KOMODITAS CABAI AKAN DIKELUARKAN DARI PENGATURAN HARGA - Harga Cabai Diprediksi Normal pada Maret

KOMODITAS CABAI AKAN DIKELUARKAN DARI PENGATURAN HARGA 
Harga Cabai Diprediksi Normal pada Maret 
Jakarta -Kementerian Perdagangan akan mengeluarkan cabai dari daftar harga komoditas yang diatur pemerintah, karena dinilai berkontribusi minim terhadap inflasi. Sementara pemerintah memprediksi harga cabai rawit akan normal kembali pada Maret tahun ini. 
NERACA
Menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan, selama ini cabai termasuk dalam daftar harga komoditas yang diatur pemerintah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 63/PER/9/2016 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. 
"Kenapa cabai akan dikeluarkan harga acuan sebetulnya masalah rasa, pengaruhnya inflasi kecil," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com di  Jakarta, Rabu (18/1).
Dia menjelaskan, untuk memproduksi cabai sebetulnya hal yang mudah. Biji cabai yang ditebar cepat tumbuh menjadi cabai. Menurut dia, langkah tersebut akan memacu rumah tangga menanam cabai sendiri.
"Kenapa saya keluarkan harga acuan kita mendorong rumah tangga. Sudahlah, tidak rumit amat tanam cabai buka bijinya sebar tumbuh. Kenapa beli semua kecuali kebutuhan industri. Kalau rumah tangga metik saja, dari pada beli Rp 100 ribu," ujarnya. 
Oke menerangkan, hal tersebut sebagaimana di masa lalu yakni dengan adanya apotik hidup,yang cabai masuk dalam komoditas tersebut. Sementara itu, dia mengatakan revisi masih dalam proses. Dengan mengeluarkan cabai, maka ada enam komoditas yang diatur. Akan tetapi, pemerintah juga akan menambah komoditas lain sehingga terjadi proses tarik ulur. "Iya itu (cabai) sudah diputuskan rakornas cabut aja. Tingkat inflasi 0,25%," ujarnya. 
Sebagai informasi, dalam Permendag tersebut cabai dibedakan menjadi tiga kelompok. Harga acuan pembelian di petani untuk cabai merah keriting Rp 15.000 per kg dan harga penjualan konsumen Rp 28.500 per kg. Harga acuan pembelian petani cabai merah besar Rp 15.000 per kg dan penjualan konsumen Rp 28.500 per kg.
Sementara harga acuan pembelian cabai rawit merah di petani adalah Rp 17.000 per kg dan penjualan konsumen Rp 29.000 per kg.
Selain itu, Kemendag optimistis harga cabai rawit merah akan normal pada Maret 2017. Kemendag berupaya mengembalikan harga cabai seperti harga acuan pembelian dan penjualan seperti tercantum pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63/PER/9/2016. 
Dalam regulasi itu, harga acuan pembelian di petani Rp 17 ribu. Kemudian harga acuan penjualan konsumen Rp 29 ribu. "Kalau kembali harga normal Maret Rp 29 ribu- Rp 30 ribu. Kita kejar ke situ terus," ujar Oke. 
Dia mengatakan, tingginya harga cabai rawit disebabkan oleh cuaca yang buruk. Buktinya, pasokan cabai rawit di Pasar Induk Kramat Jati turun dari biasanya 150-200 ton per hari menjadi 50 ton per hari.
Oke menuturkan, cuaca berpengaruh pada produktivitas petani lantaran jumlah cabai yang dipanen sedikit. Lalu, distribusi ke konsumen juga terganggu.
"BMKG (cuaca) Februari sudah mengarah normal, dari petani karena harus panen sekarang, mereka tahu, mereka pandai melihat BMKG menanam lagi. Nanti akhir Februari Maret mulai normal," ujarnya. 
Dia mengatakan, musim penghujan saat ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga harga cabai melesat lebih tinggi. "Sama dulu juga terjadi hal seperti ini, cabai rawit juga tinggi. Dan itu sementara. Dan ini kita konsultasi  BMKG hujan ini sampai Februari," ujarnya. 
Oke mengatakan, untuk menurunkan harga cabai rawit merah telah berkoordinasi dengan lintas instansi. Dia bilang, dari Kementerian Pertanian berupaya menjaga pasokan dengan menerapkan sistem pola tanam. "Itu Kementan punya pola tanam. Dan jangka waktu penanaman," ujarnya. 
Kemudian, dari Kemendag telah memiliki daftar harga di wilayah Indonesia. Daftar harga ini menjadi acuan bagi pemerintah untuk melakukan kontrol harga.
"BUMN diinfokan Kementan, kita infokan daerah operasi pasar. Banyak intervensi kita lakukan termasuk petani, pola tanamnya. Berusaha mengurangi rantai distribusi. Bisa langsung atau tidak langsung," ujarnya. 
Tingginya harga cabai rawit di pasaran belakangan ini disebabkan oleh cuaca yang buruk. Harga cabai rawit di pasaran saat ini berada di kisaran Rp 140 ribu per kg.
