BPJS Kesehatan Tetap Perlu Berbenah - Meski Indeks Kepuasan Tinggi

 

 

 

NERACA

 

Jakarta – Survei menyebutkan bahwa indeks kepuasan terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 79,85% namun sejumlah anggota DPR melihat angka tersebut patut diapresiasi akan tetapi masih perlu ada pembenahan di beberapa lini agar pelayanan kesehatan untuk masyarakat dapat dipenuhi dengan baik.

Anggota DPR Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh menyatakan, BPJS Kesehatan perlu untuk lebih meningkatkan kinerja karena sampai saat ini masih banyak keluhan di tengah masyarakat terkait program jaminan kesehatan nasional tersebut. “Kekeliruan yang terjadi adalah adanya tagihan dobel. Ayah mendapatkan tagihan untuk satu keluarga, dan tagihan serupa juga muncul pada anaknya sehingga banyak peserta bingung,” kata Nihayatul, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, kebingungan tersebut juga ditambah dengan aturan yang yang menetapkan peserta yang belum membayar tunggakan lebih satu bulan akan dibekukan sementara, yang membuat semakin banyak warga yang menjadi peserta BPJS Kesehatan juga semakin bertumpuk kekecewaannya. Politisi PKB itu menyayangkan buruknya pelayanan BPJS Kesehatan padahbal lembaga itu mendapat jaminan biaya dari pemerintah.

Selain itu, sistem yang membayar untuk satu keluarga merupakan logika seperti "zaman dulu" yang menyiratkan bahwa hanya bapak yang bertanggung jawab secara ekonomi terhadap keluarga. "Padahal sekarang ini semua anggota keluarga memiliki akses ekonomi. Masalah lain, tidak semua orang memiliki penghasilan tetap setiap bulan, hingga pasti dapat membayar cicilan satu keluarga setiap bulannya," katanya.

Nihayatul juga menemukan sejumlah permasalahan lainnya antara lain adalah masih ditemukan tidak validnya data peserta non-Penerima Bantuan Iuran padahal warga yang menjadi peserta itu dibayar oleh APBN. "Ini yang dijamin dibayar tagihannya sama pemerintah masih amburadul, bagaimana kalau yang bayar mandiri?" tandasnya.

Anggota DPR lainnya, Okky Asokawati mengungkapkan, masih adanya persoalan yang muncul dalam pelayanan BPJS Kesehatan. Seperti pasien peserta BPJS ditolak RS, ini salah satunya karena paket INA CBGs (sistem pembayaran dengn sistem paket, berdasarkan penyakit yang diderita) yang dinilai tidak menguntungkan pihak RS. “Karenanya, pemerintah semestinya melakukan terobosan misalnya dengan memberi insentif pajak bagi RS yang menjadi mitra BPJS,” imbau Okky.

Dalam sambutan pada Forum Tematik Badan Koordinasi Hubungan Kemasyarakatan (Bakohumas), di Gedung Dr. J. Leimena, Jakarta, Selasa (25/10), Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F. Moelok mengemukakan, hingga saat ini sebanyak 169 juta lebih warga telah menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Berdasarkan survei, Indeks Kepuasan JKN saat ini mencapai 79,85.

Menkes mengatakan, tantangan implementasi JKN adalah kematian akibat penyakit tidak menular semakin meningkat, yang terjadi karena faktor perilaku hidup. “Perawatan inap yang paling banyak dengan perlindungan JKN, salah satunya adalah sakit jantung (sistem kardiovaskuler) berdasarkan data hingga Januari 2016,” jelas Nila.

Kebijakan penguatan layanan kesehatan yang menjadi agenda Nawacita pemerintahan Presiden Joko Widodo (JK) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), menurut Menkes, bisa dilakukan dengan pemerataan akses, peningkatan kualitas, dan penggunaan sistem rujukan. “Rumah sakit terdiri dari rujukan nasional, provinsi, dan untuk perbatasan. Salah satu upaya meningkatkan kualitas adalah melakukan akreditasi kepada rumah sakit dan puskesmas,” terang Menkes.

Ia menyebutkan, salah satu program yang dikuatkan sekarang adalah program Nusantara Sehat yang penempatannya dilaksanakan di puskesmas seluruh Indonesia. Sementara beberapa program Gerakan Masyarakat Sehat, menurut Menkes, yakni promosi kesehatan, perlindungan spesifik, diagnosa awal. “Pentahapan keluarga sehat dimulai tahun 2015 sampai 2019 dengan pencapaian target program hingga 8.610 puskesmas di 27 provinsi dan 149 kabupaten,” ujarnya.

Adapun strategi pendekatan kesehatan melalui keluarga, lanjut Menkes, dilakukan dengan cara kunjungan rumah, daur kehidupan dari anak-anak sampai dewasa, dan prioritas pendekatan pada kegiatan promotif-preventif. “Pemberdayaan Masyarakat dapat melalui Posyandu dan Posbindu yang ada di masyarakat,” pungkasnya. bari

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…