Waspada, Buruh Mogok Besar-besaran Awal November

Waspada, Buruh Mogok Besar-besaran Awal November
NERACA 
Jakarta - Ribuan buruh DKI Jakarta yang tergabung dalam Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) berencana menggelar aksi mogok besar-besaran pada awal November 2016, sebagai bentuk penolakan penetapan upah minimum provinsi (UMP) Jakarta 2017.
Seperti diketahui besaran upah minimum provinsi (UMP) Jakarta tahun depan telah ditetapkan sebesar Rp 3.355.750 atau naik sebesar 8,25% dari tahun 2016 Rp 3,1 juta.
Menurut Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat,  buruh menolak UMP yang ditetapkan karena perhitungannya memakai formula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Buruh menentang karena formula ini dianggap menerapkan rezim upah murah.
Tanpa menyebutkan tanggal secara detil, Mirah mengatakan aksi mogok tersebut akan digelar pada November 2016. "November saja, awal November ada pemanasan. Nanti di kawasan pelabuhan ada, sopir Pertamina kita akan ikut juga," ujarnya di Jakarta, akhir pekan lalu. 
Dia mengatakan, dalam aksi tersebut buruh akan menutup akses-akses jalan di Jakarta. Tak hanya itu, buruh juga akan menghentikan produksi di kawasan pabrik. "Bandara, pelabuhan dan jalan tol, akses-akses (ditutup), kawasan industri akan mogok," ujarnya. 
Menurut dia, buruh kecewa karena usulan UMP tak didengar pemerintah. Paling tidak, sebanyak 20 ribu buruh akan terlibat dalam aksi mogok ini. "Kurang lebih 20 ribu orang, buruh Jakarta sendiri 5 juta orang. 20 ribu masih kecil," ujarnya. 
Sebelumnya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak para kepala daerah untuk menetapkan upah minimum provinsi (UMP) lebih besar dari persentase yang ditetapkan ‎Kementerian Ketenagakerjaan sebesar 8,25%. Sementara Gubernur Aceh menetapkan kenaikan upah minimum sebesar 20% dari UMP 2016.
Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, buruh mendesak para gubernur di seluruh Indonesia mengikuti langkah Gubernur Aceh, dengan tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dalam menetapkan upah minimum di daerahnya. Sebab dengan demikian, kenaikan upah minimum diharapkan bisa lebih tinggi.
"Saya meminta kepada Gubernur DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Gubernur-Gubernur yang lain untuk tidak menggunakan PP Nomor 78 Tahun 2015," ujarnya di Jakarta, pekan lalu. 
Said mengatakan, kaum buruh akan terus berjuang menuntut pencabutan PP Pengupahan tersebut yang dianggap bermasalah. PP ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan berdasarkan rekomendasi DPR harus dicabut.
"Ayo perjuangkan di semua daerah agar para gubernur dan Bupati/Walikota dalam menaikkan upah minimum tidak memakai PP No 78 Tahun 2015. Buktinya Aceh bisa," ujarnya. 
‎Secara terpisah, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung penetapan persentase kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2017 sebesar 8,25%.  Angka kenaikan ini dinilai telah sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Ketua Apindo‎ Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, formulasi kenaikan UMP dalam PP tersebut merupakan hasil kesepakatan semua pihak terkait. Oleh sebab itu, kenaikan upah ini harus patuhi oleh semua pihak termasuk pengusaha dan buruh.
"Itu kan sudah disepakati, jadi bukannya semena-mena, saya tidak tahu dari pihak buruh masih ada keinginan untuk di luar dari yang disepakati bersama‎," ujarnya di Jakarta, belum lama ini. 
Shinta mengatakan, pada penetapan UMP 2016, masih ada sejumlah kepala daerah yang tidak mengikuti ketentuan dalam PP tersebut. Namun pada tahun ini diharapkan semua kepala daerah mengikuti ketentuan dalam PP tersebut termasuk besaran kenaikan UMP.
"Kita menyayangkan kalau ada daerah yang tidak mengikuti. Tahun ini Menaker mau tegas, harus ikuti. Kalau tidak ikuti tahu konsekuensinya. Jadi kita sudah sepakat dari pengusaha. Untuk keluar PP itu kan melalui proses sama-sama dari semua pihak. Kalau sudah ada keluar ya kita ikuti," ujarnya. 
Sementara itu, terkait dengan masih adanya penolakan buruh terhadap PP Pengupahan, Shinta menilai hal tersebut hanya memberikan ketidakpastian bagi kondisi bisnis di Indonesia. Oleh karena itu, dia berharap kalangan buruh tidak lagi menolak ketentuan dalam PP tersebut.
"Akan semakin membingungkan dan berdampak dari demo mempengaruhi iklim investasi kita. Semoga ini bisa segera diselesaikan," ujarnya. mohar

 

NERACA 

Jakarta - Ribuan buruh DKI Jakarta yang tergabung dalam Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) berencana menggelar aksi mogok besar-besaran pada awal November 2016, sebagai bentuk penolakan penetapan upah minimum provinsi (UMP) Jakarta 2017.

