Utang Indonesia Meningkat Dalam Dua Tahun Terakhir

Oleh: Agus Salim

Utang Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir yang terlihat dari peningkatan defisit anggaran karena kenaikan belanja yang lebih besar dibanding penerimaan negara. APBN Perubahan 2015 menetapkan target defisit anggaran hanya Rp222,5 triliun atau 1,9 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Namun realisasi defisit anggaran selama 2015 mencapai Rp318,5 triliun atau sekitar 2,8 persen terhadap PDB.

Pada APBN 2016, defisit anggaran ditetapkan sebesar Rp273,2 triliun atau 2,15 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dalam APBN Perubahan 2015, defisit anggaran naik menjadi Rp296,7 triliun atau 2,35 persen terhadap PDB.

Kemudian pada awal Agustus 2016, untuk menciptakan anggaran negara yang kredibel, pemerintah kembali menyesuaikan APBN termasuk besaran defisit anggaran. Besaran defisit anggaran dinaikkan menjadi 2,5 persen terhadap PDB atau ada kenaikan pembiayaan sekitar Rp17 triliun.

Sementara itu untuk realisasi semester I 2016, Kementerian Keuangan melaporkan meningkatnya pengeluaran negara yang tidak sebanding dengan realisasi penerimaan, menciptakan defisit fiskal sebesar Rp230,7 triliun atau 1,83 persen terhadap PDB.

Defisit yang terjadi pada paruh pertama tahun ini membengkak dibandingkan dengan realisasi defisit anggaran negara semester I 2015, yang kala itu sebesar Rp84,3 triliun atau 0,73 persen terhadap PDB.

Kemenkeu menyebutkan dua alasan defisit membesar adalah karena realisasi belanja negara lebih tinggi Rp113 triliun dan penerimaan negara lebih rendah Rp33 triliun dari periode yang sama tahun 2015.

Realisasi pendapatan negara dalam enam bulan pertama tahun 2016 baru sebesar Rp634,7 triliun atau 35,5 persen dari target Rp1.786,2 triliun di APBNP 2016. Sementara anggaran belanja negara yang terserap pada periode yang sama mencapai Rp865,4 triliun atau 41,5 persen dari pagu Rp1.984,1 triliun.

Penerimaan perpajakan selaku penyumbang terbesar kas negara, tercatat sebesar Rp522 triliun atau 33,9 persen dari target Rp1.539,2 triliun. Selebihnya merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menyumbang Rp112,1 triliun atau 45,7 persen dari target Rp245,1 triliun.

Sementara itu hingga akhir 2016 diperkirakan realisasi angka defisit akan meningkat bahkan disebut-sebut akan mencapai 2,7 persen dari PDB atau ada tambahan pembiayaan lagi sekitar Rp37 triliun.

Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan mengatakan pihaknya akan mengelola proyeksi kajian terbaru mengenai defisit anggaran akhir tahun dengan pembiayaan melalui penerbitan surat berharga negara (SBN).

"Kami mengkaji apabila defisit 2,7 persen dari PDB, akan ada tambahan pinjaman sebesar Rp27 triliun lagi yang berasal dari lelang surat berharga negara di dalam negeri," kata Robert.

Dia menjelaskan dalam perkembangan terakhir muncul kajian mengenai proyeksi defisit anggaran 2,7 persen, atau bertambah dari kisaran semula sebesar 2,5 persen terhadap PDB. "Kalau sekarang perkiraan defisit 2,5 persen dari PDB. Dalam posisi itu, 'gross' surat berharga negara Rp628 triliun," ucap Robert.

Kemenkeu juga menyiapkan opsi pinjaman kepada pihak swasta, namun Robert menjelaskan pembiayaan melalui penerbitan SBN pada November 2016 sudah cukup.

"Kami perkirakan penerbitannya selesai minggu pertama November 2016 dan 'market' mestinya bisa menyerap dan sesuai waktu. Lelang kami targetkan selesai November 2016, tanpa memanfaatkan lelang di Desember, defisit 2,7 persen bisa terpenuhi," ujar Robert.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan defisit anggaran pada akhir tahun berada pada kisaran 2,5 persen terhadap PDB, namun perkiraan itu bisa bertambah apabila penerimaan negara tidak mencapai potensinya dan pemangkasan belanja tidak berjalan efektif.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara memastikan peningkatan realisasi belanja kementerian lembaga menjadi salah satu penyebab terjadinya proyeksi pelebaran defisit anggaran.

Suahasil menjelaskan pelebaran defisit anggaran tersebut selain akibat penyerapan belanja yang tinggi juga didukung oleh potensi peningkatan angka "cost recovery" bagi sektor migas serta realisasi transfer ke daerah khususnya bagi Dana Alokasi Umum.

Menurut dia, defisit anggaran bisa melebar 0,2 persen dari proyeksi saat ini sebesar 2,5 persen terhadap PDB, namun pemerintah berupaya menjaga agar defisit fiskal di bawah batas yang diperkenankan dalam UU sebesar tiga persen terhadap PDB.

"Defisit akan melebar 2,5 persen-2,7 persen, jadi ada tambahan pembiayaan Rp37 triliun. Itu akan 'combine' antara SBN lelang rutin san melihat pinjaman yang masih terbuka untuk 'upsize' termasuk 'private placement'," tutur dia.

