HAM Bukan untuk Koruptor

Oleh : Kamsari

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Pengurangan masa hukuman atau remisi, memang penting dalam mekanisme hukum. Namun rasanya remisi tidak pantas diberlakukan pada kelompok penjahat ekonomi seperti koruptor dan "begundal" yang menyuapnya. Kenapa?

Korupsi adalah kejahatan maha bejat yang dilakukan orang super jahat. Korupsi membuat ratusan juta orang jadi hidup miskin lantaran tak punya kesempatan memperoleh pendidikan memadai. Pendidikan tak bisa digratiskan lantaran uangnya dicuri para koruptor.

Pendidikan merupakan kunci bagi manusia untuk memperoleh tingkat kehidupan yang lebih baik. Gara-gara tak mampu melanjutkan sekolah, maka peluang puluhan juta orang untuk mendapat pekerjaan dengan gaji yang cukup ikut raib. Saat itu pula kesempatan jutaan orang untuk memperbaiki tingkat kesejahteraannya lenyap begitu saja. Akibatnya, jumlah masyarakat miskin terus bertambah dan bertambah terus.

Bukan hanya pendidikan memadai saja yang tak bisa diperoleh puluhan juta rakyat Indonesia. Fasilitas kesehatan yang murah dan terjangkau juga sulit diperoleh. Pendek kata, kemiskinan yang saat ini diderita puluhan juta rakyat, merupakan ulah dan dosa dari para koruptor. Jadi, kalau ada tayangan di televisi yang menggambarkan penderitaan rakyat, semua itu tak akan terjadi kalau saja tak ada korupsi di Indonesia.

Betapa tidak, dari anggaran negara tahunan yang besarnya mencapai ratusan bahkan ribuan triliun rupiah, sekitar 30 persennya disikat koruptor. Kejadian ini sudah berlangsung belasan bahkan puluhan tahun di negeri ini.

Kalau saja anggaran pemerintah tidak dicuri maling berdasi, maka anggaran tersebut bakal cukup untuk membangun fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan infrastruktur lain yang dibutuhkan rakyat.

Des, koruptor bukan hanya penjahat ekonomi, tapi juga penjahat kemanusiaan yang sangat kejam. Bayangkan, korbannya bukan hanya puluhan atau ratusan orang, tapi sudah ratusan juta orang. Ini jelas lebih berbahaya dari Hitler sekalipun.

Kenyataan ini membuat banyak orang geram dan gusar pada pelaku korupsi. Tak heran, setiap ada pelaku korupsi tertangkap, maka perhatian masyarakat sangat besar. Masyarakat menginginkan hukuman seberat-beratnya pada pelaku korupsi.

Tapi apa daya, mafia di negeri ini sangat kuat. Sehingga bisa mengendalikan hukum. Imbasnya, hukum akan sangat tumpul jika berhadapan pada pelaku korupsi atau stakeholder korupsi lain.

Bayangkan, seorang terpidana korupsi seperti Akbar Tanjung, masih tetap bisa memegang jabatan Ketua DPR RI. Bayangkan, seorang koruptor seperti Misbakhun bisa santai jalan-jalan di pusat belanja. Ini semua jelas melukai perasaan masyarakat yang dimiskinkan oleh koruptor.

Jadi, jangan lagi memaksa koruptor harus mendapat remisi dengan dalih Hak Azazi Manusia (HAM). Para koruptor tidak pernah memikirkan HAM saat mereka menilep uang milik rakyat yang dipercayakan di kas negara. Para koruptor tidak pernah memikirkan bahwa perbuatan mereka mencuri uang negeri akan mengorbankan jutaan orang lain.

Des, kalau ada anggota DPR yang berteriak-teriak agar koruptor harus mendapat remisi, maka sudah pasti anggota DPR itu adalah "antek" koruptor. Sudah pasti mereka ikut kebagian hasil korupsi. Jadi, kalau koruptor harus dihukum mati, maka antek-anteknya, apalagi yang mendapat amanah di DPR, harus juga dihukum mati. Sebab jika tidak, maka korupsi akan sulit diberantas di negeri ini, lantaran korupsi sudah berurat berakar dan mendarah daging kalangan birokrasi dan pejabat negara, termasuk DPR.

BERITA TERKAIT

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

BERITA LAINNYA DI

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…