Seperti diketahui besaran upah minimum provinsi (UMP) Jakarta tahun depan telah ditetapkan sebesar Rp 3.355.750 atau naik sebesar 8,25% dari tahun 2016 Rp 3,1 juta.

Menurut Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat,  buruh menolak UMP yang ditetapkan karena perhitungannya memakai formula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Buruh menentang karena formula ini dianggap menerapkan rezim upah murah.

Tanpa menyebutkan tanggal secara detil, Mirah mengatakan aksi mogok tersebut akan digelar pada November 2016. "November saja, awal November ada pemanasan. Nanti di kawasan pelabuhan ada, sopir Pertamina kita akan ikut juga," ujarnya di Jakarta, akhir pekan lalu. 

Dia mengatakan, dalam aksi tersebut buruh akan menutup akses-akses jalan di Jakarta. Tak hanya itu, buruh juga akan menghentikan produksi di kawasan pabrik. "Bandara, pelabuhan dan jalan tol, akses-akses (ditutup), kawasan industri akan mogok," ujarnya. 

Menurut dia, buruh kecewa karena usulan UMP tak didengar pemerintah. Paling tidak, sebanyak 20 ribu buruh akan terlibat dalam aksi mogok ini. "Kurang lebih 20 ribu orang, buruh Jakarta sendiri 5 juta orang. 20 ribu masih kecil," ujarnya. 

Sebelumnya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak para kepala daerah untuk menetapkan upah minimum provinsi (UMP) lebih besar dari persentase yang ditetapkan ‎Kementerian Ketenagakerjaan sebesar 8,25%. Sementara Gubernur Aceh menetapkan kenaikan upah minimum sebesar 20% dari UMP 2016.

Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, buruh mendesak para gubernur di seluruh Indonesia mengikuti langkah Gubernur Aceh, dengan tidak menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dalam menetapkan upah minimum di daerahnya. Sebab dengan demikian, kenaikan upah minimum diharapkan bisa lebih tinggi.

"Saya meminta kepada Gubernur DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Gubernur-Gubernur yang lain untuk tidak menggunakan PP Nomor 78 Tahun 2015," ujarnya di Jakarta, pekan lalu. 

Said mengatakan, kaum buruh akan terus berjuang menuntut pencabutan PP Pengupahan tersebut yang dianggap bermasalah. PP ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan berdasarkan rekomendasi DPR harus dicabut.

"Ayo perjuangkan di semua daerah agar para gubernur dan Bupati/Walikota dalam menaikkan upah minimum tidak memakai PP No 78 Tahun 2015. Buktinya Aceh bisa," ujarnya. 

‎Secara terpisah, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendukung penetapan persentase kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2017 sebesar 8,25%.  Angka kenaikan ini dinilai telah sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Ketua Apindo‎ Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, formulasi kenaikan UMP dalam PP tersebut merupakan hasil kesepakatan semua pihak terkait. Oleh sebab itu, kenaikan upah ini harus patuhi oleh semua pihak termasuk pengusaha dan buruh.

"Itu kan sudah disepakati, jadi bukannya semena-mena, saya tidak tahu dari pihak buruh masih ada keinginan untuk di luar dari yang disepakati bersama‎," ujarnya di Jakarta, belum lama ini. 

Shinta mengatakan, pada penetapan UMP 2016, masih ada sejumlah kepala daerah yang tidak mengikuti ketentuan dalam PP tersebut. Namun pada tahun ini diharapkan semua kepala daerah mengikuti ketentuan dalam PP tersebut termasuk besaran kenaikan UMP.

"Kita menyayangkan kalau ada daerah yang tidak mengikuti. Tahun ini Menaker mau tegas, harus ikuti. Kalau tidak ikuti tahu konsekuensinya. Jadi kita sudah sepakat dari pengusaha. Untuk keluar PP itu kan melalui proses sama-sama dari semua pihak. Kalau sudah ada keluar ya kita ikuti," ujarnya. 

Sementara itu, terkait dengan masih adanya penolakan buruh terhadap PP Pengupahan, Shinta menilai hal tersebut hanya memberikan ketidakpastian bagi kondisi bisnis di Indonesia. Oleh karena itu, dia berharap kalangan buruh tidak lagi menolak ketentuan dalam PP tersebut.

"Akan semakin membingungkan dan berdampak dari demo mempengaruhi iklim investasi kita. Semoga ini bisa segera diselesaikan," ujarnya. mohar

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…