DUA TAHUN PEMERINTAHAN JOKOWI-JUSUF KALLA - Pesat, Pembangunan Infrastruktur di Luar Jawa

Jakarta – Kalangan DPR menilai kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dalam dua tahun terakhir ini menunjukkan hasil positif dalam pembangunan infrastruktur yang pesat di luar Jawa, kendati masih minim dalam pengawasan orang asing yang masuk ke Indonesia. Sementara di bidang ekonomi, Indef menilai ketergantungan bahan impor masih tinggi. Sedangkan ICW menilai program pemberantasan korupsi masih jauh dari harapan masyarakat.

NERACA

Anggota Komisi I DPR-RI Syaiful Bahri Anshori menilai dua tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla ‎masih minim dalam pengawasan terhadap bangsa asing yang masuk ke Indonesia menjadi salah satu ancaman yang mesti diperhatikan.

“Keamanan kita agak terancam, karena kita tidak sekuat negara-negara maju. Di negara mana pun jika ada orang datang harus diawasi," ujarnya di Jakarta, Kamis (20/10). Menurut dia di beberapa daerah perbatasan Indonesia cukup rawan sehingga, harus menjadi perhatian yang serius bagi Pemerintah.

“Daerah perbatasan kita sangat rawan, baik di Papua maupun Kalimantan. Karena daerah perbatasan itu sebagian besar masyarakatnya miskin, jadi harus menjadi prioritas,” ujarnya.

Untuk itu, menurut dia, pemerintah harus memulai pembangunan dari mulai perbatasan hingga desa. Menurutnya, masih banyak hal lainnya yang harus dievaluasi kabinet Jokowi selama tiga tahun sisa pemerintahannya. “Terus terang ada banyak hal yang perlu dikritisi. Misalnya, Pak Jokowi ini harus mengevaluasi dengan berbasis desa," ujarnya.

Syaiful mengatakan, dari beberapa kesuksesan pembangunan sepanjang dua tahun pemerintahan Presiden Jokowi, namun dari segi keamanan Indonesia dinilai masih mengalami ancaman dari negara lain. “Masih mengalami ancaman dari negara lain,” ujarnya.   

Sementara dari sisi ekonomi, ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menuturkan, di dua tahun kinerja Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, ketergantungan Indonesia terhadap barang impor kian tinggi.

Menurut dia, impor pangan menunjukkan peningkatan yang semakin signifikan selama 2015 dan 2016. Berdasarkan data BPS, impor beras periode Januari hingga Juli 2016 sebesar US$447 juta atau setara dengan Rp 5,81 triliun (asumsi rupiah Rp 13.000 per US$). Data impor ini lebih tinggi dibandingkan impor komoditas tersebut pada Januari-Desember 2015 hanya sebesar US$351 juta. "Baru setengah tahun saja peningkatannya sudah terlihat signifikan," ujarnya.

Kenaikan juga terjadi pada impor gandum. Pada periode Januari hingga Juli 2016, Indonesia telah mengimpor gandum sebesar US$1,49 miliar, sedangkan pada Januari hingga Desember 2015 impor komoditas tersebut sebesar US$2,08 miliar. "Gandum juga peningkatan impornya cukup signifikan. Sampai akhir tahun ini bisa di atas 50 persen kenaikannya," ujarnya.

Akibat dari hal tersebut, peringkat Indonesia dalam global food security index tergerus, posisi Indonesia kalah jika dibandingkan negara tetangga di kawasan ASEAN.

Dari 113 negara, Indonesia berada di peringkat ke-71, sedangkan‎ Malaysia berada di peringkat ke-35, Thailand di peringkat ke-51, dan Vietnam di peringkat ke-57.

"Kita negara agraris, tetapi untuk Global Food Security Index kita berada di peringkat ke-71. Kalah dengan Vietnam yang negara baru kemarin. Ironis sekali peringkat Global Food Security kita rendah," tutur dia.

