Industri Lampu Dalam Negeri Luput Perhatian Pemerintah

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Wakil Ketua Umum Gabungan Industri Manufaktur Lampu Terpadu Indonesia (Gamatrindo), Adi Wijaya Mengatakan Industri lampu di Indonesia kurang mendapat perhatian dari pemerintah "Untuk mengurus izin 1 produk lampu saja memerlukan waktu 248 hari, ini memerlukan waktu yang cukup lama. 1 produk lampu LHE diregulasi 3 kementerian, untuk SNI wajib di Kementerian Perindustrian lalu ke Kementerian Perdagangan kemudian ke kementerian Energi dan Sumder Daya Mineral (ESDM) untuk melabelisasi lampu hemat energi, lalu ke kementerian Perdagangan lagi untuk melabelisasi berbahasa Indonesia," ujarnya saat berbincang di kantor Gamatrindo di Jakarta, Rabu (7/12).

Menurut Adi sejak pergantian lampu pijar CFL/LHE yang sudah mencapai 99 persen maka terjadi masa siklus pergantian lampu menjadi lama, karena umur lampu LHE lebih lama dibandingkan lampu pijar. Sehingga kedua faktor tersebut telah mempengaruhi impor lampu LHE. "Dari data BPS impor lampu terus menurun 20 persen pertahunnya. Hal i ni didukung dengan mulai dikenalnya lampu LED yang impornya mulai merambat naik 40 persen lebih dalam 4 tahun terakhir," paparnya. 

Adi juga mengatakan dari sekitar 300 juta kebutuhan lampu listrik nasional setiap tahunnya, 80 persen dipenuhi dengan produk impor, sementara lampu listrik produk lokal hanya mampu menguasai 20 persen pangsa pasar. Padahal, industri lampu merupakan industri padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. "Mengenai tingginya penguasaan pangsa pasar lampu oleh produk impor itu, Adi tidak memungkiri jika salah satu alasannya, adalah karena pengenaan beas masuk impor lampu yang hanya 0 persen. Sementara, produk lokal harus menanggung bea masuk komponen impor sebesar 5 persen," keluhnya.

Di tempat yang sama Ketua Harian Gamatrindo, C Triharso meminta pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap produk lampu impor nonstandar dan ilegal. Dengan potensi pasar lampu yang besar, rata-rata impor lampu mencapai 200 juta unit/tahun. “Banyak dugaan, barang masuk melalui pelabuhan tikus sehingga produk lampu impor tidak dibebani pajak. Kelemahan di sistem pengawasan akan menurunkan daya saing industri lampu nasional,” kata Triharso.

Saat ini, menurut Triharso, pengawasan pemerintah terhadap standar Lampu Hemat Energi (LHE) sangat tinggi. Sedangkan importir yang mengedarkan lampu non standar bisa melarikan diri dengan mudah. “Sebagai produsen dalam negeri yang mempunyai komitmen terhadap standar produk nasional, kami meminta pemerintah bisa menciptakan iklim usaha yang kondusif. Pemerintah harus melakukan pembinaan untuk industri nasional bukan pembinasahan,” paparnya.

Triharso menilai, jika tidak ada perbaikan iklim usaha pada tahun depan, industri lampu nasional tidak akan bertahan lama. “Kesamaan visi pemerintah mulai tingkat pimpinan sampai dengan pelaksana dilapangan sangat diperlukan,” ujarnya. Triharso menambahkan, dengan perlambatan ekonomi yang terjadi pada tahun ini, 10 anggota Gamatrindo harus menurunkan produksinya. “Rata-rata tingkat utilisasi tidak lebih dari 20 persen hingga 50 persen dari kapasitas produksi. Pangsa pasar produsen lampu nasional hanya 20% dan sisanya dikuasai produk impor,” tuturnya.

Triharso mengingatkan, bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, seluruh instansi pemerintah harus menggunakan produk dalam negeri. Dia meminta agar hal ini dimaksimalkan untuk meningkatkan pertumbuhan industri lampu dalam negeri.

Penurunan bea masuk

Gamatrindo berharap selain memaksimalkan implementasi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014, pemerintah juga melakukan peninjauan kembali atas pengenaan bea masuk lampu impor sebesar 0 persen. Selain itu, juga meminta agar pemerintah melakukan inspeksi atau pengecekan terhadap barang impor sebelum masuk ke dalam negeri. “Jadi, pemerintah juga melakukan pengecekan terhadap lampu tersebut, betul tidak komponennya, sudah SNI (standar nasional Indonesia) tidak, harganya dan lain- lain dari negara asalnya,” kata Triharso.

Mengenai kemungkinan menarik investor asing ke dalam negeri, menurut Triharso, sudah ada ketertarikan investor dari Taiwan, Korea, dan Jepang melirik pasar di Indonesia. Dia berharap, kemudahan dalam masalah perizinan, sehingga industri lampu listrik bisa terus berkembang.

 

BERITA TERKAIT

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…