Rupiah Menguat Akibat Dana Asing Masuk Rp 9 Triliun

Rupiah Menguat Akibat Dana Asing Masuk Rp 9 Triliun
NERACA
Jakarta-Bank Indonesia menyatakan dana asing yang masuk (capital inflow) selama tanggal 1-9 Januari 2017 yang mencapai US$700 juta atau setara Rp 9 triliun, menjadi salah satu penopang stabilitas kurs rupiah awal Januari ini.
"Selain itu suplai valuta asing dan permintaan dalam negeri juga masih dalam perkembangan yang baik," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat (13/1).
Perry menuturkan, pasokan dana asing lebih banyak dipengaruhi perbaikan kondisi perekonomian domestik, termasuk kinerja swasta. Kinerja dunia usaha diyakini membaik karena perbaikan harga hampir seluruh komoditas.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah pada 3 Januari 2017 berada di level Rp 13.485 per dollar AS. Sementara, hari ini rupiah berada di level Rp 13.308 per dollar AS.
"Selain ekspor komoditas, ekspor manufaktur juga akan naik, seperti kendaraan bermotor, termasuk tesktil. Kalau kinerja ekspor itu membaik menunjukkan kegiatan ekonomi membaik," tutur dia. 
Untuk ke depannya, Perry meyakini dana asing yang masuk akan lebih menggeliat. Selain kinerja ekspor, kata dia, indikator fundamen ekonomi domestik juga lebih kokoh. Hingga awal Januari 2017, indikator seperti neraca transaksi berjalan, stabilitas kurs, dan pertumbuhan ekonomi masih mampu menarik modal asing masuk.
Cadangan devisa per akhir Desember 2016 tercatat sebesar US$116,4 miliar atau naik US$4,9 miliar dari November 2016. Sementara, defisit transaksi berjalan 2016 diperkirakan mengecil mejadi 1,8% terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 2,06% PDB pada 2015.
Untuk tekanan eksternal, sikap Bank Sentral AS Federal Reserve yang diperkiakan akan menaikkan suku bunganya sebanyak dua kali pada tahun ini sudah diantisipasi pelaku pasar, sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan global.
"Sikap The Fed (di notulen rapat dan pertemuan terakhir) dari hawkish jadi dovish tidak banyak direspon pasar maka itu menunjukkan apa yang dilakukan AS sudah diantisipasi pasar," kata Perry. 
Sementara itu, Indef memprediksi rupiah akan mengalami goncangan akibat efek kejut dari faktor eksternal utamanya yang berasal dari Amerika Serikat meskipun harga komoditas di tanah air mulai merangkak naik.
Menurut Eko Listianto, peneliti Indef, tren kenaikan harga komoditas dapat membuat rupiah menguat. Peningkatan harga komoditas diakibatkan naiknya harga minyak dunia akibat pembatasan produksi negara penghasil minyak.
Tetapi di sisi lain, Indonesia saat ini masih mengimpor minyak, tentunya hal itu akan berdampak pada nilai tukar sendiri, pasalnya kebutuhan dolar AS secara otomatis meningkat. Begitu pula dengan adanya penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada APBN akan membuat harga BBM terdongkrak naik.
“Secara keseluruhan kemungkinan lebih banyak tekor. Tantangan lebih banyak terutama The Fed agresif dan (Presiden AS Donald Trump) masih tidak pasti,” ujarnya di Jakarta, pekan lalu. 
Kenaikan harga minyak yang dikompensasi oleh harga komoditas yang meningkat kata dia tidak akan berdampak di Jawa karena mesin pertumbuhannya lebih banyak didorong oleh manufaktur. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di luar Jawa akan meningkat karena kenaikan harga komoditas.
Eko mengamati performa rupiah tahun 2016 dan 2015, dimana ditahun ini Rupiah mengalami syok di kuartal terakhir akibat situasi di AS. Di akhir 2015, The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 0,25%-0,5% sehingga membuat rupiah tetap bertengger di level Rp14.000-an per US$.
Sementara itu, di November 2016, terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden AS dan membuat rupiah mencapai level psikologis Rp13.700 per US$. Bank Indonesia pun harus mengambil langkah stabilisasi di dua pasar sekaligus yaitu valas dan surat berharga negara (SBN).
Sedangkan di akhir November 2016, aksi operasi moneter itu menjadi salah satu pendorong tersedotnya cadangan devisa sebesar US$3,5 miliar yang dipergunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS. Eko pun menilai rupiah tahun ini dapat menembus level Rp13.500 per US$. 
“Nilai tukar rupiah harus benar-benar dijaga untuk 2017. Tahun lalu kan untuk mendukung pertumbuhan karena ada paket kebijakan ekonomi. Tahun ini, BI akan lebih menjaga stabilitasnya,” ujarnya. 
Menurut Teddy Oetomo, eksekutif Schroders Indonesia, yang menjadi tantangan bagi Indonesia saat ini, dan tentunya Bank Indonesia, adalah keperluan untuk menjaga stabilitas dan mengurangi volatilitas rupiah.
"Di saat terjadinya penguatan Dolar Amerika terhadap mata uang dunia, sudah sepantasnya Rupiah melemah terhadap Dollar Amerika, begitu pula sebaliknya," ujarnya seperti dikutip kompas.com. Namun, yang menjadi tugas bagi BI adalah bagaimana mengurangi gejolak dari Rupiah supaya tidak berimbas secara negatif terhadap perekonomian Indonesia.
Apabila kita cermati langkah yang diambil BI pada beberapa saat terakhir, sebenarnya harus diakui bahwa BI secara relatif telah berhasil mengurangi gejolak berlebih dari rupiah sendiri.
"Memang apabila kita cermati lebih dalam, risiko yang menghantui rupiah saat ini mungkin jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2013 di saat pertama kali Federal Reserve mencanangkan untuk mengurangi stimulus," ujarnya.
Di tahun 2013, atau sering dikenal dengan nama Fed Tantrum, Indonesia memiliki cadangan devisa yang jauh lebih rendah dibandingkan saat ini.
Di saat Fed Tantrum, juga terdapat efek kejut (surprise effect) yang lebih besar dikarenakan dunia masih terbuai dengan penambahan likuiditas yang begitu besar sejak krisis global 2008. Terutama, di tahun penambahan likuiditas global sejak krisis global 2008 telah mengakibatkan mata uang negara-negara lain, termasuk Indonesia menguat secara masif. bari/fba

