Rencana Mogok Kerja Buruh, Efektifkah?

Oleh : Erlangga Pratama, Founder Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi, Jakarta

 

 

            Informasi yang diperoleh penulis dari berbagai sumber menyebutkan bahwa ada rencana unjuk rasa buruh tanggal 31Oktober 2016 dan 1 November 2016. Menurut siaran pers sebuah organisasi buruh tentang  rencana mogok kerja buruh pada tanggal 31 Oktober s.d 1 November 2016. Dalam siaran persnya, mereka mengklaim rencana mogok kerja tersebut akan diikuti kurang lebih 3 juta buruh di 20 propinsi dan 150 kabupaten/kota serta akan diikuti ratusan ribu perusahaan di 40 Kawasan Industri di seluruh Indonesia.

            Sebelum melakukan aksi mogok kerja, mereka akan melaksanakan pra kondisi mogok nasional pada tanggal 28 s.d 30 Oktober 2016 di masing-masing daerah. Prakondisi aksi mogok nasional akan dilaksanakan secara tertib, damai dan tidak anarkis.

            Selanjutnya, siaran pers berisi propinsi yang akan mengalami mogok nasional pada 31 Oktober s.d 1 November 2016 yaitu Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Kepri, Sumatera Selatan, Lampung, Kalsel, Kaltim, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua dan NTB.

            Untuk kabupaten dan kota, akan terjadi di Cilegon, Serang, Tangerang, Tangerang Selatan, Bogor, Depok, Sukabumi, Cianjur, Bekasi,Karawang, Purwakarta, Subang, Indramayu, Cirebon, Tegal, Cimahi, Bandung, Bandung Barat, Tasikmalaya, Semarang, Kendal, Demak, Batam, Pekalongan, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Malang, Probolinggo, Gresik, Batam, Bintan, Karimun, Medan, Deli Serdang, Palembang, Pekanbaru, Makassar dan Cilacap. Ada potensi pelabuhan, pusat-pusat industri dan produksi serta Bandara Udara akan terkena dampak dari rencana aksi mogok nasional ini. Walaupun sejauh ini, belum jelas apa tuntutan yang diperjuangkannya.

Sementara itu, menurut informasi yang beredar, buruh di sektor penyuplai BBM akan melaksanakan mogok kerja tanggal 1 November 2016 sampai waktu yang tidk ditentukan atau sampai tuntutan mereka terpenuhi.

            Adapun tuntutan yang mereka lontarkan antara lain : agar perusahaan untuk mengangkat seluruh pekerjanya sebagai karyawan tetap; Perusahaan agar membayar upah lembur atas kelebihan jam kerja sejak Oktober 2011 s.d September 2016; Bayar upah lembur pada saat ditugaskan sebagai Satgas Hari Raya Keagamaan untuk Umat Muslim yaitu mensuplai BBM; Bayarkan uang Migas yang sudah tidak diberikan oleh perusahaan sejak tahun 2011 kepada pekerja; Menerapkan jam kerja  7 jam sehari atau 40 jam kerja seminggu; Stop intimidasi dalam bentuk apapun; Mempekerjakan kembali seluruh pekerja yang telah di-PHK secara sepihak.

            Dampak yang ditimbulkan dari aksi mogok tersebut jika terealisasi adalah masyarakat di Jabodetabek, Puncak dan Sukabumi akan kekurangan pasokan BBM, karena terhentinya distribusi BBM dari semua SPBU Pertamina.

 

Rentan Ditunggangi

 

            Rencana mogok kerja buruh tersebut sangat rentan ditunggangi dan dipolitisasi oleh kelompok kepentingan tertentu, walaupun aksi unjuk rasa dalam bentuk mogok kerja adalah sah-sah saja, meski dapat juga dinilai sebagai niatan untuk melakukan sabotase ekonomi.

            Mengapa dapat dinilai memiliki niat melakukan sabotase ekonomi ? Kedua gerakan politik buruh tersebut jelas memiliki dampak ekonomi yang meluas seperti terganggunya aktivitas perekonomian daerah, bahkan nasional karena kita semua mengetahui bahwa BBM atau Migas adalah motor roda ekonomi, bahkan cerminan ketahanan energi sebuah bangsa.