Oke mengatakan, tingginya curah hujan membuat petani dihadapkan posisi sulit. Jika petani memetik lebih awal dan segera tidak didistribusikan maka cabai akan busuk. Begitu pula jika cabai hanya dibiarkan maka juga akan rusak. Hal tersebut yang membuat harga cabai melonjak. "Intinya sekarang itu kesimpulan yang kita ambil tidak lain karena cuaca," ujarnya. 
Kondisi saat ini berbeda dengan musim penghujan sebelumnya. Musim hujan saat ini lebih panjang dan diperkirakan sampai Februari. "Kebetulan agak banyak (hujannya), sampai Februari diperkirakaan BMKG," tutur dia.
Cuaca yang buruk memebuat produktivitas petani menjadi turun. Sebagai contoh, bila petani biasanya menghasilkan 6 ton hingga 8 ton, sekarang hanya menghasilkan paling banyak 2 ton saja. "Produktivitas turun hingga 60 persen. Selain itu yang mengganggu harga juga masalah transportasi, dan sebaran kita yang terlalu luas," ujarnya. 
Sebelumnya sejumlah pedagang pasar Kebayoran Lama Jakarta mengatakan, kenaikan harga cabai rawit merah telah berangsur sejak sebulan. Penyebab kenaikan harga ialah musim penghujan. "Cabai rawit merah mahal, Rp 140 ribu per kg," ujar seorang pedagang. 
Dugaan Kartel
Secara terpisah, sebelumnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, melonjaknya harga cabai di pasaran belakang ini, bukan lagi disebabkan oleh masalah cuaca atau gagal panen semata. Namun diduga kuat ada pihak-pihak tertentu yang mendistorsi pasar, terutama di jalur distribusi. Sementara Menteri Perdagangan berdalih petani memaksakan diri memetik cabai di musim hujan.
"Bisa dengan cara penimbunan dan, atau kartel oleh pedagang besar, dan distributor," ujar Ketua YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya kepada pers, Kamis (12/1). 
Untuk itu, dia meminta pemerintah dan KPPU bisa melakukan pengusutan dan penyidikan yang mengarah sebagai tindak pidana ekonomi. "Pemerintah tak boleh membiarkan fenomena ini, tanpa tindakan berarti dan menyerah pada pasar," ujarnya.  
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan tingginya harga cabai rawit merah di pasaran karena petani yang memaksakan diri untuk memetiknya di musim hujan. Saat ini, harga cabai rawit merah menembus harga Rp 100 ribu per (kg).
Menurut Enggar, pada dasarnya permintaan cabai rawit merah tidak besar. Bahkan secara teoritis terjadi kelebihan pasokan untuk cabai jenis tersebut. Namun, menurut dia, seiring musim penghujan maka petani memutuskan untuk segera memanen cabai jenis ini. Sebab, petani khawatir cabainya busuk.
"Cabai rawit merah itu karena demand-nya tidak besar, maka jumlah yang menanam tidak besar, dari supply dan demand untuk jenis itu secara teoritis itu over supply. Tetapi karena iklim seperti ini, lihat ada yang busuk, karena ada pemaksaan dipetik di tengah hujan maka dia busuk," ujar Enggar saat berkunjung di Pasar Jatinegara Jakarta, kemarin. 
Dia mengatakan, karena banyak cabai yang segera dipetik maka pasokan cabai menipis. Imbasnya, harga cabai cepat tinggi saat penjualan berikutnya. "Kalau dia busuk petani terpaksa menjual murah untuk digiling. Itulah sebabnya dia mengkompensasi dengan penjulan berikutnya atas kerugian yang dideritanya," tutur dia.
Meski demikian, Enggar mengatakan pemerintah melakukan pengendalian supaya harga tak terus berlangsung tinggi. Pemerintah melalui Perum Bulog dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) melakukan operasi pasar.
"Cabai merah besar harganya Rp 40 ribu, merah kriting Rp 45 ribu, cabai rawit hijau Rp 65-70 ribu. Operasi pasar Bulog dan PPI  sudah masuk cabai rawit merah Rp 60 ribu dijual Rp 65 ribu. Kita mengirim dari daerah yg supply-nya masih cukup untuk daerah yang membutuhkan," ujarnya.
Secara terpisah, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono menyayangkan kenaikan harga cabai rawit yang tembus diatas Rp 100.000 per kg. Menurut dia, hal itu semestinya tidak terjadi. Sebab dengan harga Rp 50.000 per kg, petani sudah diuntungkan. 
Saat meninjau panen cabai rawit di Desa Purworejo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (11/1), Spudnik mengatakan dengan kondisi curah hujan yang tinggi dan banyak tanaman yang rusak, maksimal break even point (BEP) pada tanaman cabai rawit oleh petani itu hanya mencapai Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per kg.
Spudnik mengatakan, sebagai upaya untuk menekan harga cabe di Ibu Kota yang masih tinggi, pihaknya meminta Bulog untuk membantu distribusi cabai dari Malang ke Jakarta. "Solusi jangka pendek segera saya akan mendapatkan bantuan dari mereka ini (Petani di Ngantang)," ujarnya. bari/mohar/fba