 

NERACA

Jakarta-Bank Indonesia menyatakan dana asing yang masuk (capital inflow) selama tanggal 1-9 Januari 2017 yang mencapai US$700 juta atau setara Rp 9 triliun, menjadi salah satu penopang stabilitas kurs rupiah awal Januari ini.

"Selain itu suplai valuta asing dan permintaan dalam negeri juga masih dalam perkembangan yang baik," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat (13/1).

Perry menuturkan, pasokan dana asing lebih banyak dipengaruhi perbaikan kondisi perekonomian domestik, termasuk kinerja swasta. Kinerja dunia usaha diyakini membaik karena perbaikan harga hampir seluruh komoditas.

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah pada 3 Januari 2017 berada di level Rp 13.485 per US$. Sementara, hari ini rupiah berada di level Rp 13.308 per US$.

"Selain ekspor komoditas, ekspor manufaktur juga akan naik, seperti kendaraan bermotor, termasuk tesktil. Kalau kinerja ekspor itu membaik menunjukkan kegiatan ekonomi membaik," tutur dia. 

Untuk ke depannya, Perry meyakini dana asing yang masuk akan lebih menggeliat. Selain kinerja ekspor, kata dia, indikator fundamen ekonomi domestik juga lebih kokoh. Hingga awal Januari 2017, indikator seperti neraca transaksi berjalan, stabilitas kurs, dan pertumbuhan ekonomi masih mampu menarik modal asing masuk.

Cadangan devisa per akhir Desember 2016 tercatat sebesar US$116,4 miliar atau naik US$4,9 miliar dari November 2016. Sementara, defisit transaksi berjalan 2016 diperkirakan mengecil mejadi 1,8% terhadap produk domestik bruto (PDB) dari 2,06% PDB pada 2015.

Untuk tekanan eksternal, sikap Bank Sentral AS Federal Reserve yang diperkiakan akan menaikkan suku bunganya sebanyak dua kali pada tahun ini sudah diantisipasi pelaku pasar, sehingga tidak menimbulkan gejolak di pasar keuangan global.

