Menanti Akhir Kasus Penodaan Agama Ahok

Oleh: Taufik Ridwan

Masyarakat Indonesia, khususnya yang berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya bereaksi terhadap rekaman video Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait pernyataannya soal Surat Al Maidah Ayat 51.

Rekaman yang diposting seorang dosen bernama Buni Yani itu menjadi viral melalui jejaring sosial "Facebook" dan dengan cepat mendapatkan perhatian publik.

Berbagai reaksi elemen masyarakat muncul terkait ucapan Ahok itu, dari mulai melaporkan ke aparat kepolisian hingga aksi unjuk rasa di jalanan.

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Rumadi Ahmad menuturkan penegakan hukum terhadap Ahok berdasarkan tekanan publik. "Penegakan hukum terkait penodaan dan penistaan agama itu selalu subyektif dan penegak hukum biasanya mengikuti selera, serta tuntutan dari massa yang mempermasalahkan itu," kata Rumadi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Rumadi menyebutkan kasus penistaan agama pertama kali terjadi ketika penerbitan buku "Langit Makin Mendung" karya Ki Pandjikusmin.

Saat itu, pemerintah menghukum HB Jassin selama dua tahun penjara yang menyembunyikan sosok Ki Pandjikusmin.

Selanjutnya, menurut Rumadi, massa juga mempersoalkan kasus Lia Aminuddin alias Lia Eden yang dianggap menistakan agama.

Perkara lainnya, penulis dan wartawan Tabloid Monitor Arswendo Atmowiloto dijebloskan ke penjara selama 4,5 tahun terkait survei lebih 33.000 kartu pos dari pembaca pada 1990.

Dalam survei tokoh pilihan pembaca tersebut, Presiden Soeharto kala itu berada pada tempat pertama, sedangkan Nabi Muhammad di urutan ke-11 sehingga massa bereaksi.

Sama halnya dengan kasus Ahok, kemudian Rumadi mengatakan publik mendesak dan menuntut Polri memproses hukum terhadap petahana Gubernur DKI Jakarta itu.

Rumadi mengungkapkan selama ini Pasal 156 dan Pasal 156 ayat (1) KUHP dan Undang-Undang Pencegahan Penyalahgunan dan/atau Penodaan Agama digunakan untuk menjerat pelaku kasus penodaan agama, namun belum mengakomodasi unsur penistaan agama.

Sementara Direktur Setara Institute Ismail Hasani menyatakan penistaan agama tidak dikenal dalam pandangan hak azasi manusia (HAM) karena muncul pada agama monoestik. "Konsep HAM itu melindungi manusia dalam kebebasan berpikir dan beragama," ujar Ismail.

Setelah reformasi, dikatakan Ismail, beberapa kaum kapital mengeksploitasi dan mempolitisasi agama.

Bahkan, kasus penodaan agama kerap ditunggangi tekanan massa dan politik yang rawan ditunggangi pihak lain.

Gelar Perkara 

Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto menyampaikan urutan hasil kegiatan penyelidikan kasus dugaan penistaan agama yang menyeret Ahok.

"Hasil progres yang meliputi langkah-langkah yang dilakukan penyidik seperti menerima laporan, pemeriksaan saksi, pemeriksaan para (saksi) ahli, (pemeriksaan) terlapor. Oleh karena itu, saya sampaikan penanganan perkara tersebut," ungkap Komjen Polisi Ari Dono.

Polri menerima 14 laporan polisi terkait kasus dugaan penistaan agama, yakni Quran surat Al Maidah ayat 51 yang dilakukan Ahok. Empat belas laporan tersebut diterima polisi pada rentang waktu 6, 7, 9 dan 12 Oktober 2016. Ahok diduga menghina Islam pada kunjungan kerjanya ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016.

Berdasarkan kasus itu, Polri mulai menyelidiki dengan memeriksa barang bukti video digital secara laboratoris dan disimpulkan bahwa video yang diserahkan pelapor dalam keadaan asli pada 10 Oktobe 2016. Selanjutnya Polri memeriksa 29 orang saksi, baik dari pelapor maupun terlapor dan pihak-pihak lainnya yang memiliki informasi yang relevan atas kasus ini.

Penyidik juga mewawancara 39 orang ahli dari tujuh bidang keahlian, yakni ahli hukum pidana, ahli bahasa Indonesia, ahli agama, ahli psikologi, ahli antropologi, ahli digital forensik dan ahli legal drafting.

Langkah selanjutnya penyidik gelar perkara yang dipimpin Kabareskrim didampingi Kepala STIK Irjen Pol Sigit Trihadriyanto, Staf Ahli Kapolri Bidang Manajemen, dengan diawasi oleh pengawas internal meliputi Irwasum Polri, Divpropam Polri, Divkum Polri, Baintelkam, serta pengawas eksternal, yakni Kompolnas dan Ombudsman RI.

Namun Ahok maupun tim pengacara tidak menghadiri gelar perkara tersebut karena alasan harus mengikuti kegiatan kampanye.

Gelar perkara tersebut juga dihadiri lima orang dari pihak pelapor, seorang perwakilan dari tim kuasa hukum terlapor, enam saksi ahli dari pelapor, enam saksi ahli dari terlapor dan enam saksi ahli yang ditunjuk penyidik Bareskrim.

Saat gelar perkara, Ari mengungkapkan terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam pada kalangan ahli terkait ada atau tidaknya unsur niat untuk menista/menodai agama. "Ini juga yang mengakibatkan terjadinya perbedaan pendapat antara tim penyidik yang berjumlah 27 orang," ujarnya.

Akhirnya diperoleh kesepakatan bahwa perkara harus diselesaikan di peradilan terbuka sehingga penyidik kepolisian menetapkan tersangka terhadap Ahok.

Tidak Sama

Ahli hukum pidana Asep Iwan Iriawan mengutarakan penanganan dugaan kasus penistaan agama tidak dapat disamakan seperti kasus Ahok dengan Lia Eden atau Ahmad Musadeq yang memiliki perbedaan. Asep menyebutkan kasus Ahok dipermasalahkan ucapannya, sedangkan Musadeq dan Lia Eden karena perbuatan yang menistakan agama.

Lebih lanjut, Asep menambahkan kasus Ahok akan menitikberatkan pada pendapat saksi ahli sehingga akan muncul perbedaan pendapat atau penafsiran.

Pakar pidana umum itu mengatakan majelis hakim akan berpatokan terhadap saksi dan ahli yang mempersepsikan pernyataan Ahok, termasuk kategori menodai agama atau tidak.

Saat ini, penyidik Polri telah melimpahkan tahap pertama berkas berita acara pemeriksaan Ahok kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Jumat (25/11). Selanjutnya, kejaksaan akan meneliti berkas kasus Ahok itu selama 14 hari guna menyatakan lengkap (P21) atau memberikan petunjuk untuk dilengkapi. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pertahankan Sinergitas dan Situasi Kondusif Jelang Putusan Sidang MK

  Oleh: Kalista Luthfi Hawa, Mahasiswa Fakultas Hukum PTS   Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menarik perhatian publik menjelang putusan…

Pemerintah Bangun IKN dengan Berdayakan Masyarakat Lokal

  Oleh: Saidi Muhammad, Pengamat Sosial dan Budaya   Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan hanya tentang…

Ekonomi Mudik 2024: Perputaran Dana Besar Namun Minim Layanan Publik

    Oleh: Achmad Nur Hidayat MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Pergerakan ekonomi dalam Mudik 2024 melibatkan dana besar…