BANGGAR DPR BANTAH USUL KENAIKAN BIAYA STNK/BPKB - Perlu Penjelasan Terbuka Soal PNBP

BANGGAR DPR BANTAH USUL KENAIKAN BIAYA STNK/BPKB
Perlu Penjelasan Terbuka Soal PNBP
Jakarta - Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM Dwi Ardiantara Kurniawan mengatakan formula kenaikan tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor perlu dijabarkan secara transparan kepada publik. Sementara Banggar DPR membantah usulan kenaikan biaya tersebut bukan dari pihaknya.
NERACA
"Perlu dijelaskan kepada publik formula penghitungannya, bagaimana bisa mendapatkan angka kenaikan sebesar itu," kata Dwi di Yogyakarta, Jumat (6/1).
Menurut dia, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) belum dijabarkan secara rinci mengenai formula penghitungan kenaikan tarif itu.
Berdasarkan PP baru tersebut, tarif pengurusan surat tanga nomor kendaraan (STNK) yang berlaku per 6 Januari 2017 untuk kendaraan roda dua dari Rp 50.000 menjadi Rp 100.000 sementara untuk roda empat dari Rp 75.000 menjadi Rp 200.000.
Kenaikan tarif juga berlaku untuk penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) baru dan ganti kepemilikan (mutasi). Besaran tarifnya dari Rp 80.000 untuk roda dua dan tiga menjadi Rp 225.000 dan kendaraan roda empat dari Rp 100.000 menjadi Rp 375.000.
"Perhitungannya harus disampaikan dengan jelas karena itulah yang menjadi pertanyaan sekarang," ujarnya seperti dikutip Antara. 
Meski demikian, Dwi menilai kebijakan itu juga dimungkinkan mampu menekan tingginya kepemilikan dan pembelian kendaraan pribadi. "Mungkin akan berpengaruh karena adanya biaya tinggi untuk membeli kendaraan baru," ujarnya. 
Pendapat senada juga dilontarkan anggota dewan pengurus Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) John Widijantoro yang mengatakan penjabaran formula kenaikan tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor harus dilakukan karena masuk ranah hak masyarakat atas keterbukaan informasi. "Itu soal transparansi dan akuntabilitas," ujarnya. 
Menurut Widijantoro, untuk konteks saat ini peningkatan penerimaan negara dengan menaikkan tarif pelayanan publik belum tepat karena belum ada jaminan perbaikan kualitas pelayanan dan dikhawatirkan hanya membebani masyarakat.
"Prinsipnya pemerintah semestinya meningkatkan pendapatannya dari sumber-sumber pendapatan pajak yang masih belum sesuai target," ujarnya. 
Tidak Adil
Peneliti dari Indonesia Tax Care (INTAC), Basuki Widodo, menilai penyesuaian tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pengurusan surat-surat kendaraan bermotor sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tidak adil karena kualitas jasa pelayanannya yang masih buruk.
"Penaikan PNPB tidak adil karena pelayanan masih buruk, banyak uang yang diberikan pada oknum tertentu misalnya untuk mempercepat antrean. Ini yang perlu diperbaiki, bukan dengan menaikkan tarif," ujarnya di Jakarta, pekan lalu. 
Dia menilai keputusan pemerintah mengenai PP 60/2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah terlalu sporadis dalam membuat kebijakan dan memaksakan kehendak untuk memenuhi kebutuhan anggaran.
Widodo memandang perlu adanya transparansi mengenai dasar penyesuaian tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor tersebut. "Kalau naik harus yang memungkinkan masyarakat untuk mampu menanggungnya, karena ini akan berdampak pada ekonomi," ujarnya, yang sekaligus menyarankan agar kenaikan tarif sesuai PP 60/2016 sebaiknya dibatalkan.
Di sisi lain, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Sukamta membantah pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang mengatakan bahwa kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) adalah usulan Banggar.
Tito menyebut, hal itu lantaran adanya temuan Badan Anggaran (Banggar) DPR, yang menilai harga material STNK dan BPKB di Indonesia termasuk yang terendah di dunia.
Sukamta mengakui adanya forum pembahasan antara Banggar dengan Polri terkait kenaikan tarif STNK dan BPKB itu. Namun, dia mengungkapkan dalam forum tersebut tidak mencapai kesimpulan soal besaran tarif pengurusan surat kendaraan.