"Sikap The Fed (di notulen rapat dan pertemuan terakhir) dari hawkish jadi dovish tidak banyak direspon pasar maka itu menunjukkan apa yang dilakukan AS sudah diantisipasi pasar," kata Perry. 

Sementara itu, Indef memprediksi rupiah akan mengalami goncangan akibat efek kejut dari faktor eksternal utamanya yang berasal dari Amerika Serikat meskipun harga komoditas di tanah air mulai merangkak naik.

Menurut Eko Listianto, peneliti Indef, tren kenaikan harga komoditas dapat membuat rupiah menguat. Peningkatan harga komoditas diakibatkan naiknya harga minyak dunia akibat pembatasan produksi negara penghasil minyak.

Tetapi di sisi lain, Indonesia saat ini masih mengimpor minyak, tentunya hal itu akan berdampak pada nilai tukar sendiri, pasalnya kebutuhan dolar AS secara otomatis meningkat. Begitu pula dengan adanya penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) pada APBN akan membuat harga BBM terdongkrak naik.

“Secara keseluruhan kemungkinan lebih banyak tekor. Tantangan lebih banyak terutama The Fed agresif dan (Presiden AS Donald Trump) masih tidak pasti,” ujarnya di Jakarta, pekan lalu. 

Kenaikan harga minyak yang dikompensasi oleh harga komoditas yang meningkat kata dia tidak akan berdampak di Jawa karena mesin pertumbuhannya lebih banyak didorong oleh manufaktur. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di luar Jawa akan meningkat karena kenaikan harga komoditas.

Eko mengamati performa rupiah tahun 2016 dan 2015, dimana ditahun ini rupiah mengalami schok di kuartal terakhir akibat situasi di AS. Di akhir 2015, The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 0,25%-0,5% sehingga membuat rupiah tetap bertengger di level Rp14.000-an per US$.

Sementara itu, di November 2016, terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden AS dan membuat rupiah mencapai level psikologis Rp13.700 per US$. Bank Indonesia pun harus mengambil langkah stabilisasi di dua pasar sekaligus yaitu valas dan surat berharga negara (SBN).

Sedangkan di akhir November 2016, aksi operasi moneter itu menjadi salah satu pendorong tersedotnya cadangan devisa sebesar US$3,5 miliar yang dipergunakan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS. Eko pun menilai rupiah tahun ini dapat menembus level Rp13.500 per US$. 

“Nilai tukar rupiah harus benar-benar dijaga untuk 2017. Tahun lalu kan untuk mendukung pertumbuhan karena ada paket kebijakan ekonomi. Tahun ini, BI akan lebih menjaga stabilitasnya,” ujarnya. 

Menurut Teddy Oetomo, eksekutif Schroders Indonesia, yang menjadi tantangan bagi Indonesia saat ini, dan tentunya Bank Indonesia, adalah keperluan untuk menjaga stabilitas dan mengurangi volatilitas rupiah.

"Di saat terjadinya penguatan US$ terhadap mata uang dunia, sudah sepantasnya rupiah melemah terhadap dolar AS, begitu pula sebaliknya," ujarnya seperti dikutip kompas.com. Namun, yang menjadi tugas bagi BI adalah bagaimana mengurangi gejolak dari Rupiah supaya tidak berimbas secara negatif terhadap perekonomian Indonesia.

Apabila kita cermati langkah yang diambil BI pada beberapa saat terakhir, sebenarnya harus diakui bahwa BI secara relatif telah berhasil mengurangi gejolak berlebih dari rupiah sendiri.

"Memang apabila kita cermati lebih dalam, risiko yang menghantui rupiah saat ini mungkin jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2013 di saat pertama kali The Fed mencanangkan untuk mengurangi stimulus," ujarnya.

Di tahun 2013, atau sering dikenal dengan nama Fed Tantrum, Indonesia memiliki cadangan devisa yang jauh lebih rendah dibandingkan saat ini. Di saat Fed Tantrum, juga terdapat efek kejut (surprise effect) yang lebih besar dikarenakan dunia masih terbuai dengan penambahan likuiditas yang begitu besar sejak krisis global 2008. Terutama, di tahun penambahan likuiditas global sejak krisis global 2008 telah mengakibatkan mata uang negara-negara lain, termasuk Indonesia menguat secara masif. bari/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…