OJK MINTA LAPORAN BERKALA USAHA FINANSIAL BERBASIS TEKNOLOGI - Waspada Dana Teroris Lewat Fintech

OJK MINTA LAPORAN BERKALA USAHA FINANSIAL BERBASIS TEKNOLOGI
Waspada Dana Teroris Lewat Fintech
Jakarta - Di tengah pesatnya usaha finansial pemula berbasis teknologi (Financial Technology-Fintech), Otoritas Jasa Keuangan akan memberlakukan sistem pengawasan yang ketat. Ini sebagai upaya preventif terhadap kekhawatiran adanya potensi aliran dana teroris yang berasal dari pencucian uang melalui sarana pembiayaan Fintech tersebut. 
NERACA
“Makanya dengan POJK yang mengatur Fintech ini kita ingin bisa mencegah adanya pencucian uang atau dana-dananya digunakan untuk (kegiatan) terorisme,” tegas Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK Imansyah di Jakarta, pekan ini.
OJK mencatat pertumbuhan signifikan dalam industri ini yang dapat berisiko terhadap sistem keuangan dan pelaku industri lainnya. Pertumbuhan jumlah penyelenggara Fintech start-up di tahun 2016 telah meningkat sekitar tiga kali lipat, atau dari sekitar 51 perusahaan pada kuartal I-2016 melesat menjadi 135 perusahaan pada akhir 2016. 
Menurut Imansyah, sejak akhir tahun lalu pihaknya telah mengeluarkan peraturan OJK (POJK) Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi( LPMUBTI) atau Fintech Peer to Peer (P2P) Lending . Untuk itu, regulator mengimbau agar pelaku usaha Fintech segera mendaftarkan diri ke OJK dalam hal pengurusan perizinan. 
“Enam bulan setelah aturan keluar, Fintech harus mendaftar ke OJK. Nantinya diuji kualitasnya bagaimana dan lainnya. Setelah itu, baru dikeluarkan izinnya paling lama satu tahun setelah mendaftar. Kami sangat mewaspadai perusahaan yang asal-asalan demi perlindungan konsumen,” ujarnya. Meski saat masa pendaftaran, pelaku usaha tetap dapat melakukan aktivitasnya secara penuh dengan pendampingan dari OJK terus-menerus sambil melakukan evaluasi. 
“Jadi kita me-refer ke asosiasi dunia yang melarang adanya dana-dana teroris. Makanya nanti, OJK minta setiap perusahaan Fintech harus melaporkan secara berkala terkait penyaluran pinjamannya itu,” tegas Iman.
Menurut dia, aturan turunan lainnya seperti surat edaran akan menyusul. Fokus yang akan diatur dana Fintech ini antara lain bentuk badan hukum (PT), kepemilikan dan permodalan. Kegiatan usaha, batasan pemberian pinjaman dana, perizinan, perubahan kepemilikan. 
Peraturan ini akan membuat start-up (pengusaha pemula) bisa mempermudah akses pinjaman di perbankan dalam maupun di luar negeri serta mempercepat distribusi pembiayaan bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). “Ini merupakan alternatif sumber pembiayaan bagi masyarakat yang selama ini belum dapat dilayani secara maksimal seperti perbankan, pasar modal, perusahaan pembiayaan dan modal ventura,” ujarnya.  
Dia mengatakan, untuk modal perusahaan, pada tahap awal perusahaan harus siapkan sekitar Rp1-2,5 miliar. Sementara, batasan pinjaman dalam Fintech maksimal Rp2 miliar per debitur dalam bentuk mata uang rupiah.”Kami ingin menyasar peminjam dari segmen industri kreatif yang tidak memiliki agunan apabila meminjam di bank. Misalnya, ada proyek fotografi atau iklan yang omzetnya Rp2,5 miliar tapi butuh modal sewa perlengkapan maka bisa lewat Fintech ini,” ujarnya. 
Dia menyampaikan pula bahwa penyelenggara Fintech P2P Lending atau LPMUBTI dalam POJK ini dikelompokkan sebagai lembaga jasa keuangan lainnya yang masuk dalam ranah pengawasan sektor industri keuangan nonbank (IKNB). 
Selain mengatur penyelenggaraan Fintech P2P Lending , POJK ini juga mendorong terciptanya ekosistem fintech secara menyeluruh yang mencakup Fintech 2.0 (antara lain fintech perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga keuangan mikro, perusahaan pembiayaan, modal ventura, pergadaian, penjaminan, dan payment ) dan Fintech 3.0 (antara lain fintech big-dataanalytic, aggregator, robo-advisor, blockchain , dan lain-lain). 