“Soal kenaikan STNK, BPKB, ada diskusi di dalam forum pendalaman tapi tidak ada kesimpulan. Tidak menjadi sebuah keputusan di banggar bahwa pemerintah diminta untuk menaikan biaya STNK apalagi BPKB, tidak ada dalam kesimpulan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (6/1).
Menurut dia, dalam forum itu ada sekitar 98 anggota banggar yang melontarkan ide soal optimalisasi PNBP.  Akan tetapi, Sukamta membantah jika kenaikkan penerimaan negara itu spesifik menyasar pada tarif STNK dan BPKB.
“Kalau diskusi ada saja ide-ide dilontarkan banyak anggota banggar, 98 orang. Tapi Banggar tidak pernah memutus dan menyimpulkan bahwa salah satu sumber kenaikan PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak) adalah dengan STNK dan BPKB apalagi besarannya sampai 300%, seingat saya tidak ada keputusan itu,” tegasnya.
Anggota Komisi I DPR itu mengklaim Banggar tentunya berhati-hati dalam mengambil keputusan. Oleh karenanya, Sukamta memastikan Banggar tidak mungkin berani memutuskan kebijakan tanpa melalui kajian yang matang.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, menyebutkan sembilan alasan kenaikan biaya administrasi pengurusan STNK, BPKB, SIM yang masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) guna meningkatkan pelayanan publik.
“Ada beberapa alasan yang kami dapat sampaikan kenaikan PNBP ini. Pertama, itu perlu adanya peningkatan fitur keamanan dan material STNK sebagai dokumen berharga pada layanan Samsat tiap daerah hingga seluruh daerah," kata Boy Rafli dalam konferensi pers di Ruang Rapat Utama Kantor Staf Presiden di Jakarta, Jumat (6/1).
“Jadi bahan material ini diperlukan sebuah kualitas yang lebih bagus lagi. Tentunya harga pasti tidak mungkin kita sesuaikan dengan kondisi 5-7 tahun lalu. Oleh karenanya ini harus disesuaikan, apalagi kita juga kaitkan dengan kenaikan-kenaikan hagra bahan material,” dia menambahkan.
Kedua, lanjut Boy, perlu peningkatan dukungan anggaran untuk melaksanakan peningkatan pelayanan STNK di Samsat. “Kita ini kan sekarang bertahap melakukan program e-samsat. Jadi STNK online, BPKB online, ditambah lagi Satpas SIM itu SIM online,” katanya.
Boy mengatakan, dengan proses SIM online saat ini proses perpanjangan SIM yang dilaksanakan oleh masyarakat akan lebih mudah dan cepat.
Dia mencontohkan, masyarakat dari Papua ketika berada di Jakarta, kalau masa berlaku SIMnya habis, dia tidak harus pulang ke Papua. Kalau dia (warga Papua) ada di Jakarta, dia dapat memperpanjang masa berlakunya dengan sistem online dan dia bisa memperoleh perpanjangan di kantor Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) SIM yang ada di Jakarta.
“Itu salah satu kemudahan-kemudahan dari SIM online dan ini secara bertahap 2016-2017 akan direalisasikan di sejumlah Polda dan kota-kota besar di seluruh Indonesia,” katanya.
Ketiga, meningkatkan biaya perawatan-perawatan Samsat itu sendiri.
“Karena kita tahu bahwa di sana sarat dengan teknologi informasi yang kaitannya dengan unsur-unsur ada database di sana, ada software di sana perlu biaya perawatan, dan kita tahu bahwa teknologi informasi ini berkembang terus berkaitan dengan security system dari manajemen sistem informasi kita," katanya.
"Jadi ini tidak bisa dengan biaya yang tentunya seadanya, tetapi kita harus sesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi yang berkembang di tengah masyarakat," lanjutnya.
Kemudian juga berkaitan dengan NTMC. "Di tingkat pusat kita punya NTMC, di daerah kita bikin regional traffic management center. Ini juga tentu berkaitan dengan masalah software dan hardware yang tentu di sana sarat dengan investasi, sarat dengan dukungan anggaran yang diperlukan," katanya.
Keempat, perlu adanya modernisasi peralatan termasuk perbesaran komputerisasi. Kelima, perlu dukungan anggaran untuk pembangunan sarana prasarana.
“Jadi berkaitan dengan kantor Samsat kita sekarang sudah punya prototipe,” katanya.
Berikutnya, keenam, berkaitan biaya penyiapan material STNK dan komponen pendukungnya termasuk tentunya BPKB.
“Khusus BPKB, kita tahu kan ini kategorinya surat berharga. Jadi surat berharga dan ini bahkan bisa menjadi agunan di bank, orang untuk mendapatkan fasilitas kredit dan sebagainya. Jadi tentu dari waktu ke waktu kita menyempurnakan bahan material itu dan tentu ini disamakan dengan yang sifatnya berupa berharga lainnya,” katanya.
