Ekonomi Bilateral - RI Mau Sajikan Potensi Usaha ke Pebisnis Jepang

NERACA

Jakarta – Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe akan membawa delegasi bisnis yang terdiri atas puluhan CEO perusahaan Jepang dalam lawatannya ke Indonesia pada 15-16 Januari 2017. "Hingga saat ini ada 29 pebisnis yang ada dalam daftar saya, dan kami (Jepang) ingin memperlihatkan potensi investasi di Indonesia kepada mereka," kata Wakil Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kozo Honsei di Jakarta, sebagaimana disalin dari Antara.

Honsei mengatakan agenda utama kunjungan PM Abe ke Indonesia memang untuk meningkatkan kerja sama ekonomi kedua negara, namun isu regional seperti keamanan dan stabilitas kawasan juga akan dibahas. "Hal itu sejalan dengan keinginan Indonesia untuk menguatkan peran EAS (East Asian Summit) dalam menjaga keamanan dan stabilitas di kawasan," kata dia.

Pernyataan Honsei tersebut sekaligus menanggapi salah satu poin Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri RI 2017, yang ingin mendorong peran konstruktif EAS sebagai sebuah mekanisme dalam ASEAN bagi keamanan dan stabilitas di kawasan Asia Timur.

Terkait peningkatan kerja sama ekonomi, selain membawa delegasi bisnis, rencananya Presiden Joko Widodo dan PM Abe akan membahas investasi proyek infrastruktur, antara lain pembangunan Pelabuhan Patimban di Jawa Barat, kereta api cepat Jakarta-Surabaya, dan operasional Blok Masela Maluku.

Rencananya, pertemuan bilateral Presiden Jokowi dan PM Abe akan dilaksanakan di Istana Bogor, Jawa Barat, pada 15 Januari 2017, dan kembali ke Jepang pada 16 Januari 2017. Hingga saat ini, Jepang merupakan salah satu mitra ekonomi terpenting bagi Indonesia dengan nilai perdagangan bilateral pada 2016 lalu mencapai 31 miliar dolar AS dan investasi mencapai 4,5 miliar dolar AS.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Jepang merupakan negara yang paling besar berinvestasi kelistrikan di Indonesia. "Untuk listrik, ternyata Jepang investasinya paling besar di Indonesia. Bukan Tiongkok lho," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia, sektor kelistrikan tentunya akan menjadi salah satu yang akan dibahas dalam kunjungan kenegaraan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe ke Indonesia yang dijadwalkan pada 15 Januari 2017. Luhut menyebut, investasi listrik Jepang di Indonesia mencapai sekitar 12 miliar dolar AS, baik itu sebagai pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) maupun kontraktor rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (engineering, procurement and construction/EPC). "Itu jumlahnya IPP 48 persen dan EPC 44 persen dari semua proyek," katanya.

Data tersebut, menurut Luhut membantah banyaknya anggapan bahwa pemerintah kerap mengutamakan Tiongkok dalam segala hal. Tiongkok sendiri hanya menempati posisi kelima atau keenam dalam daftar negara yang menanamkan modal ke Indonesia. "Investor terbesar di Indonesia masih tetap Singapura dan kedua itu Jepang. Tiongkok mungkin nomor lima atau enam. Jadi jangan selalu bilang Tiongkok terus," katanya.

Sebelumnya, Luhut mengaku ada sejumlah proyek strategis yang akan dibahas dalam pertemuan dengan PM Abe. Proyek tersebut antara lain Pelabuhan Patimban, kereta semicepat Jakarta-Surabaya serta finalisasi pengembangan Blok Masela.

Terkait Pelabuhan Patimban, diharapkan akan ada kesepakatan mengenai perusahaan Jepang yang akan bekerja sama dengan Pelindo II sebagai operator pelabuhan. Sedangkan mengenai proyek kereta semicepat Jakarta-Surabaya, diharapkan akan ada penandatanganan uji kelayakan antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan pihak Jepang.

"Kami berharap mudah-mudahan Masela juga difinalisasi," katanya lantaran pemerintah dan kontraktor blok itu (Inpex Masela Ltd) telah menyepakati sejumlah ketentuan termasuk biaya penggantian operasi atau "cost recovery".

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan bahwa ia telah bertemu dengan Inpex Corporation terkait pembahasan Blok Masela, Maluku. "Pokoknya bahas Masela," jawab singkat dari Arcandra.

Saat ditanya terkait dengan finalisasi dan kesepahaman kedua pihak, Arcandra hanya menjawab saat ini sedang mencoba untuk mengerti. Sebelumnya, Arcandra telah menekan belanja modal dari proyek tersebut.

Dengan alasan tersebut maka tidak terjadi pembengkakan pada cost recovery atau biaya operasional yang dibayarkan pemerintah setiap tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Arcandra juga mengatakan bahwa jumlah produksi yang meningkat di blok Masela bisa menguntungkan bagi negara. Hanya saja secara detail dia tidak menyebutkan besaran belanja modal yang dikeluarkan Inpex dalam mengembangkan blok Masela.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…