Jakarta -Kementerian Perdagangan akan mengeluarkan cabai dari daftar harga komoditas yang diatur pemerintah, karena dinilai berkontribusi minim terhadap inflasi. Sementara pemerintah memprediksi harga cabai rawit akan normal kembali pada Maret tahun ini. 

NERACA

Menurut Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan, selama ini cabai termasuk dalam daftar harga komoditas yang diatur pemerintah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 63/PER/9/2016 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. 

"Kenapa cabai akan dikeluarkan harga acuan sebetulnya masalah rasa, pengaruhnya inflasi kecil," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com di  Jakarta, Rabu (18/1).

Dia menjelaskan, untuk memproduksi cabai sebetulnya hal yang mudah. Biji cabai yang ditebar cepat tumbuh menjadi cabai. Menurut dia, langkah tersebut akan memacu rumah tangga menanam cabai sendiri.

"Kenapa saya keluarkan harga acuan kita mendorong rumah tangga. Sudahlah, tidak rumit amat tanam cabai buka bijinya sebar tumbuh. Kenapa beli semua kecuali kebutuhan industri. Kalau rumah tangga metik saja, dari pada beli Rp 100 ribu," ujarnya. 

Oke menerangkan, hal tersebut sebagaimana di masa lalu yakni dengan adanya apotik hidup,yang cabai masuk dalam komoditas tersebut. Sementara itu, dia mengatakan revisi masih dalam proses. Dengan mengeluarkan cabai, maka ada enam komoditas yang diatur. Akan tetapi, pemerintah juga akan menambah komoditas lain sehingga terjadi proses tarik ulur. "Iya itu (cabai) sudah diputuskan rakornas cabut aja. Tingkat inflasi 0,25%," ujarnya. 