Kemudian ketujuh (dan kedelapan), perlu penyesuaian dengan insentif. Ini berkaitan dengan akuntabilitas transparansi petugas-petugas kita untuk meminimalisir pungli itu kita harus sesuaikan insentifnya. Jadi dia tidak boleh lagi mengutip-ngutip, katanya.
“Jika proses perbaikan insentif kepada mereka kita penuhi setelah kita penuhi, maka kewajiban yang kita tuntut. Jadi tidak boleh lagi ada yang namanya korupsi dalam sektor pelayanan publik, terutama di SSB (STNK, SIM, BPKB). ini menjadi sesuatu harapan yang akan kita perjuangkan,” ujarnya. 
Dan yang terakhir, yang kesembilan, PNBP yang belum pernah naik sejak tahun 2010. Jadi kalau kita sekarang 2017 tentu sudah sekitar 6 tahun. “Oleh karena itu kita perlu menyesuaikan dengan kondisi harga kekinian. Tentunya yang kami pikir ini juga berlaku di sektor lain-lainnya karena termasuk bahan material tadi juga tentu tidak sama antara bahan material yang 2010 dengan kondisi saat ini,” katanya.
Sebelumnya Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, kenaikan biaya administrasi pengurusan STNK, BPKB, SIM yang masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) turut melibatkan Badan Anggaran DPR yang mengusulkan untuk merevisi tarif PNPB.
“Dari diskusi yang dilakukan oleh pemerintah dan polisi, dari kepolisian dan kami turut mendampingi dari Kementerian Keuangan dalam pembahasan Undang-undang APBN dua tahun berjalan ini, memang dari Badan Anggaran DPR itu juga memberikan masukan bahwa seharusnya tarif PNBP yang sudah berlaku sejak tahun 2010 juga direvisi,” kata Askolani dalam konferensi pers di Jakarta, akhir pekan lalu. 
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 tahun 2010 Tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku pada Polri dievaluasi pada awal tahun 2015.
Askolani mengatakan, selain alasan pertama yakni mempertimbangkan penyesuaian tarif PNBP kepolisian, tujuan lainnya adalah untuk peningkatan pelayanan. Alasan lainnya yaitu untuk menggali potensi tarif-tarif yang memang selama ini belum dipungut untuk bisa dipungut secara lebih akuntabel. “Itu pertimbangan kedua kenapa PNBP ini direvisi,” ujarnya. 
Dia menjelaskan kenaikan tarif ini disebut untuk meningkatkan pelayanan karena PNBP ini sebesar 92 persen dikembalikan untuk digunakan kembali oleh polisi dalam rangka untuk pelayanan di bidang PNBP.
“Jadi ini kembali ke masyarakat, jadi tidak digunakan untuk yang lain dan ini hanya boleh digunakan untuk yang kegiatan dalam rangka pelayanan PNBP sesuai dengan amanat Undang-Undang PNBP,” katanya.
Yang ketiga, lanjut Askolani, adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut dia, BPK selama ini dalam mengaudit juga masih menemukan kelemahan-kelemahan, misalnya penetapan pemungutan itu yang tidak ada dasar hukum tarifnya. Ini menjadi temuan BPK.
“Kalau kita memungut itu tidak sesuai dengan tarifnya. Itu juga akan jadi temuan BPK,” katanya.
“Nah dalam rangka inilah yang kemudian kami menambahkan, sampaikan bahwa tadi untuk menegakkan akuntabilitas, kemudian transparansi, kemudian peningkatan pelayanan, maka revisi tarif ini dilakukan,” dia menambahkan.
Dirjen Anggaran itu menambahkan, sudah sewajarnya ada kenaikan tarif PNBP. Dia mencontohkan, biaya BPKB itu hanya sekali diterbitkan waktu kendaraan dibuat, bukan setiap tahun, termasuk STNK juga yang lima tahun sekali.
“Jadi ini bukan biaya yang berlaku setiap tahun dan kita tahu penyesuaian tarifnya  bisa dibandingkan dengan biaya-biaya yang selama ini. Memang kalau kita lihat di publik itu semakin meningkat, sehingga kemudian tadi dengan keyakinan bahwa ini dikembalikan, bukan dimanfaatkan oleh kepolisian tapi dikembalikan kembali oleh polisi untuk peningkatan pelayanan yang tadi sangat kompleks.”
“Kami yakin bahwa niatnya betul-betul untuk transparansi, akuntabilitas, kemudian peningkatan pelayanan dan juga adalah kebijakan pemerintah untuk menghapuskan pungli yang mungkin masih ditemukan dalam pelayanan publik di berbagai bidang kehidupan,” ujarnya. bari/mohar/fba

