Penerimaan dari PNBP Belum Maksimal

 

NERACA

 

Jakarta - Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan kontribusi sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang saat ini belum maksimal terhadap pos pendapatan dalam APBN, harus dioptimalkan melalui sejumlah pembenahan. "Kita tidak cepat puas, karena masih banyak beberapa hal yang perlu menjadi perhatian," kata Mardiasmo dalam sambutan kegiatan penganugerahan PNBP Awards 2016 di Jakarta, Selasa (6/12).

Mardiasmo mengatakan masih banyak PNBP yang saat ini dipungut belum sesuai ketentuan, dimanfaatkan diluar mekanisme APBN dan belum optimalnya tata kelola karena banyak PNBP yang terlambat penyetorannya di akhir tahun. "Ini menjadi temuan di BPK, di 2013 masih ada 30 K/L(kementerian-lembaga) yang memungut tidak sesuai ketentuan, jumlahnya malah bertambah di 2014 menjadi 44 K/L, meski menurun di 2015 menjadi 32. Ini menjadi 'self correction' kita kalau ada temuan berulang," katanya.

Untuk itu, sebagai upaya memperbaiki kualitas dan akuntabilitas pelaksanaan APBN serta menjawab persoalan optimalisasi PNBP, ada tiga hal yang perlu diperbaiki yaitu administrasi, regulasi dan sistem teknologi informasi. Terkait pembenahan administrasi, Mardiasmo mengatakan perlu adanya sosialisasi dan bimbingan teknis pengelolaan PNBP kepada pemangku kepentingan serta meminta penguatan fungsi Inspektorat Jenderal dalam pengawasan pungutan PBNP.

"Untuk regulasi, perlu dilakukan revisi UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP, yang mudah-mudahan tidak lama lagi akan dibahas. Serta melakukan 'review' tarif untuk menyesuaikan dengan dinamika terkini," tambahnya. Sedangkan, adanya perbaikan sistem teknologi informasi, bisa mempercepat pelayanan pembayaran dan mempermudah penyetoran PNBP, sehingga proses administrasi dapat lebih rapi dan penyampaian informasi bisa lebih transparan serta akuntabel.

Kementerian Keuangan mencatat, dalam satu dekade ini, kontribusi PNBP rata-rata mencapai 29 persen dari total pendapatan negara dan menjadi salah satu pilar penerimaan bersama dengan penerimaan pajak. Realisasi PBNP tahun 2014 berdasarkan hasil audit BPK mencapai Rp398,4 triliun atau meningkat tiga kali lipat dibandingkan pencapaian pada 2005 yang pada waktu itu tercatat sebesar Rp146,9 triliun.

Namun, realisasi pada 2015 mengalami penurunan yang signifikan karena adanya penurunan harga komoditas terutama minyak dan gas bumi serta mineral dan batubara yaitu hanya Rp253,7 triliun. Laporan hasil pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2015 menyatakan masih banyak PNBP yang terlambat maupun belum disetorkan ke kas negara, kurang atau belum dipungut, digunakan diluar mekanisme APBN dan dipungut melebih tarif yang ditentukan dalam PP. 

Penerimaan Turun

Kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam (SDA) minyak dan gas bumi diperkirakan semakin kecil pada tahun-tahun mendatang. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan, dua penyebab utamanya adalah harga minyak yang belum akan mencapai level seperti dua tiga tahun lalu dan tidak adanya penemuan cadangan baru.

Catatan Kementerian Keuangan, produksi siap jual (lifting) minyak turun 2,2 persen per tahun, sementara lifting gas bumi turun 2 persen per tahun selama 2010-2017. Namun harga minyak yang jatuh dari level di atas 80-90 dollar AS per barel, menjadi 45 dollar AS per barel betul-betul memukul penerimaan dari sektor migas.

"Kalau dilihat, target PNBP migas dalam APBN 2017 hanya Rp 63,7 triliun. Ini sangat jauh dibandingkan pada saat harga minyak 80-90 dollar AS, yang bisa mencapai Rp 200 triliun," kata Askolani. Menurut Askolani, terbatasnya penemuan sumber-sumber minyak baru disebabkan lantaran investasi yang belum optimal.

Dikhawatirkan dalam 10 tahun mendatang, cadangan minyak RI akan habis. Akibatnya, kata dia, kontribusi PNBP dari migas menjadi bertambah kecil. Tahun depan saja, kontribusi PNBP migas terhadap total PNBP sudah turun menjadi hanya 25 persen. "Untuk menjawab ini tidak mudah. Kami sudah memberikan masukan ke Kementerian ESDM. ESDM harusnya mengupayakan bagaimana supaya investasi untuk penemuan baru minyak bisa dipetakan," kata Askolani.

BERITA TERKAIT

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global

UU DKJ, Masa Depan Jakarta Dijadikan Pusat Perdagangan Global NERACA Jakarta - Lahirnya undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ)…

Pemerintah akan Bentuk Tim Proyek Kereta Cepat Jakarta " Surabaya

  NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan segera membentuk tim untuk proyek kereta…

Surplus Neraca Perdagangan Terus Berlanjut

  NERACA Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024, Indonesia kembali surplus sebesar 4,47 miliar dolar AS,…