Eksistensi Laskar Pencerah - Menyelamatkan Remaja Dari Pernikahan Dini

Indonesia tercatat sebagai negara peringkat kedua di Asia dengan angka pernikahan dini yang cukup besar. Menurut data penelitian Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia tahun 2015, angka pernikahan dini di Indonesia peringkat kedua di kawasan Asia Tenggara. Ada sekitar 2 juta dari 7,3 perempuan Indonesia di bawah umur 15 tahun sudah menikah dan putus sekolah. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 3 juta orang di tahun 2030. 

Hal inipun diakui langsung Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Surya Chandra Surapaty. Disebutkan, jumlah remaja Indonesia yang sudah memiliki anak cukup tinggi yakni 48 dari 1000 remaja. Angka ini masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2015, dalam rangka menekan angka pernikahan usia dini yakni sebesar 38 per 1000 remaja. Praktik pernikahan dini hampir terjadi di seluruh wilayah di Indonesia dan bahkan di Pasuruan, Jawa Timur angka pernikahan dini sangat tinggi.”Angka pernikahan dini di Kabupaten Pasuruan masih tinggi. Anak berusia 13 hingga 15 tahun sudah berani menikah,"kata Loembini Pedjati Lajoeng, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Pasuruan.
Menurutnya, usia seperti itu masih terlalu dini untuk menikah. Sebab, kondisi fisik sang perempuan belum matang untuk menerima akibat dari pernikahan tersebut. Apalagi jika nantinya si perempuan itu langsung hamil. Bagaimanapun juga seseorang menikah dini atau tidak bukanlah sebuah larangan, tetapi isu pernikahan dini menjadi sorotan publik Pernikahan dini di zaman puluhan tahun yang lalu mungkin adalah hal yang lumrah alias wajar-wajar saja. Bahkan dalam beberapa budaya, pernikahan dini menjadi suatu budaya yang dilestarikan hingga saat ini. Namun pernikahan dini sekarang menjadi suatu fenomena yang menarik perhatian banyak pihak. Hal ini dikarenakan dampak yang mungkin terjadi setelah pernikahan dini.
Pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Jadi, sebuah pernikahan disebut pernikahan dini jika kedua atau salah satu pasangan berusia di bawah 18 tahun. Banyak yang bilang bahwa pernikahan dini memiliki dampak negatif bagi pasangan yang melakukan nikah dini. Hal ini jelas bisa dibenarkan. Berikut adalah beberapa dampak negatif akibat pernikahan dini, seperti kondisi mental yang cenderung masih labil dikhawatirkan akan memberikan dampak negatif bagi psikologi sang anak, apalagi bila belum memiliki pengetahuan mendalam tentang perkawinan dan kehidupan berumah tangga, termasuk semua hak dan kewajiban yang akan dijalani setelah pernikahan.

Pernikahan dini juga diklaim sebagai salah satu penyebab populer tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi karena cara berpikir yang belum dewasa. Kemudian dari sisi kesehatan,pernikahan diri berdampak pada perempuan karena memiliki risiko saat mengandung dan melahirkan nanti. Maka berangkat dari kekhawatiran dan mulai meningkatnya jumlah pernikahan dini di Desa Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, telah mengusik Yoga Andika (27) untuk mendirikan Posyandu Remaja pada 2015.”Posyandu Remaja didirikan oleh remaja untuk mengatasi masalah yang dihadapi remaja. Jika masalah remaja tidak diatasi, ke depan, masalah yang dihadapi remaja akan lebih besar lagi, dan kehidupan remaja akan semburat karit atau berantakan. Padahal remaja adalah ujung tombak kejayaan suatu negara,”ujarnya.

Posyandu Remaja 

Yoga mengatakan, Posyandu Remaja didirikan bekerja sama dengan pemimpin desa, puskesmas setempat, dinas kesehatan dan organisasi remaja Laskar Pencerah yang dipimpinnya. “Tujuan berdirinya Posyandu Remaja adalah memantau kesehatan dan memberikan informasi kesehatan bagi remaja, menurunkan angka pernikahan dini, serta meningkatkan kapasitas dan partisipasi remaja Desa Tosari dalam pembangunan,”tuturnya.

Tentang pernikahan usia dini di desanya, Yoga punya datanya. Pada 2013, dia mencatat, sebanyak 45,4% dari 4.023 remaja di Desa Tosari, tempat tinggalnya, telah menikah di bawah usia 19 tahun. Catatan lain yang berhasil dikumpulkannya menyebutkan, pada 2008-2012 sebanyak 45 siswi SMP drop out karena hamil. Pada rentang waktu yang sama, 110 ibu melahirkan di bawah usia 20 tahun. “Faktor lain mengapa kami mendirikan Posyandu Remaja karena kondisi geografis yang sulit, terbatasnya sumber daya manusia dan fasilitas kesehatan yang membuat akses remaja terhadap pelayanan kesehatan sangat terbatas,” ucapnya.

Menurut Yoga, tingginya pernikahan remaja di usia dini lebih disebabkan oleh minimnya pengetahuan yang dimiliki remaja. “Remaja tidak tahu akibat-akibat apa saja yang ditimbulkan dari pernikahan dini tersebut,” katanya.

Yoga lalu menyebutkan dampak pernikahan dini pada remaja dari sisi fisik dan psikologis. Dari sisi fisik, menurut dia, tubuh remaja perempuan yang berusia di bawah 19 tahun belum siap untuk melahirkan. “Ada kejadian sangat mengerikan sekali. Seorang remaja melahirkan bayi dengan berat kurang dari 1 kilogram. Bayinya sangat kecil. Lalu, satu minggu kemudian, bayinya meninggal,” katanya. Kejadian ini, kata dia, tidak hanya sekali terjadi, tapi berkali-kali.

