaran maupun yang memproduksi dan penyebarluasan berita hoax, ujaran kebencian, tawaran pornografi, serta berbagai provokasi melalui media sosial (medsos) adalah kaum anak muda atau yang lazim sekarang dikenal sebagai generasi milenial. Karena fakta yang terjadi saat ini memang membuktikan 70-80% penyebaran berita hoax ada di antara kalangan tersebut.  
Fakta itu terlihat bahwa sebagian besar bagian dari net generation yang sehari-hari mempergunakan gadget dan mengakses internet untuk memantau dunia luar, penyebaran hoax berisiko terhadap generasi milenial.  Karena puluhan juta generasi milenial sekarang sudah terhubung melalui jaringan internet dan medsos.  
Bagaimanapun, mereka bukan hanya menikmati keleluasaan untuk berselancar mencari informasi entertainment dan melakukan aktivitas santai untuk mengisi waktu luang, tetapi mereka pada saat yang sama juga berisiko menghadapi godaan dan provokasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yang menyebarluaskan informasi bohong. 
Selama ini tidak sedikit pengguna gadget dan internet menjadi korban penyebarluasan berita hoax, mengalami pembunuhan karakter, dipermalukan, difitnah, dan segala macam hanya lewat berita hoax yang sengaja diproduksi dan kemudian disirkulasikan ke komunitas cyberspace. 
Coba bayangkan, dalam hitungan detik, sebuah berita hoax, bukan tidak mungkin menjadi viral yang dibaca dan dilihat jutaan atau bahkan puluhan juta orang melalui media sosial. Pada titik penyebarluasan berita hoax cenderung makin liar dan dirasa sudah melewati batas toleransi dan bahkan meresahkan masyarakat, pada titik itulah pemerintah mencoba mengambil sikap tegas: memblokir situs-situs penebar berita hoax sekaligus mengancamkan hukuman bagi orang-orang yang memproduksi dan menyebarluaskan berita hoax. 
Jika menyimak pendapat Paschal Preston, pakar komunikasi, dalam bukunya Reshaping Communications, Technology, Information and Social Change (2001), bahwa telah terjadi berbagai perubahan di masyarakat pada era milenium baru akibat perkembangan teknologi informasi yang makin canggih dan meluas. 
Kehadiran revolusi informasi yang diindikasikan dengan kemunculan teknologi komunikasi dan informasi baru (new media) cepat atau lambat mulai menggeser peran, bahkan mengambil alih hampir semua kemampuan yang dimiliki oleh media konvensional, bahkan pada titik tertentu new media memberikan lebih dari apa yang bisa diberikan oleh media konvensional. 
Pada era masyarakat post industrial, teknologi komputer beserta sistem yang ditawarkan, dan kehadiran internet yang memungkinkan para penggunanya menjelajahi ruang dan waktu tanpa batas, kemudian menyatu dengan teknologi media komunikasi konvensional yang bersifat masif. 
Fenomena penyatuan atau perpaduan teknologi informasi dan komunikasi, media massa, dan media komunikasi konvensional inilah yang sering disebut sebagai sebuah proses konvergensi media. Nah, konvergensi media tentu akan membawa dampak pada perubahan radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi, danpemrosesanseluruh bentuk informasi baik visual, audio, teks, data, maupun sebagainya. 
Konvergensi media adalah penyatuan atau penggabungan berbagai media massa dan teknologi informasi ke dalam satu paket perangkat gadget yang makin memudahkan pemiliknya untuk mengakses berbagai informasi dan tayangan. Konvergensi media merupakan integrasi dari fungsi-fungsi berbagai media ke dalam satu media yang makin canggih. 
Konvergensi media ini muncul bukan sekadar karena didorong oleh kebutuhan pengguna akan beberapa fungsi teknologi, tetapi juga implikasi dari akumulasi perkembangan teknologi informasi yang makin modern dan meluas. Bagi generasi milenial yang telanjut mempergunakan gadget, tetapi pada saat yang sama tidak diimbangi dengan kesiapan literasi media kritis untuk memilih dan menyikapi beritaberita yang objektif, risiko mereka terjerumus dalam provokasi dan informasi bohong tentu lebih besar. 
Sebuah berita hoax yang diproduksi, disirkulasikan, dan kemudian diresirkulasikan melalui teknologi dan media yang konvergen, dalam tempo yang cepat tidak mustahil berubah menjadi “kebenaran” karena penyebarannya yang masif. Booming informasi yang nyaris tidak terbatas di dunia maya membuat generasi milenial yang kritis sekali pun acapkali kesulitan memilah mana yang hoax dan mana pula yang bisa dipercaya. 
Jadi, deklarasi yang belum lama ini digelar masyarakat di sejumlah kota untuk melawan berita hoax adalah salah satu upaya untuk menyikapi ancaman penyebarluasan berita hoax di media sosial. Berbeda dengan tindakan pemblokiran situs-situs meragukan yang dilakukan negara, gerakan masyarakat adalah upaya yang muncul dari bawah yang lebih menitikberatkan pada pengembangan sikap kritis generasi milenial itu sendiri dalam menyikapi gempuran berita hoax. 
Apabila pemblokiran dilakukan negara dengan terlebih dahulu menimbang secara objektif derajat kesalahan situs-situs yang dinilai abal-abal, dalam pengembangan gerakan masyarakat melawan berita hoax yang dibutuhkan adalah literasi media kritis, dan sikap skeptis masyarakat untuk selalu waspada menghadapi serbuan berbagai informasi melalui media sosial.  Waspadalah peredaran hoax melalui medsos!