Sebagai informasi, dalam Permendag tersebut cabai dibedakan menjadi tiga kelompok. Harga acuan pembelian di petani untuk cabai merah keriting Rp 15.000 per kg dan harga penjualan konsumen Rp 28.500 per kg. Harga acuan pembelian petani cabai merah besar Rp 15.000 per kg dan penjualan konsumen Rp 28.500 per kg.

Sementara harga acuan pembelian cabai rawit merah di petani adalah Rp 17.000 per kg dan penjualan konsumen Rp 29.000 per kg.

Selain itu, Kemendag optimistis harga cabai rawit merah akan normal pada Maret 2017. Kemendag berupaya mengembalikan harga cabai seperti harga acuan pembelian dan penjualan seperti tercantum pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 63/PER/9/2016. 

Dalam regulasi itu, harga acuan pembelian di petani Rp 17 ribu. Kemudian harga acuan penjualan konsumen Rp 29 ribu. "Kalau kembali harga normal Maret Rp 29 ribu- Rp 30 ribu. Kita kejar ke situ terus," ujar Oke. 

Dia mengatakan, tingginya harga cabai rawit disebabkan oleh cuaca yang buruk. Buktinya, pasokan cabai rawit di Pasar Induk Kramat Jati turun dari biasanya 150-200 ton per hari menjadi 50 ton per hari.

Oke menuturkan, cuaca berpengaruh pada produktivitas petani lantaran jumlah cabai yang dipanen sedikit. Lalu, distribusi ke konsumen juga terganggu.

"BMKG (cuaca) Februari sudah mengarah normal, dari petani karena harus panen sekarang, mereka tahu, mereka pandai melihat BMKG menanam lagi. Nanti akhir Februari Maret mulai normal," ujarnya. 

Dia mengatakan, musim penghujan saat ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya sehingga harga cabai melesat lebih tinggi. "Sama dulu juga terjadi hal seperti ini, cabai rawit juga tinggi. Dan itu sementara. Dan ini kita konsultasi  BMKG hujan ini sampai Februari," ujarnya. 

Oke mengatakan, untuk menurunkan harga cabai rawit merah telah berkoordinasi dengan lintas instansi. Dia bilang, dari Kementerian Pertanian berupaya menjaga pasokan dengan menerapkan sistem pola tanam. "Itu Kementan punya pola tanam. Dan jangka waktu penanaman," ujarnya. 

Kemudian, dari Kemendag telah memiliki daftar harga di wilayah Indonesia. Daftar harga ini menjadi acuan bagi pemerintah untuk melakukan kontrol harga.

"BUMN diinfokan Kementan, kita infokan daerah operasi pasar. Banyak intervensi kita lakukan termasuk petani, pola tanamnya. Berusaha mengurangi rantai distribusi. Bisa langsung atau tidak langsung," ujarnya. 

Tingginya harga cabai rawit di pasaran belakangan ini disebabkan oleh cuaca yang buruk. Harga cabai rawit di pasaran saat ini berada di kisaran Rp 140 ribu per kg.

Oke mengatakan, tingginya curah hujan membuat petani dihadapkan posisi sulit. Jika petani memetik lebih awal dan segera tidak didistribusikan maka cabai akan busuk. Begitu pula jika cabai hanya dibiarkan maka juga akan rusak. Hal tersebut yang membuat harga cabai melonjak. "Intinya sekarang itu kesimpulan yang kita ambil tidak lain karena cuaca," ujarnya. 

Kondisi saat ini berbeda dengan musim penghujan sebelumnya. Musim hujan saat ini lebih panjang dan diperkirakan sampai Februari. "Kebetulan agak banyak (hujannya), sampai Februari diperkirakaan BMKG," tutur dia.

Cuaca yang buruk memebuat produktivitas petani menjadi turun. Sebagai contoh, bila petani biasanya menghasilkan 6 ton hingga 8 ton, sekarang hanya menghasilkan paling banyak 2 ton saja. "Produktivitas turun hingga 60 persen. Selain itu yang mengganggu harga juga masalah transportasi, dan sebaran kita yang terlalu luas," ujarnya. 

