Prospek Integrasi Infrastruktur Gas

 

Oleh: Bhima Yudhistira Adhinegara

Peneliti INDEF

 

Selama ini pelaku industri masih gusar soal harga gas yang tak turun kendati Pemerintah sudah mengeluarkan aneka paket kebijakan. Dalam paket kebijakan ekonomi ke-III, komitmen Pemerintah memang sudah jelas yakni menurunkan harga gas untuk industri agar lebih kompetitif dengan negara tetangga. Bayangkan Singapura yang bukan penghasil gas saja harga jual gas bisa mencapai $4 per MMBtu, sementara di Indonesia harga jual gas sangat mahal bahkan ada yang mencapai $12 per MMBtu. Artinya masalah harga gas industri menjadi hal yang akut. Pantas industri yang mengandalkan gas seperti industri pupuk kalah bersaing dari negara lain.

Permasalahannya selama 1 tahun paket kebijakan bergulir belum ada tanda-tanda turunnya harga gas. Justru ditengah kenaikan harga minyak dunia saat ini, mau tidak mau harga gas pasti terseret naik. Upaya untuk menurunkan harga gas dus tidak bisa menggunakan cara konvensional. Reformasi mutlak diperlukan salah satunya dengan integrasi infrastruktur gas.

Selama ini panjangnya rantai pasok gas ke industri jadi biang keladi mahalnya harga gas. Terlalu banyak trader gas yang sebenarnya berkedok sebagai rente terutama dalam konteks distribusi. Rantai distribusi bisa lebih dari 10 perusahaan yang bermain dari mulai hulu hingga sampai ke final user atau industri. Ibaratnya hanya dengan menjadi penghubung 1-2 meter pipa gas sudah bisa menikmati margin keuntungan yang tinggi.

Untuk memotong rantai pasokan yang kelewat panjang itu, Pemerintah harus terus mendorong integrasi infrastruktur gas. Artinya, seluruh jaringan distribusi gas perlu dipegang oleh satu pengelola. Pengelola yang dimaksud adalah perusahaan BUMN bisa dengan menggandeng swasta. Tapi poinnya adalah keseluruhan distribusi ada dalam kendali perusahaan plat merah yang diawasi oleh Pemerintah. Transparansi margin distribusi dengan cara itu menjadi lebih terang. Publik pun bisa memantau selisih harga di level hulu dengan hilir. Memang harus diakui ini butuh biaya yang tak sedikit, tapi integrasi infrastruktur gas penting untuk menjamin harga yang fair bagi kepentingan industri.

Jadi dibandingkan Pemerintah mondar mandir membuat task force atau Perpres No.40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dan Permen ESDM No.16/2016 tentang Tata Cara Penetapaan Harga dan Pengguna Gas Bumi, lebih baik memikirkan skema integrasi infrastruktur gas terutama di kawasan industri. Saat ini dunia usaha lebih butuh langkah konkret yang bisa diukur.

Momentum 2017 untuk memulai langkah integrasi infrastruktur sangatlah tepat. Pertumbuhan industri diproyeksi masih stagnan kurang dari 5% atau dibawah pertumbuhan ekonomi, sementara kinerja ekspor diproyeksi masih tumbuh negatif. Tidak ada cara lain untuk mendorong industri selain intervensi Pemerintah dalam merubah skema infrastruktur gas yang selama ini terpecah-pecah dan dipenuhi mafia.

 

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…