BI akan Keluarkan Beberapa Instrumen Keuangan Syariah

 

 

 

NERACA

 

Jakarta – Bank Indonesia (BI) tengah berencana untuk meluncurkan beberapa instrumen keuangan berbasis syariah seperti sukuk berbasis wakaf dan setifikat deposito berbasis syariah. Kedua produk tersebut rencananya akan diluncurkan dengan momentum Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) yang diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur, 24-30 Oktober mendatang.

Untuk sukuk berbasis wakaf, Asisten Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Rifki Ismal mengatakan sukuk menjadi instrumen pasar keuangan syariah yang punya potensi mendanai aset wakaf. “Maka kita kawinkan potensi ini menjadi satu model sukuk berbasis wakaf," ujar, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (21/10).

Sukuk berbasis wakaf akan berbentuk kerja sama kontrak sewa jangka panjang antara pengelola aset wakaf atau nadzir dan BUMN sebagai penerbit sukuk. Dalam hal ini, BUMN akan menerbitkan sukuk untuk ditawarkan kepada investor. Setelah diproses, dana hasil penjualan sukuk akan digunakan BUMN untuk membangun infrastruktur di atas tanah wakaf. "Ketika infrastrukturnya jadi maka aset tersebut akan disewakan. Perolehan dana sewa tadi akan dibagikan kepada pengelola wakaf dan pemilik sukuk. Di akhir periode, aset itu akan dikembalikan ke nadzir," kata Rifki.

Peluncuran sukuk berbasis wakaf dilatarbelakangi besarnya potensi tanah wakaf di Indonesia yang belum secara optimal dimanfaatkan. Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencatat luas tanah wakaf Indonesia yakni lima miliar meter persegi dan tersebar di 430 ribu titik lokasi. Tanah wakaf yang diperkirakan bernilai Rp2.050 triliun umumnya digunakan untuk tujuan sosial seperti tempat pemakaman, masjid, pesantren, atau panti asuhan.

Menurut Rifki, besarnya potensi tanah wakaf dapat dimanfaatkan pemerintah melalui BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur, untuk membangun berbagai fasilitas publik seperti rumah sakit, sekolah, atau layanan sosial. Namun, yang pertama harus dilakukan yakni membenahi status tanah wakaf yang sebagian besar belum bersertifikat. "Kalau mau dijadikan underlying sukuk status tanahnya harus jelas. (Sertifikasi) ini akan menjadi tanggung jawab nadzir dan Badan Pertanahan Nasional supaya bisa dilirik investor," tuturnya.

Meskipun telah memperkenalkan sukuk berbasis wakaf ke Kementerian BUMN, BI mengaku belum mengetahui seberapa besar model ini dapat menarik minat BUMN. BI hanya memiliki otoritas merumuskan model namun tidak mengatur implementasi dalam ranah bisnis. "Kalau ada yang ingin memanfaatkan silakan dihitung dan dirancang sukuk, akad, lama sewa, dan jumlah imbalan. Bank Indonesia tidak mengatur tentang itu," kata Rifki. 

Sertifikat Deposito Syariah

Untuk instrumen sertifikat deposito (NCD) berbasis syariah, Rifki mengatakan hal itu untuk memperkuat likuiditas perbankan syariah di Tanah Air. "Surat berharga syariah in alternatif lain untuk menghimpun dana selain dari deposito, tabungan, atau giro yang sekarang pertumbuhannya tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya," katanya.

NCD syariah, menurut Rifki, merupakan instrumen pasar uang yang dirancang dengan menggabungkan keunggulan deposito dan obligasi atau sukuk. Selain mudah didapat seperti deposito, NCD syariah juga dapat dijual ke pasar uang layaknya obligasi. Dalam melaksanakan instrumen ini, Bank Indonesia yang memiliki otoritas dalam jual beli produk keuangan, akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga yang berwenang menerbitkan izin NCD syariah.

Bank Indonesia masih melakukan berbagai kajian mencakup aspek fatwa, akad, dan batasan, sebelum menerbitkan NCD syariah pada 2017. "Peraturan BI dibahas secara internal maupun lintas otoritas, kami terus berkomunikasi dengan OJK, bank konvensional, bank syariah, serta lembaga penunjang pasar uang karena ini instrumen surat berharga swasta," tutur Rifki.

Instrumen keuangan berjangka waktu maksimal satu tahun ini diharapkan akan menarik minat institusi maupun individu, karena selain dapat diperjualbelikan di dalamnya juga terdapat selisih harga dan manfaat imbalan. NCD syariah juga ditujukan untuk ekspansi kredit dengan semakin bertambahnya likuiditas perbankan syariah.

Bank Indonesia mencatat volume transaksi bank syariah masih jauh tertinggal dibanding bank konvensional. "Secara rata-rata transaksi paling tinggi di pasar uang antarbank syariah sebesar Rp1 triliun, sedangkan bank konvensional bisa di atas Rp10-15 triliun," ujar Rifki.

 

BERITA TERKAIT

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 - Tingkatkan Literasi Keuangan

Tingkatkan Literasi Keuangan Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 NERACA Jakarta - Komitmen untuk…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 - Tingkatkan Literasi Keuangan

Tingkatkan Literasi Keuangan Great Eastern Life dan SOS Children's Villages Luncurkan Program Great Collaboration 2024 NERACA Jakarta - Komitmen untuk…