JK: Tahun Depan Diwarnai Ketidakpastian

Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali menegaskan, kondisi sejumlah negara di berbagai belahan dunia saat ini diwarnai ketidakpastian. Sehingga, sulit untuk menggambarkan bagaimana kondisi perekonomian Indonesia pada tahun depan.

NERACA

“Kalau bicara tahun depan, satu-satunya kepastian tahun depan adalah ketidakpastian. Tidak ada di antara kita yang bisa memprediksi dengan betul apa yang akan terjadi pada tahun depan atau tahun yang akan datang,” ujarnya di Jakarta, Kamis (27/10).

Menurut Kalla, dalam konteks hubungan antarnegara, krisis yang terjadi di sejumlah negara tentu akan memberikan dampak pada negara lainnya. Sebagai contoh, krisis yang yang terjadi di Amerika Serikat, Eropa, dan China juga berdampak bagi perekonomian Indonesia. Sebab, Indonesia menjalin hubungan perdagangan dengan negara-negara tersebut.

“Karena Indonesia sebagai negara yang besar berada di lingkungan negara-negara, berdagang dengan negara-negara, menjual kepada negara lain, pastilah ada pengaruh yang besar tentang itu,” ujarnya.

Kendati demikian, JK bersyukur, krisis yang terjadi di sejumlah negara tidak terlalu berdampak besar bagi perekonomian Indonesia. Setidaknya hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang mencapai lima persen.

Meski dibandingkan dengan negara lain pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk yang tinggi, tetapi perbandingan itu tidak bisa dilakukan secara secara langsung atau apple to apple. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara maju hanya berada pada kisaran tiga persen.

“Tapi, tiga persen dari income US$50.000, dibandingkan dengan 5 persen dari income US$3.500, ya beda hasilnya,” ujarnya.

Selain itu, Wapres menilai, ada tiga kebijakan pokok yang dibuat pemerintah era sebelumnya yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini berjalan lambat. Pertama, ketika terjadi krisis ekonomi di tahun 1998, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menjamin keamanan dana yang dimiliki masyarakat di bank. Hal itu menyebabkan pemerintah harus berhutang besar dari luar negeri.

"Ongkosya bisa menjadi Rp 600 triliun. Tapi kalau dihitung dengan uang yang sekarang, saya kira hampir Rp 3.000 triliun," ujarnya.

Sayangnya, kebijakan untuk menyelamatkan kondisi perekonomian di dalam negeri itu justru diselewengkan oleh sejumlah oknum tidak bertanggung jawab. "Akhirnya semua orang melakukan penggelembungan atau perampokan dari pada kebijakan yang dibuat," ujarnya.

Namun, Kalla tidak menjelaskan atau memberikan contoh mengenai kasus yang dimaksud.

Kedua, Kalla menilai, pemerintah dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir terlalu banyak memberikan subsidi bahan bakar minyak. Hampir Rp 1.500 triliun dari anggaran APBN digunakan untuk mensubsidi BBM.

"Yang terbesar itu pada, minta maaf, kabinet sebelum ini (era SBY-Boediono). Waktu pada saat saya ada di kabinet (sebagai wapres), Alhamdullilah kita naik harga BBM tiga kali, kami keras,” ujarnya.

Ketiga, inefisiensi birokrasi yang menyebabkan penggelembungan anggaran birokrasi. Hal tersebut tidak terlepas dari peralihan sistem pemerintah sentralistik ke otonomi daerah. Menurut dia, jika pada 2010 ongkos birokrasi baru sekitar Rp 70 triliun, saat ini ongkos birokrasi sudah mencapai Rp 720 triliun. "Kita tidak mengelola dengan efisien birokrasi kita. (Sehingga ongkos birokrasi) tinggi sekali," tutur dia.

Terkait dengan ketidakpastian tahun depan, Bank Dunia juga tetap mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini  hanya 5,1%. Sedangkan pada 2017 pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi di angka 5,3%. Proyeksi peningkatan pertumbuhan tahun ini dan tahun depan bergantung pada meningkatnya kontribusi dari investasi swasta pada pertumbuhan sejalan dengan menurunnya biaya pinjaman, anggaran pemerintah yang lebih kredibel , dan perubahan iklim investasi.

