PERINGATAN MENKEU KEPADA APARAT PERPAJAKAN - Data Intelijen Bukan untuk Peras WP

Jakarta –Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, data intelijen dan penyidikan pajak bukan sarana untuk memeras wajib pajak (WP), melainkan untuk kebutuhan Ditjen Pajak terkait dengan jumlah basis pajak dan kepatuhan WP. Data tersebut seharusnya digunakan sebagai informasi untuk memungut setoran pajak ke kas negara.

NERACA

“Data intelijen dan penyidikan bukanlah sarana untuk memeras wajib pajak tetapi untuk organisasi kita untuk memahami berapa basis pajak kita dan apakah wajib pajak memenuhi kewajibannya,” ujar Sri Mulyani saat melantik Peni Hirjanto sebagai Direktur Intelijen dan Penyidikan Pajak di Jakarta, Selasa (29/11).

Memang, menurut dia, sistem pajak di Indonesia berdasarkan penilaian wajib pajak sendiri (self-assesment) tetapi Ditjen Pajak juga harus memiliki data pembanding. WP pajak jangan sampai merasa petugas pajak bisa secara acak mendatangi wajib pajak dengan membawa data palsu dan memeras WP demi memperkaya kantung pribadi.

Data intelijen dan penyidikan pajak pada hakikatnya bukan sarana untuk memeras WP, tetapi merupakan kebutuhan Ditjen Pajak untuk memahami jumlah basis pajak dan kepatuhan wajib pajak. “Kemampuan kita mengumpulkan data intelijen agar kita bisa memaksimalkan potensi pajak menjadi penting. Data intelijen bukan alat untuk memperkaya diri sendiri atau sekelompok (orang) di Ditjen Pajak,” tegas Sri Mulyani.

Kepada Direktur Intelijen Perpajakan, Menkeu secara tegas berpesan agar Peni Hirjanto dapat mengelola data pajak dan memperlakukan wajib pajak secara benar. “Kemampuan kita untuk mengumpulkan data intelijen dalam rangka mendapatkan kredibilitas pada saat bertemu dengan wajib pajak yang tidak patuh begitu sangat penting,” tutur Sri Mulyani.

Peni juga diminta mampu menegakkan kewibawaan Ditjen Pajak dengan cara membangun suatu sistem intelijen yang kredibel dan dihormati tidak hanya oleh jajaran internal DJP tetapi juga oleh WP. “Anda disegani karena kredibel, bukan disegani atau ditakuti karena Anda memiliki informasi yang tidak menguntungkan wajib pajak, apalagi untuk memeras mereka,” ujar Menkeu.

Selain Peni, Menkeu juga melantik Hari Gumelar menjadi Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Ditjen Pajak. “Dua pejabat ini sangat penting posisinya, tidak hanya dari deskripsi pekerjaan dan tanggung jawab tetapi juga karena adanya perkembangan yang kita hadapi minggu terakhir ini mengenai persoalan OTT (operasi tangkap tangan) salah satu jajaran Ditjen Pajak,” ujar Sri Mulyani.

Menkeu juga meminta dua pejabat yang baru dilantik agar selalu menjaga sumpah jabatan yang diucapkan dengan tidak memberi atau menerima apapun yang berhubungan dengan posisinya di Ditjen Pajak.

Dia menggarisbawahi bahwa nilai yang dianut seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan adalah integritas, melayani, dan menuju kesempurnaan. “Kita adalah penjaga keuangan negara. Kalau kita melanggar sumpah kita sendiri itu tidak hanya melukai diri sendiri tetapi seluruh institusi,” ujarnya.

Secara khusus, Menkeu meminta Hari Gumelar untuk secara tegas dan berani menegakkan prinsip pengawasan dan keseimbangan terhadap seluruh pegawai Ditjen Pajak.

Menurut Menkeu, budaya solidaritas masyarakat Indonesia seringkali menjadi kendala dalam pengawasan karena digunakan sebagai alasan untuk tidak menghormati fungsi masing-masing dan kemudian diwujudkan dalam bentuk yang salah yakni kompromi pada prinsip.

“Pertemanan dan solidaritas itu penting dan harus terus dijaga, tetapi wujudnya jangan di tempat yang salah. Kita harus menghormati fungsi masing-masing, termasuk memperkuat unit-unit yang kita ciptakan untuk mendisiplinkan kita,” ujarnya seperti dikutip cnnindonesia.com.

Pelantikan dua pejabat eselon II Ditjen Pajak tersebut menjadi langkah struktural yang dilakukan Menkeu setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Handang Soekarno, Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, belum lama ini. Handang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dari Country Director PT E.K.Prima Ekspor Indonesia Rajesh Rajamohanan Nain atas dugaan meringankan jumlah tunggakan pajak.