            Selain itu, gerakan massa juga rentan mengganggu arus lalu lintas dan dapat menimbulkan kemacetan dimana-mana, dimana hal ini tidak menutup kemungkinan akan  menimbulkan rasa jengkel atau marah serta tidak simpati dari masyarakat luas yang berprofesi lainnya, sehingga dapat memicu konflik fisik antara kelompok yang melakukan mogok nasional dengan masyarakat yang menolaknya. Jika ini terjadi, jelas muncul tudingan bahkan tuduhan bahwa pemerintahan Jokowi-JK tidak hadir dalam menyelesaikan masalah rakyat. Inilah nuansa politisasi setiap gerakan buruh tidak hanya di Indonesia, namun juga di manca negara, karena gerakan buruh atau aksi unjuk rasa buruh jelas bernuansa politis karena sejatinya tidak ada organisasi buruh yang independen, karena menurut rumors yang beredar ketika Pilpres 2014, organisasi buruh ini juga mendukung salah satu Capres.

            Kemungkinan lainnya yang terjadi adalah massa buruh yang cukup signifikan jumlahnya dalam setiap aksi unjuk rasa mereka juga akan dipakai sebagai “alat penekan” bagi kelompok lainnya, yang menurut rencana juga akan melaksanakan unjuk rasa di jenjang waktu diatas, yaitu kelompok yang menolak rencana pemberian gelar pahlawan nasional bagi mantan Presiden Soeharto.

 

Selesaikan Masalah

 

            Berdasarkan Data International Labour Organization 2014/2015, rata-rata upah di Indonesia sebesar US$174 per orang per bulan. Angka ini tertinggal dari Vietnam US$181 per orang per bulan, Filipina US$206 per orang per bulan, Thailand US$357 per orang per bulan, dan Malaysia US$506 per orang per bulan. Upah buruh di Indonesia masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kamboja US$119 per orang per bulan dan Laos US$121 per orang per bulan.

            Sebenarnya, mogok kerja ataupun aksi unjuk rasa tidak akan pernah berhasil sebagai strategi memperjuangkan kepentingan buruh, bahkan sebaliknya aksi buruh dapat menimbulkan contagion effects bagi buruh itu sendiri seperti dikeluarkan dari perusahaan, tidak mendapatkan penghasilan saat aksi dilaksanakan bahkan dapat ditangkap aparat jika unjuk rasanya berlangsung anarkis.

            Oleh karena itu, solusi cerdas untuk menyelesaikan masalah perburuhan di Indonesia antara lain : pemberantasan pungli ataupun sejenisnya yang dapat menambah biaya operasional perusahaan dan disisi lain membuat terjadinya pengurangan kesejahteran buruh; Melaksanakan reformasi hukum dengan mereview beragam peraturan yang dapat mengurangi daya saing Indonesia atau yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi; Memperkuat lembaga Tripartit di Pusat dan Daerah;  Pemerintah melalui Kemenakertrans dan Kemendagri perlu memerintahkan Pemda untuk mendesak perusahaan membayarkan hak-hak buruh atau izin operasionalnya tidak diperpanjang serta apabila buruh tetap berunjuk rasa dan  berpotensi menimbulkan sabotase ekonomi atau stagnasi perekonomian di daerah dan nasional, maka langkah penegakkan hukum dikedepankan, walaupun sebelumnya perlu dilakukan kanalisasi dan pengkondisian agar aksi buruh tidak anarkis.

BERITA TERKAIT

Pembangunan IKN Terus Berlanjut Pasca Pemilu 2024

  Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi   Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…

Ramadhan Momentum Rekonsiliasi Pasca Pemilu

Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia   Merayakan bulan suci Ramadhan  di tahun politik bisa menjadi momentum yang…

Percepatan Pembangunan Efektif Wujudkan Transformasi Ekonomi Papua

  Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor   Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan IKN Terus Berlanjut Pasca Pemilu 2024

  Oleh: Nana Gunawan, Pengamat Ekonomi   Pemungutan suara Pemilu baru saja dilakukan dan masyarakat Indonesia kini sedang menunggu hasil…

Ramadhan Momentum Rekonsiliasi Pasca Pemilu

Oleh : Davina G, Pegiat Forum Literasi Batavia   Merayakan bulan suci Ramadhan  di tahun politik bisa menjadi momentum yang…

Percepatan Pembangunan Efektif Wujudkan Transformasi Ekonomi Papua

  Oleh : Yowar Matulessy, Mahasiswa PTS di Bogor   Pemerintah terus menggencarkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Papua. Dengan…