Di tengah merebaknya berita hoax belakangan ini, kita menduga pihak yang menjadi sasaran maupun yang memproduksi dan penyebarluasan berita hoax, ujaran kebencian, tawaran pornografi, serta berbagai provokasi melalui media sosial (medsos) adalah kaum anak muda atau yang lazim sekarang dikenal sebagai generasi milenial. Karena fakta yang terjadi saat ini memang membuktikan 70-80% penyebaran berita hoax ada di antara kalangan tersebut.  

Fakta itu terlihat bahwa sebagian besar bagian dari net generation yang sehari-hari mempergunakan gadget dan mengakses internet untuk memantau dunia luar, penyebaran hoax berisiko terhadap generasi milenial.  Karena puluhan juta generasi milenial sekarang sudah terhubung melalui jaringan internet dan medsos.  

Bagaimanapun, mereka bukan hanya menikmati keleluasaan untuk berselancar mencari informasi entertainment dan melakukan aktivitas santai untuk mengisi waktu luang, tetapi mereka pada saat yang sama juga berisiko menghadapi godaan dan provokasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, yang menyebarluaskan informasi bohong. 

Selama ini tidak sedikit pengguna gadget dan internet menjadi korban penyebarluasan berita hoax, mengalami pembunuhan karakter, dipermalukan, difitnah, dan segala macam hanya lewat berita hoax yang sengaja diproduksi dan kemudian disirkulasikan ke komunitas cyberspace. 

Coba bayangkan, dalam hitungan detik, sebuah berita hoax, bukan tidak mungkin menjadi viral yang dibaca dan dilihat jutaan atau bahkan puluhan juta orang melalui media sosial. Pada titik penyebarluasan berita hoax cenderung makin liar dan dirasa sudah melewati batas toleransi dan bahkan meresahkan masyarakat, pada titik itulah pemerintah mencoba mengambil sikap tegas: memblokir situs-situs penebar berita hoax sekaligus mengancamkan hukuman bagi orang-orang yang memproduksi dan menyebarluaskan berita hoax. 

