PDB Perkapita Dinilai Terus Menurun

 

 

NERACA

 

Jakarta - Pengamat Ekonomi Faisal Basri menjelaskan bahwa Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita terus mengalami tren penurunan selama tiga tahun terakhir. "Laporan pemerintah Indonesia memang hebat, nomor tiga di dunia, tetapi dibandingkan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) justru semakin kacau," kata Faisal Basri, seperti dikutip kantor berita Antara, akhir pekan kemarin.

Menurut data, proyeksi target RPJM tahun 2017 adalah 7,1 persen dan tahun 2018 sebesar 7,5 persen, kemudian di tahun 2019 adalah 8 persen dengan rata-rata dari tahun 2015 hingga 2019 adalah 6,9 persen. Namun realisasinya adalah proyeksi 2017 sama dengan 5,2 persen serta tahun 2018 sebesar 5,5 persen dan tahun 2019 adalah 6,0 persen dengan rata-rata dari 2015 sampai 2019 adalah 5,3 persen. sehingga selisih rata-ratanya adalah 1,6 persen.

Menurut Faisal hal ini tidak bagus, karena secara data juga menyebutkan bahwa GDP per kapita dari tahun 2013 sampai 2015, atau tiga tahun terakhir turun dari 12 ribu dolar AS menjadi 10 ribu dolar AS berdasar statistik dari Bank Dunia. "Ujung tombak selama ini adalah investasi swasta, bukan dari program pemerintah, namun hal tersebut justru diganggu terus, alhasil pertumbuhan kredit terus turun hingga 6,8 persen," katanya.

Ia juga memberikan analogi bahwa, jika ingin menumbuhkan hasil yang bagus belajar seperti atlet, yang terus berlatih, disiplin, asupan makanan terjaga dan terus berkompetisi. "Ekonomi itu seperti atlet, contohnya MIchael Phelps yang meraih hasil menakjubkan di olimpiade juga bukan kebetulan, tetapi terus berlatih dan disiplin, begitu juga perekonomian, semua sektor juga harus disiplin, asupan aliran dana juga harus terjaga, tidak bisa hanya fokus di satu sisi saja," katanya.

Negara berkembang di Asia seperti Vietnam dan FIlipina bisa melakukan hal tersebut, maka Indonesia menurutnya harus cepat sadar akan adanya masalah yang mengganjal tersebut dan segera dicari penyebabnya serta evaluasi.

Disamping GDP yang semakin turun, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara‎ menilai sejauh ini, pemerintah belum mampu membereskan ketimpangan yang terjadi di Indonesia. Hal ini terlihat dari catatan Indef, dimana beberapa pulau yang ekonominya bergantung kepada komoditas, kini pertumbuhannya malah minus.

Hal ini disebabkan pembangunan infrastruktur dan pembenahan lainnya untuk menggerakan ekonomi, masih berkonsep Jawa sentris. Sehingga, wilayah-wilayah lain seolah hanya bermimpi saja untuk daerahnya dibangun. Beberapa daerah yang bergantung pada komoditas mentah seperti Kalimantan Timur, kini pertumbuhan PDRB (Product Domestic Regional Bruto) minus 1,28%, Aceh minus 0,7%, Riau hanya tumbuh 0,22%. Sementara hilirisasi industri belum maksimal di daerah. "Indef melihat adanya ketimpangan antar wilayah yang angkanya masih melebar. Pemerintah tidak berusaha membereskan ini," kata Bhima.

Di Jawa, justru dari tahun 1971, pada waktu itu pemerintahnya punya mimpi agar ketimpangan antar wilayah dicoba dikurangi. Namun data terakhir yaitu 2014, 2015, dan triwulan II 2016, pembangunan masih Jawa sentris. "Angkanya masih 60% dari total pembangunan sumbangsih terhadap PDB. Kenapa Jawa kontribusinya masih besar, ya karena 54,5% masih di Jawa," imbuh dia.

Di Sumatera, pembangunan 20,8%, Maluku 0,8%. Dan ini membuat kesenjangan semakin melebar. The Art of Lie Statistics mengungkapkan, faktanya PDRB per kapita antar wilayah Indonesia masih ada ketimpangan luar biasa. Lantas jika dihubungan dengan pendapatan, kata Bhima, BPS yang masih berbicara gini ratio dinilai dari pengeluaran, hal ini menurut Indef patut dicermati.

"Kalau boleh jujur kenapa kesenjangan menurun? Kalau dilihat dari pengeluaran, orang-orang kaya menahan konsumsi, namun tidak terjadi perbaikan pendapatan di ekonomi lemah. Dilihat dari segi pendapatan kan angkanya makin tinggi, 40%. Sementara pendapatan terendah tidak mengalami kenaikan. Jadi apakah betul kemiskinan menurun?" tanya dia.

 

BERITA TERKAIT

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan NERACA Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (PPN/Bappenas) Suharso…

BUMN Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Geopolitik

BUMN Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Geopolitik  NERACA Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta perusahaan-perusahaan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia

Moody's Pertahankan Peringkat Kredit Indonesia  NERACA Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody's kembali mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik…

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan

RKP 2025 Dinilai Sangat Strategis untuk Transisi Kepemimpinan NERACA Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (PPN/Bappenas) Suharso…

BUMN Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Geopolitik

BUMN Diminta Gerak Cepat Antisipasi Dampak Geopolitik  NERACA Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta perusahaan-perusahaan…