BULOG LAKUKAN OPERASI PASAR DI JAKARTA - YLKI Duga Kartel Pedagang Cabai

Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai, melonjaknya harga cabai di pasaran belakang ini, bukan lagi disebabkan oleh masalah cuaca atau gagal panen semata. Namun diduga kuat ada pihak-pihak tertentu yang mendistorsi pasar, terutama di jalur distribusi. Sementara Menteri Perdagangan berdalih petani memaksakan diri memetik cabai di musim hujan.

NERACA 

"Bisa dengan cara penimbunan dan, atau kartel oleh pedagang besar, dan distributor," ujar Ketua YLKI Tulus Abadi dalam keterangan tertulisnya kepada pers, Kamis (12/1). 

Untuk itu, dia meminta pemerintah dan KPPU bisa melakukan pengusutan dan penyidikan yang mengarah sebagai tindak pidana ekonomi. "Pemerintah tak boleh membiarkan fenomena ini, tanpa tindakan berarti dan menyerah pada pasar," ujarnya.  

Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan tingginya harga cabai rawit merah di pasaran karena petani yang memaksakan diri untuk memetiknya di musim hujan. Saat ini, harga cabai rawit merah menembus harga Rp 100 ribu per (kg).

Menurut Enggar, pada dasarnya permintaan cabai rawit merah tidak besar. Bahkan secara teoritis terjadi kelebihan pasokan untuk cabai jenis tersebut. Namun, menurut dia, seiring musim penghujan maka petani memutuskan untuk segera memanen cabai jenis ini. Sebab, petani khawatir cabainya busuk.

"Cabai rawit merah itu karena demand-nya tidak besar, maka jumlah yang menanam tidak besar, dari supply dan demand untuk jenis itu secara teoritis itu over supply. Tetapi karena iklim seperti ini, lihat ada yang busuk, karena ada pemaksaan dipetik di tengah hujan maka dia busuk," ujar Enggar saat berkunjung di Pasar Jatinegara Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan, karena banyak cabai yang segera dipetik maka pasokan cabai menipis. Imbasnya, harga cabai cepat tinggi saat penjualan berikutnya. "Kalau dia busuk petani terpaksa menjual murah untuk digiling. Itulah sebabnya dia mengkompensasi dengan penjulan berikutnya atas kerugian yang dideritanya," tutur dia.

Meski demikian, Enggar mengatakan pemerintah melakukan pengendalian supaya harga tak terus berlangsung tinggi. Pemerintah melalui Perum Bulog dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) melakukan operasi pasar.

"Cabai merah besar harganya Rp 40 ribu, merah kriting Rp 45 ribu, cabai rawit hijau Rp 65-70 ribu. Operasi pasar Bulog dan PPI  sudah masuk cabai rawit merah Rp 60 ribu dijual Rp 65 ribu. Kita mengirim dari daerah yg supply-nya masih cukup untuk daerah yang membutuhkan," ujarnya.

Secara terpisah, Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Spudnik Sujono menyayangkan kenaikan harga cabai rawit yang tembus diatas Rp 100.000 per kg. Menurut dia, hal itu semestinya tidak terjadi. Sebab dengan harga Rp 50.000 per kg, petani sudah diuntungkan.

Saat meninjau panen cabai rawit di Desa Purworejo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Rabu (11/1), Spudnik mengatakan dengan kondisi curah hujan yang tinggi dan banyak tanaman yang rusak, maksimal break even point (BEP) pada tanaman cabai rawit oleh petani itu hanya mencapai Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per kg.

"Petani harus untung iya. Pemerintah itu membantu petani untuk untung, tapi kalau melebihi jauh tentu akan mengganggu di tingkat hilir," ujarnya. Karena itu, dengan harga Rp 50.000 per kg sudah mahal untuk petani, dan petani sudah menikmati untung.

Karena BEP petani di harga Rp 12.000 per kg, lalu dengan curah hujan tinggi sudah Rp 15.000 per kg, dan apabila ada risiko dan rusak, maka BEP cabai berada di rentang Rp 25.000-Rp 30.000 per kg.  

Disisi lain, Spudnik meminta kepada pedagang untuk tidak terlalu mengambil untung yang terlalu banyak. Sebab itu akan berpengaruh terhadap harga di pasaran.

Spudnik mengatakan, sebagai upaya untuk menekan harga cabe di Ibu Kota yang masih tinggi, pihaknya meminta Bulog untuk membantu distribusi cabai dari Malang ke Jakarta. "Solusi jangka pendek segera saya akan mendapatkan bantuan dari mereka ini (Petani di Ngantang)," ujarnya.