 

Jakarta - Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM Dwi Ardiantara Kurniawan mengatakan formula kenaikan tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor perlu dijabarkan secara transparan kepada publik. Sementara Banggar DPR membantah usulan kenaikan biaya tersebut bukan dari pihaknya.

NERACA

"Perlu dijelaskan kepada publik formula penghitungannya, bagaimana bisa mendapatkan angka kenaikan sebesar itu," kata Dwi di Yogyakarta, Jumat (6/1).

Menurut dia, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) belum dijabarkan secara rinci mengenai formula penghitungan kenaikan tarif itu.

Berdasarkan PP baru tersebut, tarif pengurusan surat tanga nomor kendaraan (STNK) yang berlaku per 6 Januari 2017 untuk kendaraan roda dua dari Rp 50.000 menjadi Rp 100.000 sementara untuk roda empat dari Rp 75.000 menjadi Rp 200.000.

Kenaikan tarif juga berlaku untuk penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) baru dan ganti kepemilikan (mutasi). Besaran tarifnya dari Rp 80.000 untuk roda dua dan tiga menjadi Rp 225.000 dan kendaraan roda empat dari Rp 100.000 menjadi Rp 375.000.

"Perhitungannya harus disampaikan dengan jelas karena itulah yang menjadi pertanyaan sekarang," ujarnya seperti dikutip Antara. 

Meski demikian, Dwi menilai kebijakan itu juga dimungkinkan mampu menekan tingginya kepemilikan dan pembelian kendaraan pribadi. "Mungkin akan berpengaruh karena adanya biaya tinggi untuk membeli kendaraan baru," ujarnya. 

Pendapat senada juga dilontarkan anggota dewan pengurus Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) John Widijantoro yang mengatakan penjabaran formula kenaikan tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor harus dilakukan karena masuk ranah hak masyarakat atas keterbukaan informasi. "Itu soal transparansi dan akuntabilitas," ujarnya. 