Imansyah menjelaskan, pertumbuhan yang sangat cepat ini perlu diantisipasi untuk melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan data, serta kepentingan nasional terkait pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta stabilitas sistem keuangan. POJK ini dibuat untuk melindungi kepentingan konsumen dan nasional, dan pada saat yang sama tetap menyediakan ruang bagi penyelenggara Fintech di Indonesia untuk dapat tumbuh dan berkembang, serta memberi kontribusi bagi perekonomian nasional. 
Pengelola Berpengalaman
Bahkan nantinya, OJK akan mengatur kalau perusahaan Fintech ke depannya harus menggunakan jasa credit rating untuk memastikan tata kelola (governance)-nya.
“Hal ini untuk menghindari moral hazard terkait lembaga off balance sheet dan on balance sheet. Sehingga jangan sampai yang dikasih pinjaman yang baik-baik saja. Makanya perusahaan Fintech Credit Rating-nya,” ungkap Peneliti Eksekutif Senior Tim Pengembangan Sektor Jasa Keuangan, Hendrikus Passagi, di Jakarta, Selasa (10/1).
Menurutnya, POJK ini hanya akan mengatur perusahaan pembiayaan kategori Fintech yang skemanya peer to peer (P2P) lending atau yang disebut off balance sheet. Sementara yang masuk on balance sheet ity seperti perbankan dan lenbaga pembiayaan sudah ada aturannya.
“Sekalipun modelnya P2P, tapi harus ada badan hukumnya. Harusnya bentuknya PT dan Koperasi. Karena jangan sampai badan hukumnya malah berbentuk CV atau Firma,” tegas dia.
Sebelumnya Direktur Asosiasi Fintech Indonesia M Ajisatria Suleiman mengingatkan, beberapa hal sudah disepakati antara asosiasi dan regulator seperti kualifikasi direksi, platform yang harus menempatkan orang berpengalaman, standar pelaporan, serta kewajiban bekerja sama dengan bank.
Sebagai marketplace, kata Aji, platform P2P Lending ini tidak boleh melakukan penghimpunan dana, melainkan hanya menyalurkan. Soal batasan modal, sementara ini ditetapkan Rp 2,5 miliar. 
"Hal yang masih pending, belum selesai itu terkait dengan identifikasi nasabah atau Know Your Customer (KYC), karena kemudian si platform ini harus melakukan verifikasi kepada nasabah, itu yang kami ingin proses ini efisien," ujarnya di Jakarta, belum lama ini. 
Menurut Aji, apabila orang yang menggunakan layanan P2P Lending sudah menjadi nasabah dari bank seharusnya tidak diperlukan lagi proses KYC. Sebab, proses KYC sudah dilakukan oleh perbankan.
Proses KYC yang sama yang harus dilakukan oleh platform P2P Lending justru akan membuat proses layanan Fintech tidak efisien. "Tetapi, buat yang un-banked itu yang harus kami bicarakan. Tetapi yang banked kan harusnya udah jelas," tutur Aji.
Layanan fintech yang berfokus pada kegiatan pembayaran disebut Internet Payment Gateway (IPG). Kegiatan IPG sendiri dapat digolongkan berdasarkan 3 kategori, yaitu berdasarkan arus uang (dari rekening pembeli langsung ke rekening penjual atau disimpan sementara di rekening penampungan IPG agregator); berdasarkan sumber dana (hard cash, credit card, debit card, uang elektronik, rekening tabungan personal, rekening tabungan perusahaan, rekening pinjaman mikro dan rekening pinjaman komersial); berdasarkan channel pembayaran (via agen seperti melalui sistem point-of- sales atau melalui sistem saluran perangkat genggam, dan tanpa melalui agen).
Melalui sejumlah pendekatan di atas, Perusahaan fintech dalam kategori payment gateway berupaya membangun solusi pembayaran terintegrasi (melayani transaksi jual-beli, pembayaran tagihan dan distribusi dana), melalui berbagai delivery channels (EDC, online/web, perangkat genggam) dan memfasilitasi transaksi lintas bank / multi-merchants.
Layanan tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai produk dan program transaksi yang menarik minat dan menjamin kepraktisan konsumen seperti gift card, benefit card, prepaid card, loyalty programs, member cards, coupon dan voucher. bari/mohar/fba

Jakarta - Di tengah pesatnya usaha finansial pemula berbasis teknologi (Financial Technology-Fintech), Otoritas Jasa Keuangan akan memberlakukan sistem pengawasan yang ketat. Ini sebagai upaya preventif terhadap kekhawatiran adanya potensi aliran dana teroris yang berasal dari pencucian uang melalui sarana pembiayaan Fintech tersebut. 

