Sektor Agribisnis - Produktivitas Kebun Kelapa Sawit Rakyat Jadi Prioritas

NERACA

Jakarta – Pemerintah meminta Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit untuk mempercepat program peremajaan dan menambah porsi pendanaan untuk meningkatkan produktivitas petani rakyat. Peningkatan produktivitas kebun rakyat menjadi prioritas, dan dukungan dana BPDP perlu diperbesar porsinya untuk percepatan peremajaan.

Pada tahun 2016, BPDP-KS mengalokasikan dana peremajaan untuk 100.000 hektare lahan petani. Namun, serapan untuk peremajaan tersebut masih terbilang rendah karena terkendala legalitas lahan yang sulit dipenuhi oleh para petani rakyat.

Kendala tersebut akibat dari persyaratan yang ditetapkan oleh BPDP-KS bahwa petani rakyat penerima bantuan dana peremajaan kelapa sawit itu harus membentuk kelompok tani agar proses peremajaan lebih efisien. Selain itu, petani juga perlu membentuk koperasi, dan memiliki sertifikat kepemilikan lahan yang sah serta berpotensi mendapatkan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil System (ISPO).

Hambatan untuk meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat itu, ujar Amran, berdasar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan akibat tumpang tindih dengan kawasan hutan. Permasalahan tersebut perlu diselesaikan untuk memberi kepastian hukum dan keberterimaan oleh kredit perbankan.

“Sementara untuk kebun sawit di lahan gambut harus ditingkatkan implementasi 'pengelolaan gambut lestari' dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan mencegah kebakaran lahan,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman disalin dari Antara, kemarin.

Selain itu, pemerintah menilai program peremajaan sawit tersebut bisa dilakukan dengan mengintegrasikan lahan baik milik petani maupun perusahaan. Program integrasi tersebut berupa integrasi perkebunan sawit dengan peternakan sapi dan tetap menggunakan pendanaan dari BPDP-KS.

Tercatat, pada periode Januari-Agustus 2016 BPDP-KS telah mengumpulkan dana mencapai Rp7,19 triliun dari hasil pungutan ekspor produk sawit. Sementara pada Juli-Desember 2015, dana yang terkumpul sebesar Rp6,9 triliun, sehingga total dana yang terkumpul mencapai Rp14,1 triliun sejak badan tersebut dibentuk Juli 2015.

BPDP-KS telah menyalurkan sebanyak 71 persen dari total dana yang didapatkan tersebut untuk subsidi program biodiesel. Hingga Juni 2016, total subsidi untuk biodiesel mencapai Rp6,52 triliun, sehingga mayoritas dana yang dikeluarkan oleh BPDP-KS adalah untuk subsidi biodiesel dan bukan untuk peremajaan tanaman.

Pada periode Juli-Desember 2015, dari total jumlah dana yang berhasil dihimpun senilai Rp6,9 miliar tersebut sebagian besar dipergunakan untuk membayar subsidi selisih biodiesel. Tercatat, pembayaran subsidi biodiesel itu mencapai Rp467,21 miliar, riset sebesar Rp10,25 miliar dan untuk peremajaan baru sebesar Rp623,5 juta.

Secara terpisah, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan bahwa peluang peningkatan ekspor produk crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah serta turunannya masih terbuka, khususnya untuk pasar-pasar non tradisional seperti Rusia dan Eropa Timur.

Bendahara Umum Gapki Kanya Lakshmi Sidarta, menyatakan, hingga akhir 2016 jumlah ekspor minyak sawit dari Indonesia ke Rusia diperkirakan lebih dari 700 ribu ton. “Padahal jika digarap serius, potensi permintaannya lebih dari satu juta ton. Itu baru dari Rusia, belum negara-negara lain di Eropa Timur,” kata Lakshmi.

Permintaan pasar ekspor atas produk CPO dan turunannya dari Indonesia masih terbuka lebar. Selain pasar tradisional seperti India, Republik Rakyat Tiongkok dan Uni Eropa, masih ada pasar lain yang belum digarap maksimal seperti Rusia dan sejumlah negara di wilayah Eropa Timur.

Pada pertengahan tahun 2016, Lakshmi dan sejumlah pengurus pusat Gapki bersama wakil dari pemerintah, berkunjung ke Moskow untuk bertemu dengan wakil pemerintah dan pengusaha dari Negeri Beruang Merah tersebut.

Pada pertemuan itu, dibahas berbagai peluang usaha serta upaya membuka pasar Rusia lebih besar bagi produk CPO maupun produk olahan minyak sawit dari Indonesia. “Mereka sangat antusias untuk membeli lebih banyak minyak sawit kita,” kata Lakshmi.

Prospek pasar Rusia menarik dan memiliki peluang masih cukup besar untuk negara tujuan ekspor. Tren volume ekspor minyak sawit ke negara bekas Uni Soviet itu terus meningkat. Pada 2012, volume ekspor tercatat sebesar 356.000 ton dan meningkat menjadi 570.000 ton pada 2014. Kemudian, pada 2015 mencapai 657.000 dan 2016 diharapkan total volume ekspor minyak sawit Indonesia ke Rusia akan melampaui 700.000 ton. “Jika minyak sawit Indonesia terus dikenalkan ke sana dan digarap lebih serius, angka lebih dari satu juta ton CPO bisa masuk ke Rusia,” ujar Lakshmi.

Pada penyelenggaraan konferensi minyak sawit terbesar di dunia Indonesian Palm Oil Conference (IPOC), akan dihadiri pembicara dari Rusia. Dalam IPOC ke-12 di Nusa Dua Bali, pada 23-25 November 2016, akan hadir Oleg S.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…