Menurut Widijantoro, untuk konteks saat ini peningkatan penerimaan negara dengan menaikkan tarif pelayanan publik belum tepat karena belum ada jaminan perbaikan kualitas pelayanan dan dikhawatirkan hanya membebani masyarakat.

"Prinsipnya pemerintah semestinya meningkatkan pendapatannya dari sumber-sumber pendapatan pajak yang masih belum sesuai target," ujarnya. 

Tidak Adil

Peneliti dari Indonesia Tax Care (INTAC), Basuki Widodo, menilai penyesuaian tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pengurusan surat-surat kendaraan bermotor sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tidak adil karena kualitas jasa pelayanannya yang masih buruk.

"Penaikan PNPB tidak adil karena pelayanan masih buruk, banyak uang yang diberikan pada oknum tertentu misalnya untuk mempercepat antrean. Ini yang perlu diperbaiki, bukan dengan menaikkan tarif," ujarnya di Jakarta, pekan lalu. 

Dia menilai keputusan pemerintah mengenai PP 60/2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah terlalu sporadis dalam membuat kebijakan dan memaksakan kehendak untuk memenuhi kebutuhan anggaran.

Widodo memandang perlu adanya transparansi mengenai dasar penyesuaian tarif pengurusan surat-surat kendaraan bermotor tersebut. "Kalau naik harus yang memungkinkan masyarakat untuk mampu menanggungnya, karena ini akan berdampak pada ekonomi," ujarnya, yang sekaligus menyarankan agar kenaikan tarif sesuai PP 60/2016 sebaiknya dibatalkan.

Di sisi lain, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Sukamta membantah pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang mengatakan bahwa kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) adalah usulan Banggar.

Tito menyebut, hal itu lantaran adanya temuan Badan Anggaran (Banggar) DPR, yang menilai harga material STNK dan BPKB di Indonesia termasuk yang terendah di dunia.

Sukamta mengakui adanya forum pembahasan antara Banggar dengan Polri terkait kenaikan tarif STNK dan BPKB itu. Namun, dia mengungkapkan dalam forum tersebut tidak mencapai kesimpulan soal besaran tarif pengurusan surat kendaraan.

“Soal kenaikan STNK, BPKB, ada diskusi di dalam forum pendalaman tapi tidak ada kesimpulan. Tidak menjadi sebuah keputusan di banggar bahwa pemerintah diminta untuk menaikan biaya STNK apalagi BPKB, tidak ada dalam kesimpulan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (6/1).

Menurut dia, dalam forum itu ada sekitar 98 anggota banggar yang melontarkan ide soal optimalisasi PNBP.  Akan tetapi, Sukamta membantah jika kenaikkan penerimaan negara itu spesifik menyasar pada tarif STNK dan BPKB.

“Kalau diskusi ada saja ide-ide dilontarkan banyak anggota banggar, 98 orang. Tapi Banggar tidak pernah memutus dan menyimpulkan bahwa salah satu sumber kenaikan PNPB (Penerimaan Negara Bukan Pajak) adalah dengan STNK dan BPKB apalagi besarannya sampai 300%, seingat saya tidak ada keputusan itu,” tegasnya.

Anggota Komisi I DPR itu mengklaim Banggar tentunya berhati-hati dalam mengambil keputusan. Oleh karenanya, Sukamta memastikan Banggar tidak mungkin berani memutuskan kebijakan tanpa melalui kajian yang matang.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, menyebutkan sembilan alasan kenaikan biaya administrasi pengurusan STNK, BPKB, SIM yang masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) guna meningkatkan pelayanan publik.

“Ada beberapa alasan yang kami dapat sampaikan kenaikan PNBP ini. Pertama, itu perlu adanya peningkatan fitur keamanan dan material STNK sebagai dokumen berharga pada layanan Samsat tiap daerah hingga seluruh daerah," kata Boy Rafli dalam konferensi pers di Ruang Rapat Utama Kantor Staf Presiden di Jakarta, Jumat (6/1).