Tindakan korupsi tersebut, menurut Menkeu, bukan hanya merusak kepercayaan masyarakat tetapi juga mengkhianati nilai dan prinsip pegawai Kementerian Keuangan yakni komitmen terhadap integritas.

Kejar Wajib Pajak

Pada bagian lain, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Ditjen Pajak (DJP) Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, instansinya bakal terus menjaring separuh dari sisa aset yang masih berkeliaran di dalam negeri.

"Kami punya data kepemilikan rumah dan harta di dalam negeri. Kami catat dan yang sudah kami kumpulkan kemarin yang ikut tax amnesty baru Rp277 triliun dari sebesar Rp530 triliun," ujarnya kemarin.

DJP tampaknya masih harus bekerja keras untuk mengejar WP. Lihat saja, dari total kepemilikan aset di dalam negeri yang dibukukan DJP sebesar Rp530 triliun, baru 52,26 % atau sekitar Rp277 triliun di antaranya yang memohon pengampunan pajak.

Yoga menjelaskan, angka tersebut ditemukannya usai mengidentifikasi seluruh pendataan aset, berupa rumah, kendaraan, sampai surat berharga yang kemudian disinkronkan dengan surat pemberitahuan tahunan (SPT) yang telah masuk ke DJP.

Dari data tersebut, DJP berniat melayangkan surat kepada para WP yang belum sempat menunaikan kewajibannya dalam hal pelaporan aset dan membayar kekurangan pajak kepada negara.
"Kami imbau untuk ikut amnesti pajak. Makanya, WP dapat surat, 'saya punya surat ini, disurati supaya ikut tax amnesty'. Nah, itu yang kami lakukan. Kita ingati agar mereka ikut," ujarnya.

Yoga mengatakan, langkah ini akan diambil DJP agar keikutsertaan WP kian maksimal dalam pelaksanaan program tax amnesty. Dia tak ingin, para WP yang tak sempat mengikuti tax amnesty hingga periode ketiga berakhir pada Maret 2017 nanti, harus merogoh dana lebih besar untuk membayar denda lebih besar.

Dia mengingatkan, usai periode III (Maret 2017) berakhir, pemerintah akan melakukan tindakan tegas dan konsisten dengan aturan yang tercantum pada UU Nor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Terutama, Pasal 18 yang antara lain menyebutkan, harta yang tak terungkap hingga periode III tax amnesty berakhir, akan dianggap sebagai penambahan harta di tahun 2017, sehingga berpotensi dikenakan tarif normal dengan tambahan bayar mencapai 200%. "Kami konsisten pada UU bahwa apabila DJP menemukan harta dan tidak dilaporkan dalam tax amnesty, maka jalankan Pasal 18," ujarnya.

Sementara itu, menghadapi periode kedua yang akan berakhir Desember 2016, DJP masih mengupayakan berbagai langkah untuk terus menarik keikutsertaan WP. "Kami terus melakukan sosialisasi dan itu lebih segmented (tersegmentasi). WP semua kami dekati lagi. Yang sudah ikut, kami ingatkan juga, siapa tahu ada aset yang belum dilaporkan," ujarnya.

Program tax amnesty periode II dimulai sejak 1 Oktober 2016 hingga 31 Desember 2016. Dalam periode ini, wajib pajak yang melaporkan harta di dalam negeri atau merepatriasi harta yang ada di luar negeri, hanya dikenai tarif 3%. Untuk wajib pajak yang mendeklarasikan harta di luar negeri, dikenai tarif 6%.

“Di babak kedua ini hanya terpaut sedikit, periode pertama 2%, kedua ini 3%. Kemudian untuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) juga hanya terkena 0,5% sampai Maret 2017, ini kecil sekali. Negara lain berapa sih gede banget,” ujar Presiden Jokowi saat sosialisasi di Makassar, belum lama ini.

Menurut Presiden, meskipun program tax amnesty periode I dinilai berhasil, namun dia menginginkan arus uang masuk yang lebih besar. Hal ini bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi perekonomian di Tanah Air di tengah perlambatan ekonomi global yang tengah melanda dalam beberapa tahun terakhir.

“Yang dipentingkan arus uang masuknya masuk ke sistem keuangan dan perbankan kita. Kemudian jangka menengah panjang bisa bangun infrastruktur baik nantinya uang itu dipakai membangun pelabuhan, jalan tol yang tidak hanya di Jawa saja, tapi di luar Jawa dan sudah dimulai,” ujarnya.

Lebih lanjut, Kepala Negara juga mengatakan, bahwa potensi kekayaan negara masih sangat besar sehingga hal ini dapat dimanfaatkan sebagai penggerak ekonomi. Namun, dana besar itu diakui Presiden masih belum dilaporkan dan juga masih tersimpan di luar negeri. Karena itulah program tax amnesty  perlu digencarkan. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…