Dunia Usaha Mulai Andalkan Pembiayaan Non Perbankan

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat dunia usaha mulai mengandalkan sumber pembiayaan dari non-perbankan sepanjang tahun ini, sebagai imbas dari sulit turunnya bunga kredit, dan posisi selektif perbankan dalam menyalurkan kredit. Berdasarkan data Bank Sentral, ketika kredit perbankan hanya tumbuh 7,4 persen secara tahunan (yoy) di Oktober 2016, pembiayaan melalui instrumen di pasar modal sudah jauh melewati realisasi di 2015.

Rincinya, pembiayaan melalui surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) dan sertifikat deposito (Negoitable Certificate Deposit/NCD) sebesar Rp166,9 triliun atau melebihi realisasi sepanjang 2015 yang Rp129 triliun. Kemudian pembiayaan dari obligasi korporasi sebesar Rp83 triliun, dibanding sepanjang 2015 yang Rp55,3 triliun.

Melalui penerbitan saham baru (rights issue) dan aksi kepemilikan saham lainnya juga sudah mencapai Rp50,4 triliun, mendekati realisasi sepanjang 2015 yang Rp53,6 triliun. Direktur Esekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan masih lambannya perbankan dalam merespon penurunan suku bunga acuan BI membuat pembiayaan non-bank menjadi lebih menarik.

Dari sisi perbankan, dia mengatakan hal tersebut juga mencerminkan fungsi intermediasi perbankan yang masih belum efisien karena masih sulitnya menurunkan bunga kredit, padahal suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) sudah turun signifikan. "Kalau banknya tidak bisa berkompetisi karena suku bunga kreditnya masih tinggi, padahal suku bunga simpanannya sudah diturunkan, sehingga sebagian pangsanya diambil oleh non-bank, itu adalah persoalan perbankan yang harus dibenahi," ujarnya, seperti dikutip Antara, Senin (5/12).

Juda juga melihat terdapat kecenderungan perbankan mengambil marjin keuntungan yang terlalu besar, karena masih lebarnya selisih penurunan suku bunga deposito dengan penurunan suku bunga kredit. "Kami lihat ada pelebaran marjin dari bank saat ini, suku bunga deposito diturunkan terus, tapi kredit masih tinggi. Mungkin untuk cover kenaikan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL)," ujarnya. Menurut Juda, sejak awal 2016, dengan penurunan suku bunga acuan BI sebesar 150 basis poin, suku bunga kredit hingga Oktober 2016 baru turun 62 basis poin, padahal suku bunga deposito sudah turun sebesar 129 basis poin.

Di sisi lain, dengan meningkatnya pembiayaan non-bank, sumber pembiayaan ekonomi dalam negeri menjadi lebih beragam. Menurut Juda, keberagaman sumber pembiayaan akan meningkatkan ketahanan ekonomi ketika dihadapkan pada potensi krisis. "Semakin diversifikasi ekonomi maka akan semakin 'resilient'. Kalau hanya bergantung pada bank, ketika bank hadapi masalah, maka akan jadi mudah untuk kekurangaan pembiayaan," kata dia.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan, suku bunga sedang dalam tren penurunan. Sehingga, banyak pengusaha menahan untuk mengambil atau mengajukan kredit. Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, pengusaha masih melihat dan menunggu perkembangan yang akan terjadi dari kebijakan penyesuaian suku bunga Bank Indonesia (BI). Sementara ekspansi perusahaan akan lebih mengarah ke susbtitusi impor. "Suku bunga itu trennya turun, pengusaha wait and see, enggak ajukan kredit dulu, tahan diri semua. Lagi enggak bagus juga tapi ekspansi lebih ke susbtitusi impor," ujarnya.

Menurutnya, kecil kemungkinan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) akan menaikkan suku bunga sebelum akhir tahun ini. Jika hal itu benar terjadi, maka jadi keputusan tepat untuk BI kembali menurunkan suku bunga acuan. "Saya lihat kecil banget Fed rate naik kalau kayak model Trump gitu (Presidennya), enggak naik. Sementara kalau ekspor enggak naik, cadangan devisa rawan juga. BI enggak bisa sendiri kita harus bersama sama," kata Hariyadi.

Dia menuturkan, BI pasti tetap akan melihat perkembangan di pasar keuangan sebelum mengambil kebijakan tersebut. Kendati demikian, semestinya BI tidak perlu menahan BI seven days repo rate karena tren suku bunga sedang turun. "Sudah cukup ikuti market, seven days repo ini enggak perlu ditahan. Itu mekanisme pasar, orang enggak lakukan ekspansi, itu otomatis akan turun," pungkasnya.

 

BERITA TERKAIT

Survei BI : Kegiatan Dunia Usaha Meningkat di Triwulan I/2024

    NERACA Jakarta – Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa kinerja kegiatan dunia usaha…

BRI Catat Setoran Tunai Lewat ATM Meningkat 24,5%

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mencatat setoran tunai melalui ATM bank tersebut meningkat sebesar 24,5 persen…

Bank DKI Jadi Penyumbang Deviden Terbesar ke Pemprov

    NERACA Jakarta – Bank DKI menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyumbang dividen terbesar bagi Provinsi DKI Jakarta sepanjang…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Survei BI : Kegiatan Dunia Usaha Meningkat di Triwulan I/2024

    NERACA Jakarta – Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa kinerja kegiatan dunia usaha…

BRI Catat Setoran Tunai Lewat ATM Meningkat 24,5%

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mencatat setoran tunai melalui ATM bank tersebut meningkat sebesar 24,5 persen…

Bank DKI Jadi Penyumbang Deviden Terbesar ke Pemprov

    NERACA Jakarta – Bank DKI menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyumbang dividen terbesar bagi Provinsi DKI Jakarta sepanjang…