“Jadi bahan material ini diperlukan sebuah kualitas yang lebih bagus lagi. Tentunya harga pasti tidak mungkin kita sesuaikan dengan kondisi 5-7 tahun lalu. Oleh karenanya ini harus disesuaikan, apalagi kita juga kaitkan dengan kenaikan-kenaikan hagra bahan material,” dia menambahkan.

Kedua, lanjut Boy, perlu peningkatan dukungan anggaran untuk melaksanakan peningkatan pelayanan STNK di Samsat. “Kita ini kan sekarang bertahap melakukan program e-samsat. Jadi STNK online, BPKB online, ditambah lagi Satpas SIM itu SIM online,” katanya.

Boy mengatakan, dengan proses SIM online saat ini proses perpanjangan SIM yang dilaksanakan oleh masyarakat akan lebih mudah dan cepat.

Dia mencontohkan, masyarakat dari Papua ketika berada di Jakarta, kalau masa berlaku SIMnya habis, dia tidak harus pulang ke Papua. Kalau dia (warga Papua) ada di Jakarta, dia dapat memperpanjang masa berlakunya dengan sistem online dan dia bisa memperoleh perpanjangan di kantor Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) SIM yang ada di Jakarta.

“Itu salah satu kemudahan-kemudahan dari SIM online dan ini secara bertahap 2016-2017 akan direalisasikan di sejumlah Polda dan kota-kota besar di seluruh Indonesia,” katanya.

Ketiga, meningkatkan biaya perawatan-perawatan Samsat itu sendiri.

“Karena kita tahu bahwa di sana sarat dengan teknologi informasi yang kaitannya dengan unsur-unsur ada database di sana, ada software di sana perlu biaya perawatan, dan kita tahu bahwa teknologi informasi ini berkembang terus berkaitan dengan security system dari manajemen sistem informasi kita," katanya.

"Jadi ini tidak bisa dengan biaya yang tentunya seadanya, tetapi kita harus sesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi yang berkembang di tengah masyarakat," lanjutnya.

Kemudian juga berkaitan dengan NTMC. "Di tingkat pusat kita punya NTMC, di daerah kita bikin regional traffic management center. Ini juga tentu berkaitan dengan masalah software dan hardware yang tentu di sana sarat dengan investasi, sarat dengan dukungan anggaran yang diperlukan," katanya.

Keempat, perlu adanya modernisasi peralatan termasuk perbesaran komputerisasi. Kelima, perlu dukungan anggaran untuk pembangunan sarana prasarana.

“Jadi berkaitan dengan kantor Samsat kita sekarang sudah punya prototipe,” katanya.

Berikutnya, keenam, berkaitan biaya penyiapan material STNK dan komponen pendukungnya termasuk tentunya BPKB.

“Khusus BPKB, kita tahu kan ini kategorinya surat berharga. Jadi surat berharga dan ini bahkan bisa menjadi agunan di bank, orang untuk mendapatkan fasilitas kredit dan sebagainya. Jadi tentu dari waktu ke waktu kita menyempurnakan bahan material itu dan tentu ini disamakan dengan yang sifatnya berupa berharga lainnya,” katanya.

Kemudian ketujuh (dan kedelapan), perlu penyesuaian dengan insentif. Ini berkaitan dengan akuntabilitas transparansi petugas-petugas kita untuk meminimalisir pungli itu kita harus sesuaikan insentifnya. Jadi dia tidak boleh lagi mengutip-ngutip, katanya.

“Jika proses perbaikan insentif kepada mereka kita penuhi setelah kita penuhi, maka kewajiban yang kita tuntut. Jadi tidak boleh lagi ada yang namanya korupsi dalam sektor pelayanan publik, terutama di SSB (STNK, SIM, BPKB). ini menjadi sesuatu harapan yang akan kita perjuangkan,” ujarnya. 