“Proyeksi pertumbuhan PDB tetap sama dengan laporan bulan Juni, yaitu 5,1% untuk tahun 2016 dan 5,3% untuk tahun 2017,” ujar Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo  Chaves di Jakarta, pekan lalu ini.

Chaves mengatakan, konsumsi swasta diharapkan akan tetap kuat untuk menghadapi tekanan inflasi yang terkendali, rupiah yang stabil , dan pengeluaran yang terkait dengan kegiatan pemilihan kepada daerah yang akan dimulai pada triwulan ke 4. Selain itu risiko fiskal telah mereda oleh karena target penerimaan dan pengeluaran yang lebih realistis dalam rancangan APBN tahun 2017.

Di sisi penerimaan pemerintah berharap bahwa rencana perubahan atas undang-undang umum perpajakan, undang-undang pajak penghasilan, undang-undang PPN , dan undang-undang materai serta kenaikan penerimaan cukai, akan meningkatkan penerimaan pajak dan membantu mencapai target penerimaan tahun 2017.

“Di sisi pengeluaran perubahan alokasi belanja meliputi penetapan target yang lebih baik untuk subsidi listrik dan program beras sejahtera  serta peningkatan transfer dana desa,” tambahnya.

Target Pesimistis

Ketidakpastian juga mewarnai dalam pembahasan postur APBN 2017 yang terlihat dari kesepakatan asumsi makro antara pemerintah dan DPR pekan ini. Apabila dibandingkan dengan target-target ekonomi tahun ini, APBN 2017 tampaknya lebih pesimistis. Pemerintah juga agak konservatif dengan sedikit berhati-hati ketika memasang target penerimaan. Fiskal pun sedikit dibuat ketat dengan memangkas anggaran belanja negara, lebih rendah dari pagu tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi, sebagai indikator utama pencapaian, ditetapkan sebesar 5,1%persen untuk tahun depan. Persentasenya turun dibandingkan dengan target tahun ini yang dipatok 5,2 persen di APBNP 2016, meski belakangan secara lisan target tersebut dikoreksi menjadi 5,1 persen oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
 
Sementara target inflasi tetap dipertahankan 4 persen. Sedangkan asumsi kurs dibuat agak lebih optimistis di level Rp13.300 per US$, lebih tinggi dari asumsi tahun ini Rp13.500 per US$.  Praktis hanya inflasi yang tidak berubah targetnya, tetap 4%.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, indikator ekonomi makro tersebut telah mencerminkan kondisi ekonomi yang realistis saat ini. Asumsi makro tersebut juga telah mengantisipasi berbagai tantangan yang berpotensi muncul pad atahun depan, terutama yang terkait dengan perlambatan perekonomian global, risiko gejolak geo politik, serta perubahan ekonomi regional dan pelemahan perdagangan internasional.

"Untuk mencapai sasaran indikator ekonomi makro tersebut, pemerintah akan konsisten mendorong sumber pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya.

Adapun berbagai upaya untuk mendorong sumber pertumbuhan adalah dengan memperbaiki iklim investasi melalui berbagai paket kebijakan ekonomi, koordinasi kebijakan dengan Bank Indonesia, menjaga stabilitas dan pemberian insentif pada dunia usaha, serta mendorong pembangunan infrastuktur.

"Pemerintah juga terus berupaya meningkatkan kualitas belanja negara untuk mengentaskan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan," tutur Menkeu.

Dengan basis asumsi dasar ekonomi makro dan berbagai langkah kebijakan yang akan ditempuh, maka target pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp1.750,3 triliun, yang terdiri atas penerimaan perpajakan Rp1.498,8 triliun dan PNBP Rp250 triliun.

Selain itu, rasio perpajakan (tax ratio) pada 2017 ditetapkan sebesar 11,52%. Itu  sudah termasuk penerimaan SDA Migas dan pertambangan. Apabila kedua penerimaan berbasis komoditas itu dikeluarkan, maka tax ratio riil hanya 10,93%.  

Untuk mendukung pencapaian target penerimaan tersebut sekaligus untuk meningkatkan tax rasio, Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan terus berupaya meningkatkan kepatuhan (compliance) wajib pajak.

"Salah satu strategi yang akan ditempuh adalah dengan meningkatkan edukasi kepada masyarakat mulai dari pendidikan dasar mengenai pentingnya kesadaran membayar pajak bagi pembangunan," ujarnya. bari/mohar/fba

 

 

BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…