NERACA

“Makanya dengan POJK yang mengatur Fintech ini kita ingin bisa mencegah adanya pencucian uang atau dana-dananya digunakan untuk (kegiatan) terorisme,” tegas Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK Imansyah di Jakarta, pekan ini.

OJK mencatat pertumbuhan signifikan dalam industri ini yang dapat berisiko terhadap sistem keuangan dan pelaku industri lainnya. Pertumbuhan jumlah penyelenggara Fintech start-up di tahun 2016 telah meningkat sekitar tiga kali lipat, atau dari sekitar 51 perusahaan pada kuartal I-2016 melesat menjadi 135 perusahaan pada akhir 2016. 

Menurut Imansyah, sejak akhir tahun lalu pihaknya telah mengeluarkan peraturan OJK (POJK) Nomor 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi( LPMUBTI) atau Fintech Peer to Peer (P2P) Lending . Untuk itu, regulator mengimbau agar pelaku usaha Fintech segera mendaftarkan diri ke OJK dalam hal pengurusan perizinan. 

“Enam bulan setelah aturan keluar, Fintech harus mendaftar ke OJK. Nantinya diuji kualitasnya bagaimana dan lainnya. Setelah itu, baru dikeluarkan izinnya paling lama satu tahun setelah mendaftar. Kami sangat mewaspadai perusahaan yang asal-asalan demi perlindungan konsumen,” ujarnya. Meski saat masa pendaftaran, pelaku usaha tetap dapat melakukan aktivitasnya secara penuh dengan pendampingan dari OJK terus-menerus sambil melakukan evaluasi. 

“Jadi kita me-refer ke asosiasi dunia yang melarang adanya dana-dana teroris. Makanya nanti, OJK minta setiap perusahaan Fintech harus melaporkan secara berkala terkait penyaluran pinjamannya itu,” tegas Iman.

Menurut dia, aturan turunan lainnya seperti surat edaran akan menyusul. Fokus yang akan diatur dana Fintech ini antara lain bentuk badan hukum (PT), kepemilikan dan permodalan. Kegiatan usaha, batasan pemberian pinjaman dana, perizinan, perubahan kepemilikan. 

Peraturan ini akan membuat start-up (pengusaha pemula) bisa mempermudah akses pinjaman di perbankan dalam maupun di luar negeri serta mempercepat distribusi pembiayaan bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). “Ini merupakan alternatif sumber pembiayaan bagi masyarakat yang selama ini belum dapat dilayani secara maksimal seperti perbankan, pasar modal, perusahaan pembiayaan dan modal ventura,” ujarnya.  

Dia mengatakan, untuk modal perusahaan, pada tahap awal perusahaan harus siapkan sekitar Rp1-2,5 miliar. Sementara, batasan pinjaman dalam Fintech maksimal Rp2 miliar per debitur dalam bentuk mata uang rupiah.”Kami ingin menyasar peminjam dari segmen industri kreatif yang tidak memiliki agunan apabila meminjam di bank. Misalnya, ada proyek fotografi atau iklan yang omzetnya Rp2,5 miliar tapi butuh modal sewa perlengkapan maka bisa lewat Fintech ini,” ujarnya. 

Dia menyampaikan pula bahwa penyelenggara Fintech P2P Lending atau LPMUBTI dalam POJK ini dikelompokkan sebagai lembaga jasa keuangan lainnya yang masuk dalam ranah pengawasan sektor industri keuangan nonbank (IKNB). 

Selain mengatur penyelenggaraan Fintech P2P Lending , POJK ini juga mendorong terciptanya ekosistem fintech secara menyeluruh yang mencakup Fintech 2.0 (antara lain fintech perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga keuangan mikro, perusahaan pembiayaan, modal ventura, pergadaian, penjaminan, dan payment) dan Fintech 3.0 (antara lain fintech big-dataanalytic, aggregator, robo-advisor, blockchain , dan lain-lain). 