Dan yang terakhir, yang kesembilan, PNBP yang belum pernah naik sejak tahun 2010. Jadi kalau kita sekarang 2017 tentu sudah sekitar 6 tahun. “Oleh karena itu kita perlu menyesuaikan dengan kondisi harga kekinian. Tentunya yang kami pikir ini juga berlaku di sektor lain-lainnya karena termasuk bahan material tadi juga tentu tidak sama antara bahan material yang 2010 dengan kondisi saat ini,” katanya.

Sebelumnya Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, kenaikan biaya administrasi pengurusan STNK, BPKB, SIM yang masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) turut melibatkan Badan Anggaran DPR yang mengusulkan untuk merevisi tarif PNPB.

“Dari diskusi yang dilakukan oleh pemerintah dan polisi, dari kepolisian dan kami turut mendampingi dari Kementerian Keuangan dalam pembahasan Undang-undang APBN dua tahun berjalan ini, memang dari Badan Anggaran DPR itu juga memberikan masukan bahwa seharusnya tarif PNBP yang sudah berlaku sejak tahun 2010 juga direvisi,” kata Askolani dalam konferensi pers di Jakarta, akhir pekan lalu. 

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 tahun 2010 Tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku pada Polri dievaluasi pada awal tahun 2015.

Askolani mengatakan, selain alasan pertama yakni mempertimbangkan penyesuaian tarif PNBP kepolisian, tujuan lainnya adalah untuk peningkatan pelayanan. Alasan lainnya yaitu untuk menggali potensi tarif-tarif yang memang selama ini belum dipungut untuk bisa dipungut secara lebih akuntabel. “Itu pertimbangan kedua kenapa PNBP ini direvisi,” ujarnya. 

Dia menjelaskan kenaikan tarif ini disebut untuk meningkatkan pelayanan karena PNBP ini sebesar 92 persen dikembalikan untuk digunakan kembali oleh polisi dalam rangka untuk pelayanan di bidang PNBP.

“Jadi ini kembali ke masyarakat, jadi tidak digunakan untuk yang lain dan ini hanya boleh digunakan untuk yang kegiatan dalam rangka pelayanan PNBP sesuai dengan amanat Undang-Undang PNBP,” katanya.

Yang ketiga, lanjut Askolani, adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Menurut dia, BPK selama ini dalam mengaudit juga masih menemukan kelemahan-kelemahan, misalnya penetapan pemungutan itu yang tidak ada dasar hukum tarifnya. Ini menjadi temuan BPK.

“Kalau kita memungut itu tidak sesuai dengan tarifnya. Itu juga akan jadi temuan BPK,” katanya.

“Nah dalam rangka inilah yang kemudian kami menambahkan, sampaikan bahwa tadi untuk menegakkan akuntabilitas, kemudian transparansi, kemudian peningkatan pelayanan, maka revisi tarif ini dilakukan,” dia menambahkan.

Dirjen Anggaran itu menambahkan, sudah sewajarnya ada kenaikan tarif PNBP. Dia mencontohkan, biaya BPKB itu hanya sekali diterbitkan waktu kendaraan dibuat, bukan setiap tahun, termasuk STNK juga yang lima tahun sekali.

“Jadi ini bukan biaya yang berlaku setiap tahun dan kita tahu penyesuaian tarifnya  bisa dibandingkan dengan biaya-biaya yang selama ini. Memang kalau kita lihat di publik itu semakin meningkat, sehingga kemudian tadi dengan keyakinan bahwa ini dikembalikan, bukan dimanfaatkan oleh kepolisian tapi dikembalikan kembali oleh polisi untuk peningkatan pelayanan yang tadi sangat kompleks.”

“Kami yakin bahwa niatnya betul-betul untuk transparansi, akuntabilitas, kemudian peningkatan pelayanan dan juga adalah kebijakan pemerintah untuk menghapuskan pungli yang mungkin masih ditemukan dalam pelayanan publik di berbagai bidang kehidupan,” ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…