Sebelumnya sejumlah pedagang pasar Kebayoran Lama Jakarta mengatakan, kenaikan harga cabai rawit merah telah berangsur sejak sebulan. Penyebab kenaikan harga ialah musim penghujan. "Cabai rawit merah mahal, Rp 140 ribu per kg," ujar seorang pedagang. 

Dugaan Kartel

Secara terpisah, sebelumnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, melonjaknya harga cabai di pasaran belakang ini, bukan lagi disebabkan oleh masalah cuaca atau gagal panen semata. Namun diduga kuat ada pihak-pihak tertentu yang mendistorsi pasar, terutama di jalur distribusi. Sementara Menteri Perdagangan berdalih petani memaksakan diri memetik cabai di musim hujan.

"Bisa dengan cara penimbunan dan, atau kartel oleh pedagang besar, dan distributor," ujar Ketua YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya kepada pers, pekan lalu.  

Untuk itu, dia meminta pemerintah dan KPPU bisa melakukan pengusutan dan penyidikan yang mengarah sebagai tindak pidana ekonomi. "Pemerintah tak boleh membiarkan fenomena ini, tanpa tindakan berarti dan menyerah pada pasar," ujarnya.  

Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan tingginya harga cabai rawit merah di pasaran karena petani yang memaksakan diri untuk memetiknya di musim hujan. Saat ini, harga cabai rawit merah menembus harga Rp 100 ribu per (kg).

Menurut Enggar, pada dasarnya permintaan cabai rawit merah tidak besar. Bahkan secara teoritis terjadi kelebihan pasokan untuk cabai jenis tersebut. Namun, menurut dia, seiring musim penghujan maka petani memutuskan untuk segera memanen cabai jenis ini. Sebab, petani khawatir cabainya busuk.

"Cabai rawit merah itu karena demand-nya tidak besar, maka jumlah yang menanam tidak besar, dari supply dan demand untuk jenis itu secara teoritis itu over supply. Tetapi karena iklim seperti ini, lihat ada yang busuk, karena ada pemaksaan dipetik di tengah hujan maka dia busuk," ujar Enggar saat berkunjung di Pasar Jatinegara Jakarta, kemarin. 

Dia mengatakan, karena banyak cabai yang segera dipetik maka pasokan cabai menipis. Imbasnya, harga cabai cepat tinggi saat penjualan berikutnya. "Kalau dia busuk petani terpaksa menjual murah untuk digiling. Itulah sebabnya dia mengkompensasi dengan penjulan berikutnya atas kerugian yang dideritanya," tutur dia.

Meski demikian, Enggar mengatakan pemerintah melakukan pengendalian supaya harga tak terus berlangsung tinggi. Pemerintah melalui Perum Bulog dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) melakukan operasi pasar.

"Cabai merah besar harganya Rp 40 ribu, merah kriting Rp 45 ribu, cabai rawit hijau Rp 65-70 ribu. Operasi pasar Bulog dan PPI  sudah masuk cabai rawit merah Rp 60 ribu dijual Rp 65 ribu. Kita mengirim dari daerah yg supply-nya masih cukup untuk daerah yang membutuhkan," ujarnya.

Secara terpisah, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono menyayangkan kenaikan harga cabai rawit yang tembus diatas Rp 100.000 per kg. Menurut dia, hal itu semestinya tidak terjadi. Sebab dengan harga Rp 50.000 per kg, petani sudah diuntungkan. 

Saat meninjau panen cabai rawit di Desa Purworejo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (11/1), Spudnik mengatakan dengan kondisi curah hujan yang tinggi dan banyak tanaman yang rusak, maksimal break even point (BEP) pada tanaman cabai rawit oleh petani itu hanya mencapai Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per kg.

Spudnik mengatakan, sebagai upaya untuk menekan harga cabe di Ibu Kota yang masih tinggi, pihaknya meminta Bulog untuk membantu distribusi cabai dari Malang ke Jakarta. "Solusi jangka pendek segera saya akan mendapatkan bantuan dari mereka ini (Petani di Ngantang)," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…