Sementara itu untuk tahun 2017, Badan Anggaran DPR dan pemerintah menyepakati postur sementara RAPBN 2017 dengan defisit mencapai Rp330,2 triliun atau 2,41 persen terhadap PDB. Postur sementara RAPBN 2017 di antaranya mencakup target pendapatan negara sebesar Rp1.750,3 triliun dan belanja negara sebanyak Rp2.080,5 triliun.

Asumsi ekonomi makro yang disepakati dalam postur sementara tersebut adalah pertumbuhan ekonomi 5,1 persen, inflasi 4 persen, suku bunga SPN 3 bulan 5,3 persen, dan nilai tukar Rp13.300 per dolar AS. Selain itu, asumsi makro lainnya adalah harga ICP minyak 45 dolar AS per barel, lifting minyak bumi 815.000 barel per hari dan lifting gas 1.150 ribu barel setara minyak per hari.

Dari asumsi tersebut, pendapatan negara disepakati sebesar Rp1.750,3 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.498,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp250 triliun. Belanja negara disetujui sebesar Rp2.080,5 triliun yang terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.314 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp766,4 triliun.

Masih Terkendali

Pemerintah mengakui beban utang termasuk utang luar negeri (ULN) selama dua tahun Pemerintahan Jokowi-JK mengalami peningkatan namun pengelolaannya masih terkendali.

Laporan Capaian Dua Tahun Pemerintahan Jokowi-JK menyebutkan per akhir Juli 2016, utang luar negeri (ULN) mencapai 324,2 miliar dolar AS atau naik 6,4 persen (yoy/tahun ke tahun). Jumlah itu terdiri dari ULN swasta sebesar 164,5 miliar dolar AS dan ULN pemerintah 159,7 miliar dolar AS.

Per Desember 2015, jumlah ULN Indonesia mencapai 299 miliar dolar AS terdiri dari ULN swasta 167 miliar dolar AS sementara ULN pemerintah 132 miliar dolar AS. Sementara per Desember 2014, jumlah ULN mencapai 288 miliar dolar AS terdiri dari ULN swasta 164 miliar dolar AS dan ULN pemerintah 124 miliar dolar AS.

Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang mencapai 283 miliar dolar AS atau naik 8,0 persen (yoy) sementara ULN jangka pendek turun tercatat sebesar 41,2 miliar dolar AS atau turun 3,6 persen (yoy). Berdasar kelompok peminjam, posisi ULN Indonesia masih didominasi ULN sektor swasta.

Pemerintah menyebut beberapa indikator beban ULN, meskipun mengalami peningkatan, namun masih menunjukkan bahwa pengelolaan beban ULN Indonesia masih terkendali.

Bank Indonesia (BI) melaporkan ULN tumbuh melambat, atau sebesar 6,3 persen secara tahunan, menjadi 323 miliar dolar AS pada Agustus 2016, dibandingkan pertumbuhan tahunan Juli yang sebesar 6,6 persen.

"ULN berjangka pendek, dan utang peminjam swasta terus menurun, sedangkan utang publik atau pemerintah, dan utang jangka panjang meningkat," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.

Jika melihat debiturnya, utang publik atau pemerintah naik 19,2 persen dibandingkan periode sama tahun lalu� (yoy), tumbuh lebih tinggi dibanding Juli yang naik 18,7 persen (yoy). Pertumbuhan utang pemerintah itu menjadi 159,7 miliar dolar AS dan porsinya sebesar 49,4 persen dari total ULN hingga Agustus 2016.

Sementara utang dari debitur swasta terus menurun. Pada bulan ke-delapan ini, ULN swasta menurun 3,9 persen (yoy), lebih dalam dari Juli 2016 yang turun 3 persen. Akibat penurunan itu, ULN Indonesia untuk debitur swasta terkontraksi menjadi 163,3 miliar dolar AS dengan porsi 50,6 persen dari total ULN. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Pemerintah Gencarkan Pembangunan Demi Kesejahteraan Masyarakat Papua

Oleh : Saby Kossay, Mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta   Pemerintah terus menggencarkan pembangunan untuk terciptanya Papua yang jauh lebih…

Pemerintah Jamin Stok Beras di Tengah Ketidakpastian Situasi Global

  Oleh: Julia Andini, Mahasiswi Univ. Pakuan Bogor   Ketidakstabilan kondisi global, terutama dalam hal distribusi dan produksi pangan, telah…

Implementasi UU Ciptaker Wujudkan Peningkatan Ekonomi

Oleh : Febri Saputra, Pengamat Ekonomi   Undang-Undang (UU) Cipta Kerja adalah kebijakan reformasi struktural di Indonesia yang bertujuan untuk…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pemerintah Gencarkan Pembangunan Demi Kesejahteraan Masyarakat Papua

Oleh : Saby Kossay, Mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta   Pemerintah terus menggencarkan pembangunan untuk terciptanya Papua yang jauh lebih…

Pemerintah Jamin Stok Beras di Tengah Ketidakpastian Situasi Global

  Oleh: Julia Andini, Mahasiswi Univ. Pakuan Bogor   Ketidakstabilan kondisi global, terutama dalam hal distribusi dan produksi pangan, telah…

Implementasi UU Ciptaker Wujudkan Peningkatan Ekonomi

Oleh : Febri Saputra, Pengamat Ekonomi   Undang-Undang (UU) Cipta Kerja adalah kebijakan reformasi struktural di Indonesia yang bertujuan untuk…