Menwa dan BEM Unram Adakan Diskusi Publik - Harmonisasi Bangsa dalam Kebhinnekaan

Menwa dan BEM Unram Adakan Diskusi Publik

Harmonisasi Bangsa dalam Kebhinnekaan

NERACA

Sukabumi - Resimen Mahasiswa (Menwa) rinjani Batalyon 901/Yudha Pasopati dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mataram (Unram) adakan diskusi publik dengan tema “Harmonisasi Bangsa dalam Kebhinnekaan”.

Acara ini berlangsung di aula arena budaya Unram, Kamis (22/12), dengan nara sumber pakar hukum Unram, H. Sofwan, SH., M.Hum, Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Nusa Tenggara Barat, Drs. H. Lalu Syafi'i, MM, dan Ketua Forum Kesatuan Umat Beragama (FKUB) Nusa Tenggara Barat Syahdan Ilyas, MM. adapun peserta yang hadir dari kalangan mahasiswa, akademisi, peneliti, organisasi massa, organisasi kesatuan pemuda, perwakilan tokoh agama dan masyarakat umum.

Ketua Pelaksana Erwin Riyadi kepada Neraca menerangkan Kegiatan diskusi publik ini adalah salah satu upaya generasi muda untuk memberikan kontribusi positif di tengah situasi bangsa saat ini.“Semoga ide-ide cemerlang dan gagasan-gagasan konstruktif yang lahir dari diskusi publik ini dapat memberikan hal yang bermanfaat bagi bangsa, negara dan masyarakat Indonesia, khususnya Provinsi NTB yang tercinta,” terangnya.

Ketua BEM Unram, Najmul Watan menerngkan, Menwa dengan elemen kampus lainnya, terutama BEM selalu kompak dan bersinergi dalam menyikapi berbagai issue nasional maupun kedaerahan.“Sudah sebaiknya memang semua elemen menyatukan persepsi untuk membangun negeri ini lebih baik dan maju. Dan ini merupakan tanggungjawab semua elemen,” pandang dia.

Pada kesempatan itu, Pakar Hukum Unram, H. Sofwan, S.H., M.Hum dalam paparannya mengatakan, keberagaman dan kesederajatan adalah kemajukan bangsa. Multietnis berimplikasi terhadap keberagaman dan budaya atau multikultural.“Perbedaan multicultural bisa mengakibatkan terjadinya gesekan yang melahirkan konflik apabila pengelolaan multicultural tidak berjalan dengan baik dan akan menjadi penghambat untuk membangun sebuah bangsa yang besar dan kuat,” terang dia.

Pendidikan multikultural telah menjadi tuntutan yang tidak dapat ditawar-tawar dalam membangun indonesi baru. Ia mengatakan, kondisi yang ada pada masyarakat dengan segala corak heterogentitas dalam kehidupan baik secara vertical maupun horizontal sangat mempengaruhi unsure keberagaman itu sendiri.

Untuk memperkecil masalah akibat keberagaman, ajak dia, menumbuhkan semangat religious, nasionalisme, pluralism, humanism, dialog antar umat beragama, membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi konfigurasi antara manusia.

“Penyebab disentegrasi ini, bisa akibat kegagalan kepemimpinan, krisis ekonomi, kriris politik, krisis social, demoralisasi tentara dan polisi, serta intervensi asing. Ini yang perlu kita hindari,” ajak dia.

Sementara Kepala Kesbangpoldagri Provinsi Nusa Tenggara Barat, Drs. Lalu Syafi’I dalam materinya menyebutkan, radikalisme dan sikap intoleran dari persepektif ideology pancasila dan upaya penanggulannya merupakan tanggungjawab semua pihak.

Masalah sosial kemasyarakatan rentan menjadi pemicu konflik, Semua persoalan itu, kata dia, perlu disikapi secara bijak oleh masyarakat, dan menghindari perlakukan main hakim sendiri.”Penyebab masalah social selama ini yang terjadi adalah paham radikal dan terorisme, guru sesat, dukun santet, kawin campur dan pendirian rumah ibadah. Pemerintah Provinsi selalu fokus akan persoalan ini,” papar dia.

Apabila seluruh komponen bangsa memiliki komitmen yang kuat untuk melaksanakan apa yang telah diundangkan dalam regulasi terakit dengan kerukunan hidap beragama serta bersama-sama membina umat masing-masing dengan mengedepankan semangat kebangsaan, maka yang menjadi tujuan visi dan misi provinsi NTB yang beriman dan berdaya saing akan terwujud.