Imansyah menjelaskan, pertumbuhan yang sangat cepat ini perlu diantisipasi untuk melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan data, serta kepentingan nasional terkait pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta stabilitas sistem keuangan. POJK ini dibuat untuk melindungi kepentingan konsumen dan nasional, dan pada saat yang sama tetap menyediakan ruang bagi penyelenggara Fintech di Indonesia untuk dapat tumbuh dan berkembang, serta memberi kontribusi bagi perekonomian nasional. 

Pengelola Berpengalaman

Bahkan nantinya, OJK akan mengatur kalau perusahaan Fintech ke depannya harus menggunakan jasa credit rating untuk memastikan tata kelola (governance)-nya.

“Hal ini untuk menghindari moral hazard terkait lembaga off balance sheet dan on balance sheet. Sehingga jangan sampai yang dikasih pinjaman yang baik-baik saja. Makanya perlu perusahaan Fintech Credit Rating-nya,” ungkap Peneliti Eksekutif Senior Tim Pengembangan Sektor Jasa Keuangan Hendrikus Passagi di Jakarta, Selasa (10/1).

Menurut dia, POJK ini hanya akan mengatur perusahaan pembiayaan kategori Fintech yang skemanya peer to peer (P2P) lending atau yang disebut off balance sheet. Sementara yang masuk on balance sheet itu seperti perbankan dan lenbaga pembiayaan sudah ada aturannya.

“Sekalipun modelnya P2P, tapi harus ada badan hukumnya. Harusnya bentuknya PT dan Koperasi. Karena jangan sampai badan hukumnya malah berbentuk CV atau Firma,” tegas dia.

Sebelumnya Direktur Asosiasi Fintech Indonesia M Ajisatria Suleiman mengingatkan, beberapa hal sudah disepakati antara asosiasi dan regulator seperti kualifikasi direksi, platform yang harus menempatkan orang berpengalaman, standar pelaporan, serta kewajiban bekerja sama dengan bank.

Sebagai marketplace, kata Aji, platform P2P Lending ini tidak boleh melakukan penghimpunan dana, melainkan hanya menyalurkan. Soal batasan modal, sementara ini ditetapkan Rp 2,5 miliar. 

"Hal yang masih pending, belum selesai itu terkait dengan identifikasi nasabah atau Know Your Customer (KYC), karena kemudian si platform ini harus melakukan verifikasi kepada nasabah, itu yang kami ingin proses ini efisien," ujarnya di Jakarta, belum lama ini. 

Menurut Aji, apabila orang yang menggunakan layanan P2P Lending sudah menjadi nasabah dari bank seharusnya tidak diperlukan lagi proses KYC. Sebab, proses KYC sudah dilakukan oleh perbankan.

Proses KYC yang sama yang harus dilakukan oleh platform P2P Lending justru akan membuat proses layanan Fintech tidak efisien. "Tetapi, buat yang un-banked itu yang harus kami bicarakan. Tetapi yang banked kan harusnya udah jelas," tutur Aji.

Layanan Fintech yang berfokus pada kegiatan pembayaran disebut Internet Payment Gateway (IPG). Kegiatan IPG sendiri dapat digolongkan berdasarkan 3 kategori, yaitu berdasarkan arus uang (dari rekening pembeli langsung ke rekening penjual atau disimpan sementara di rekening penampungan IPG agregator); berdasarkan sumber dana (hard cash, credit card, debit card, uang elektronik, rekening tabungan personal, rekening tabungan perusahaan, rekening pinjaman mikro dan rekening pinjaman komersial); berdasarkan channel pembayaran (via agen seperti melalui sistem point-of- sales atau melalui sistem saluran perangkat genggam, dan tanpa melalui agen).

Melalui sejumlah pendekatan di atas, Perusahaan Fintech dalam kategori payment gateway berupaya membangun solusi pembayaran terintegrasi (melayani transaksi jual-beli, pembayaran tagihan dan distribusi dana), melalui berbagai delivery channels (EDC, online/web, perangkat genggam) dan memfasilitasi transaksi lintas bank / multi-merchants.

Layanan tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai produk dan program transaksi yang menarik minat dan menjamin kepraktisan konsumen seperti gift card, benefit card, prepaid card, loyalty programs, member cards, coupon dan voucher. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…