Bila Kesenjangan Kian Mengkhawatirkan

Oleh: Fauzi Aziz

Pemerhati Sosial dan Ekonomi

 

Tahun 2017 yang baru berjalan beberapa hari, kita disibukkan dengan berita bahwa negeri ini menghadapi sebuah kondisi dimana kesenjangan kian mengkhawatirkan, meskipun ekonominya tumbuh. Indeks gini ratio merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan untuk mengukur timpang tidaknya distribusi pengeluaran atau pendapatan antar kelompok masyarakat.

PBB mengklasifikasikannya dalam beberapa tingkatan, yakni: <0,2,merata; 0,2-0,3, relatif merata; 0,3-0,4, moderat; 0,4-0,5, relatif timpang; dan 0,6<, sangat timpang. Indeks gini ratio Indonesia saat ini adalah 0,41 yang berarti bahwa distribusi pengeluaran atau pendapatan belum dianggap merata. Kondisi ini tentu merisaukan karena berpotensi menimbulkan masalah sosial yang rawan melahirkan konflik sosial.

Keprihatinan ini memang patut disikapi karena kalau tidak diatasi biaya sosial, politik dan ekonominya sangat mahal karena besarnya berbagai bentuk risiko yang harus dikompensasi. Dalam hubungan ini, pemerintah yang akan menjadi sasaran karena kesenjangan terjadi akibat adanya kebijakan pemerintah yang dinilai salah atau tidak tepat.

Beberapa informasi yang pernah dirilis di media antara lain mengabarkan bahwa dari data Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) tahun 2011 mengatakan sekitar 51% dari simpanan deposito sebanyak Rp 1.700 triliun dimiliki oleh 0,13% nasabah. Kala itu, sejumlah pemerhati ekonomi mengatakan bahwa kesenjangan pendapatan di Indonesia masuk kategori "buruk".

Di sisi yang lain juga diberitakan bahwa penguasaan 74% lahan di Indonesia oleh 0,2% penduduk menunjukkan ketimpangan tenurial, sehingga pemerintah di minta meninjau ulang lahan-lahan berstatus HGU perkebunan milik perusahaan yang telah habis masa izinnya, dan meredistribusikannya bagi masyarakat. Di sini masalah reformasi agraria menjadi perhatian utama untuk mengatasi masalah kesenjangan di Indonesia dewasa ini.

Berikutnya, Menteri Keuangan menyampaikan bahwa fungsi fiskal untuk pemerataan pembangunan belum efektif. Selama APBN/APBD “dikuasai” oleh elit untuk kepentingan kelompoknya, sasaran pembangunan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur akan terbengkalai. Masyarakat sebagai pemangku utama akhirnya hanya mendapatkan sisa-sisanya belaka. Musuh utamanya adalah korupsi.

Dari sekilas info tersebut, maka harus diakui bahwa kesenjangan itu ada. Dan pemerintah juga mengakui bahwa harus ada strategi dan kebijakan yang tepat untuk mengatasinya karena ini menyangkut kredibilitas pemerintahan.

Dalam bahasa ekonomi pembangunan berarti bahwa membangun Indonesia memerlukan arah baru untuk menjamin keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan atau dalam bahasa ekonomi Pancasila harus berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pertumbuhan dan keadilan sosial adalah masalah ekonomi politik dan sekaligus harus bisa diwujudkan melalui politik ekonomi, termasuk politik anggaran yang bersifat people driven.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…