Sementara itu, dari sisi psikologis, Yoga mengatakan emosi remaja yang menikah pada usia di bawah 19 belum stabil. “Pengetahuan mereka untuk mengasuh anak masih kurang. Saya pernah melihat sendiri, ketika seorang anak menangis, anak tersebut dibiarkan begitu saja, malah dimarahi,” ujarnya.

Kemudian secara ekonomi, menurut Deputi Bidang Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas, Subandi Sardjoko, perkawinan usia anak itu dinilai akan mengganggu rencana pemerintah dalam melakukan pembangunan yang berkelanjutan."Perkawinan usia anak terjadi di pedesaan dan ekonomi yang rendah. Kalau itu jumlahnya besar, negara yang rugi karena dia nggak produktif," ujarnya.

Melihat kondisi tersebut, Yoga dan tim Laskar Pencerah tidak tinggal diam. Berbekal pengetahuan yang diberikan pihak puskesmas, mereka memberikan penyuluhan dalam kegiatan posyandu yang diadakan setiap satu bulan sekali di setiap desa. “Harapannya, melalui materi-materi penyuluhan yang kami berikan, remaja dapat memiliki informasi lebih luas lagi mengenai dampak pernikahan pada usia dini,” katanya.

Apa saja kegiatan di Posyandu Remaja? Yoga menuturkan, kegiatan di Posyandu Remaja diawali dengan pendaftaran pada meja pertama, dilanjutkan dengan pengukuran dan pencatatan antropometri pada meja kedua. Setelah itu, konseling gizi pada meja ketiga, lalu komunikasi, informasi, dan edukasi pada meja keempat. “Supaya tidak bosan, saya menyelingi dengan kegiatan senam bersama atau menambahkan materi tentang kewirausahaan. Harapannya supaya remaja bisa punya usaha sendiri,” ucapnya.

Selain di Posyandu Remaja, kata Yoga, dirinya dan teman-temannya juga memberikan penyuluhan ke sekolah-sekolah. Saat ini, Yoga mengatakan, telah berdiri delapan Posyandu Remaja di delapan desa di Kecamatan Tosari, di mana setiap posyandu memiliki 5 kader remaja yang berasal dari desa setempat dan difasilitasi tim Laskar Pencerah. Setiap posyandu desa telah memiliki struktur organisasi, jadwal rutin bulanan, serta rencana kurikulum komunikasi, informasi, dan edukasi. “Kader remaja di setiap posyandu sekarang sudah mampu menjadi pendidik sebaya,” katanya dengan nada bangga.

Selain di Posyandu Remaja, Yoga dan teman-temannya memberikan penyuluhan ke sekolah-sekolah SMP dan SMA mengenai pendidikan seks. “Sejauh ini, setiap bulannya kami memberikan penyuluhan di enam SMP dan tiga SMA bersama 14 tenaga relawan,” ujarnya.

Lalu, pada usia berapa sebaiknya menikah? Yoga menyarankan, perempuan sebaiknya menikah pada usia di atas 20 tahun dan pria pada usia 25 tahun. “Sebab, pada usia tersebut, pemikiran remaja sudah lebih dewasa dan telah siap secara ekonomi,” ungkapnya.

Berbekal kisah inspiratif inilah yang memacu Astra Internasional untuk memberikan apresiasi besar. Pasalnya, apa yang telah dilakukan Yoga sejalah dengan filosofi Astra Internasional untuk memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Astra dalam menjalankan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan memiliki komitmen besar untuk memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia melalui karsa, cipta dan karya terpadu untuk memberikan nilai tambah bagi kemajuan bangsa Indonesia.(bani)

 

 

 

BERITA TERKAIT

Ikuti Instruksi Boikot dari MUI - Produk Terafiliasi Bisa di Akses Via Web dan Aplikasi

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan tidak punya otoritas mengeluarkan daftar produk terafiliasi Israel, namun tetap mendorong konsumen Muslim agar aktif…

Gelar Charity Program di Panti - Sharp Greenerator Tularkan Kepedulian Lingkungan

Membangun kepedulian pada lingkungan sejak dini menjadi komitmen PT Sharp Electronics Indonesia. Kali ini melalui Sharp Greenerator komunitas anak muda…

Melawan Perubahan Iklim dengan Sedekah Pohon

Momentum Ramadan sebagai bulan yang pernuh berkah tidak hanya menyerukan untuk berbagi kepada sesama, tetapi juga pada lingkungan. Hal inilah…

BERITA LAINNYA DI CSR

Ikuti Instruksi Boikot dari MUI - Produk Terafiliasi Bisa di Akses Via Web dan Aplikasi

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan tidak punya otoritas mengeluarkan daftar produk terafiliasi Israel, namun tetap mendorong konsumen Muslim agar aktif…

Gelar Charity Program di Panti - Sharp Greenerator Tularkan Kepedulian Lingkungan

Membangun kepedulian pada lingkungan sejak dini menjadi komitmen PT Sharp Electronics Indonesia. Kali ini melalui Sharp Greenerator komunitas anak muda…

Melawan Perubahan Iklim dengan Sedekah Pohon

Momentum Ramadan sebagai bulan yang pernuh berkah tidak hanya menyerukan untuk berbagi kepada sesama, tetapi juga pada lingkungan. Hal inilah…