Ketua Ketua Forum Kesatuan Umat Beragama /FKUB NTB, Drs. H. Syahdan Ilyas, MM dalam pemaparannya mengatakan, upaya FKUB menciptakan kerukunan umat beragama di NTB khususnya, secara terus-menerus di laksanakan oleh FKUB NTB bersama pemerintah daerah NTB  dan instansi terkait melakukan pembinaan tri kerukunan umat beragama secara terprogram, terarah dan terkendali.“Dan saya berharap hal yang sama dilakukan di daerah lain,” harap dia.

FKUB, ujarnya, terus melakukan dialog dan silaturrahmi Toga/Toma bersama pemerintah. Menyerap dan menampung aspirasi masyarakat, ormas keagamaan dan menindaklanjuti aspirasi tersebut kepada pemerintah daerah/gubernur.

Sosialisasi peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 & 8 tahun 2006 tentang Pedoman pelaksanaan tugas pokok kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan Pendirian rumah ibadah terus dilakukan. Kemudian melakukan pemberdayaan masyarakat umat beragama.

Ini dilakukan mengingat Nusa Tenggara Barat merupakan Provinsi kepulauan yang terdiri dari Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dengan jumlah penduduk ± 5 juta jiwa. Luas wilayah daratan Pulau Lombok ± 5.000 km2 sedangkan wilayah laut terbentang mengelilingi Pulau Lombok dan pulau-pulau kecil ± 10.000 km2 sedangkan luas wilayah daratan pulau Sumbawa terbentang seluas 15.000 km2 dan luas lautan yang mengitari pulau Sumbawa ± 30.000 km2.

Penduduk yang mendiami atau sebagai penghuni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa terdiri dari berbagai macam suku, agama, etnis, antar golongan dengan berbagai latar belakang kultur dan sub kultur yang berbeda-beda sehingga daerah NTB disebut sebagai miniatur kerukunan di Indonesia.

Ada tiga suku besar sebagai Penghuni di daerah NTB, yakni Suku Sasak di Pulau Lombok, suku Samawa di Kabupaten Sumbawa,  dan suku Embojo di Kabupaten Bima dan Dompu. Sementara Pemeluk agama yang ada sebagai penghuni di daerah Nusa Tenggara Barat terdiri dari: Pemeluk agama Islam : 4,599,892 (96 %), Pemeluk agama Hindu :160,138 (3%), Pemeluk agama Budha : 24,245 (0,5%), Pemeluk agama Kristen 18,079 (0,4%), Pemeluk agama Katholik 17,159 (0,3%), dan pemeluk agama Konghucu 13 (0.01%).

Permasalahan-permasalahan yang dihadapi terdiri dari aspek agama dan non agama. Aspek agama, kata dia, soal pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, bantuan luar negeri, perayaan hari besar keagamaan, pendalaman agama, gerakan aliran kepercayaan yang menyimpang, gerakan jemaah islam liberal (JIL), gerakan radikalisme dan teroris mengatasnamakan agama.

Sedangkan aspek non agama, politik ekonomi social budaya,kebudayan hukum dan hak azasi manusia atau Poleksosbudkum Ham. Kemudian kepadan penduduk, Kesenjangan sosial dan ekonomi, Kemiskinan dan Keterbelakangan  Lapangan kerja & Pengangguran Penyusupan ideology asing, Narkoba, Human Trafficking (perdagangan manusia), HIV/Aids, Miras serta perkembangan kemajuan iptek. Ron

 

 

BERITA TERKAIT

Perangi Korupsi - RUU Perampasan Aset Harus Segera Disahkan

Komitmen pemerintah dan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan publik seiring dengan sikap kedua institusi negara itu yang masih…

Jokowi Harap Keanggotaan Penuh RI di FATF Perkuat Pencegahan TPPU

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo berharap keanggotaan penuh Indonesia di Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrrorism…

KPK Akan Evaluasi Pengelolaan Rutan dengan Dirjen PAS

NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Perangi Korupsi - RUU Perampasan Aset Harus Segera Disahkan

Komitmen pemerintah dan DPR terhadap agenda pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan publik seiring dengan sikap kedua institusi negara itu yang masih…

Jokowi Harap Keanggotaan Penuh RI di FATF Perkuat Pencegahan TPPU

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo berharap keanggotaan penuh Indonesia di Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrrorism…

KPK Akan Evaluasi Pengelolaan Rutan dengan Dirjen PAS

NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham)…