Jika menyimak pendapat Paschal Preston, pakar komunikasi, dalam bukunya Reshaping Communications, Technology, Information and Social Change (2001), bahwa telah terjadi berbagai perubahan di masyarakat pada era milenium baru akibat perkembangan teknologi informasi yang makin canggih dan meluas. 

Kalangan pakar komunikasi menilai, kehadiran revolusi informasi yang diindikasikan dengan kemunculan teknologi komunikasi dan informasi baru (new media) cepat atau lambat mulai menggeser peran, bahkan mengambil alih hampir semua kemampuan yang dimiliki oleh media konvensional, bahkan pada titik tertentu new media memberikan lebih dari apa yang bisa diberikan oleh media konvensional. 

Pada era masyarakat post industrial, teknologi komputer beserta sistem yang ditawarkan, dan kehadiran internet yang memungkinkan para penggunanya menjelajahi ruang dan waktu tanpa batas, kemudian menyatu dengan teknologi media komunikasi konvensional yang bersifat masif. 

Fenomena penyatuan atau perpaduan teknologi informasi dan komunikasi, media massa, dan media komunikasi konvensional inilah yang sering disebut sebagai sebuah proses konvergensi media. Nah, konvergensi media tentu akan membawa dampak pada perubahan radikal dalam penanganan, penyediaan, distribusi, danpemrosesanseluruh bentuk informasi baik visual, audio, teks, data, maupun sebagainya. 

Konvergensi media adalah penyatuan atau penggabungan berbagai media massa dan teknologi informasi ke dalam satu paket perangkat gadget yang makin memudahkan pemiliknya untuk mengakses berbagai informasi dan tayangan. Konvergensi media merupakan integrasi dari fungsi-fungsi berbagai media ke dalam satu media yang makin canggih. 

Konvergensi media ini muncul bukan sekadar karena didorong oleh kebutuhan pengguna akan beberapa fungsi teknologi, tetapi juga implikasi dari akumulasi perkembangan teknologi informasi yang makin modern dan meluas. Bagi generasi milenial yang telanjut mempergunakan gadget, tetapi pada saat yang sama tidak diimbangi dengan kesiapan literasi media kritis untuk memilih dan menyikapi beritaberita yang objektif, risiko mereka terjerumus dalam provokasi dan informasi bohong tentu lebih besar. 

Sebuah berita hoax yang diproduksi, disirkulasikan, dan kemudian diresirkulasikan melalui teknologi dan media yang konvergen, dalam tempo yang cepat tidak mustahil berubah menjadi “kebenaran” karena penyebarannya yang masif. Booming informasi yang nyaris tidak terbatas di dunia maya membuat generasi milenial yang kritis sekali pun acapkali kesulitan memilah mana yang hoax dan mana pula yang bisa dipercaya. 

Jadi, deklarasi yang belum lama ini digelar masyarakat di sejumlah kota untuk melawan berita hoax adalah salah satu upaya untuk menyikapi ancaman penyebarluasan berita hoax di media sosial. Berbeda dengan tindakan pemblokiran situs-situs meragukan yang dilakukan negara, gerakan masyarakat adalah upaya yang muncul dari bawah yang lebih menitikberatkan pada pengembangan sikap kritis generasi milenial itu sendiri dalam menyikapi gempuran berita hoax. 

Apabila pemblokiran dilakukan negara dengan terlebih dahulu menimbang secara objektif derajat kesalahan situs-situs yang dinilai abal-abal, dalam pengembangan gerakan masyarakat melawan berita hoax yang dibutuhkan adalah literasi media kritis, dan sikap skeptis masyarakat untuk selalu waspada menghadapi serbuan berbagai informasi melalui media sosial.  Waspadalah peredaran hoax melalui medsos!

 

BERITA TERKAIT

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

Kredibilitas RI

Pemilu Presiden 2024 telah berlangsung secara damai, dan menjadi tonggak penting yang tidak boleh diabaikan. Meski ada suara kecurangan dalam…

Pangan Strategis

Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…