Menurut dia, petani cabe rawit di desa itu sudah rela menjual dengan harga Rp 35.000 per kg. Harga tersebut jauh lebih murah dengan harga yang biasa dipatok para petani, yaitu seharga Rp 80.000 per kg.  Nantinya, cabe rawit seharga Rp 35.000 per kg itu akan dibeli oleh PPI dan Bulog untuk di distribusikan ke Jakarta.

"Ini ada Bulog, tadi saya dikasih harga Rp 35.000. Bapak jangan jual mahal. Turunkan (harga) Jakarta," jelas Spudnik kepada Kepala Bulog Sub Divisi Regional Malang tersebut.

Sementara  di kalangan petani cabai di Dewa Purworejo, Kabupaten Malang, justru merasakan hal aneh, di mana saat harga cabai naik, para petani justru menjual cabai hasil panen dengan harga murah. Mereka juga menolak menjual kepada pada tengkulak.

Ketua Kelompok Tani Gemah Ripah, Yiguantoro mengatakan, para petani menjual cabai dengan harga Rp35 ribu per kg. Mereka menjual hasil panennya kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (persero) dan Perum Bulog. Padahal, tengkulak berani membeli dengan harga Rp70 ribu-Rp80 ribu per kg.

Operasi Pasar

Kepala Divisi Regional Bulog DKI Jakarta dan Banten, Mansur, mengatakan pihaknya menggelar operasi pasar (OP) sejumlah bahan pangan sejak hari Sabtu (7/1) di Pasar Jaya Koja Baru Jakarta Utara.

Di lokasi halaman parkir Pasar Jaya Koja Baru, Bulog menjual cabai rawit merah 1/4 kg Rp 15.000 per kantong plastik atau Rp 60.000/kg. Sementara cabai merah keriting ½ kg Rp 17.500 atau Rp 35.000/kg.

Mansur mengatakan, kegiatan OP Bulog sempat mendapatkan protes dari sejumlah pedagang, namun sesuai permintaan Wali Kota Jakarta Utara, Bulog tetap melakukan intervensi pasar di Pasar Jaya Koja Baru.

"Pada prinsipnya kita tidak merusak harga pasaran tapi sebagai penyimbang harga di pasaran. Jadi masyarakat ada pilihan untuk harga yang lebih terjangkau," ujarnya, Kamis (12/1).

Menurut dia, selain di Pasar Jaya Koja Baru, Bulog DKI Jakarta dan Banten juga menggelar operasi pasar sejumlah bahan pangan di Pasar Jatinegara, Pasar Minggu, Pasar Rawamangun, Pasar Senen dan Pasar Grogrol.

Di sisi lain, Ketua DPR Setya Novanto mengingatkan pemerintah agar segera membentuk Badan Pangan guna menjaga stabilitas distribusi dan harga bahan pangan sehingga tidak terjadi lonjakan harga terlalu tinggi.

“Keberadaan Badan Pangan sangat penting untuk mengatur distribusi bahan pangan sekaligus menghindari permainan tengkulak kepada petani,” ujarnya ketika meninjau Pasar Induk Buah dan Sayur Kramatjati, Jakarta, kemarin.

Pada peninjauan tersebut, Setya Novanto didampingi Wakil Ketua Komisi IV Herman Khaeron dan Siti Hediati Soeharto, Anggota Komisi IV Firman Soebagyo, Ketua Komisi VIII Ali Taher Parasong, dan Anggota Komisi VI Endang Srikarti Handayani.

Kunjungan Ketua dan sejumlah anggota DPR untuk melihat langsung kenaikan harga cabai di tingkat eceran yang pernah mencapai harga Rp120.000 per kg, tapi hari ini sudah turun lagi menjadi sekitar Rp80.000 per kg di Pasar Induk Kramat Jati.

Menurut Novanto, keberadaan Badan Pangan akan mengatur stabilisasi distribusi dan harga bahan pangan, termasuk harga cabai.

“Saya minta kepada Komisi terkait di DPR RI untuk menanyakannya kepada pemerintah dan diharapkan pemerintah dapat segera menindaklanjutinya. Keberadaan Badan Pangan ini dapat memberi makna besar bagi masyarakat,” kata dia.

Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron mengatakan, keberadaan Badan Pangan sangat diperlukan sebagai bentuk dukungan untuk distribusi dan stabilisasi harga pangan.

Menurutnya, Badan Pangan dapat menangani berbagai aspek yang menjadi persoalan Pemerintah saat ini, baik terkait ketersediaan pangan maupun keterjangkauan harga bahan pangan oleh masyarakat. “Jika Pemerintah melalui Kementerian Pertanian fokus pada distribusi bahan pangan sepatutnya segera membentuk Badan Pangan,” ujar Herman.

Herman menegaskan, pembentukan Badan Pangan tersebut sudah diamanahkan dalam UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…