Tidak Jawa Sentris

Secara terpisah, Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto memandang dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pembangunan infrastruktur telah menyebar di seluruh wilayah Indonesia dan tidak Jawa sentris.

"Program pembangunan khususnya infrastruktur di darat, air dan udara serta infrastruktur lainnya seperti listrik yang menggunakan uang rakyat, sudah tidak lagi Jawa sentris karena pembangunan tersebut menyebar di seluruh daerah," ujarnya dalam rilisnya, kemarin.

Menurut Novanto, Golkar mengharapkan seluruh proyek pembangunan Infrastruktur dapat diselesaikan, agar seluruh daerah di Indonesia dapat terhubung untuk memudahkan akselerasi pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga tidak tertinggal oleh daerah-daerah lainnya.

Dia mengatakan, pemerintahan Kabinet Kerja telah bekerja dengan sangat baik melalui sejumlah program seperti program poros maritim, program BPJS dan Kartu Indonesia Sehat di bidang kesehatan hingga bantuan operasional sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar yang dapat dinikmati oleh seluruh Rakyat Indonesia hingga ke daerah pelosok.

Sedangkan untuk bidang politik, Novanto menilai "tangan dingin" Jokowi telah mampu mengharmonisasikan hubungan pemerintah dengan partai politik. "Ini dapat kita rasakan dan Lihat pada hubungan antara pemerintah dengan DPR," ujarnya.

Sementara itu,anggota Komisi X DPR-RI Dadang Rusdiana mengatakan, dua tahun Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo- Jusuf Kalla berjalan ada beberapa prestasi yang ditunjukan. “Ada beberapa prestasi yang ditunjukkan Pemerintah Jokowi-JK seperti masalah penegakan hukum tanpa kompromi dengan pelaku kejahatan narkoba, tetap memperkuat kinerja KPK dan yang terbaru seperti sapu bersih pungli yang dikomandani Menkopolhukam Pak Wiranto,” ujarnya seperti dikutip satuharapan.com, pekan ini.

Dadang menambahkan, dalam pembangunan infrastruktur seperti pembangunan pelabuhan laut (tol laut), pembangunan bandar udara  termasuk (perluasan), pembangunan beberapa ruas jalan darat (termasuk jalan tol ), pembangunan daerah perbatasan merupakan perbedaan jelas dan prestatif dari pemerintahan Jokowi.

“Di bidang SDM, peningkatan aksesibilitas masyarakat miskin terhadap pendidikan diperkuat dengan Program Indonesia Pintar untuk 17,9 juta anak sekolah, penguatan kompetensi guru serta peningkatan bantuan sarana dan prasarana sekolah dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya,” kata dia.

Dadang menilai gaya kepemimpinan Presiden Jokowi bisa menjadi contoh, bagaimana sosok pemimpin yang tegas, berani dan konsisten. Meski Jokowi terlihat sederhana, track record ketegasan Jokowi  tampak selama dia memimpin dari Gubernur sampai menjadi Presiden.

“Yang paling penting adalah perubahan gaya kepemimpinan yang sederhana, dekat dan responsif. Itu perbedaan sangat mencolok dari Jokowi dibandingkan deng presiden-presiden sebelumnya‎,” ujarnya.

Pada bagian lain, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla selama dua tahun di bidang pemberantasan korupsi belum memuaskan dan jauh dari harapan masyarakat.

Menurut peneliti divisi hukum dan monitoring peradilan ICW Aradila Caesar, satu tahun pertama masa pemerintahan berjalan, agenda pemberantasan korupsi tidak menjadi prioritas utama Jokowi-JK.

Kinerja pemberantasan korupsi pemerintahan Jokowi-JK justru tenggelam di balik sejumlah kegaduhan, khususnya soal kriminalisasi dan pelemahan terhadap KPK. "Jokowi masih berfokus pada kebijakan di bidang ekonomi dan melakukan konsolidasi partai politik untuk mendukung pemerintahan. Belum muncul sosok Jokowi-JK sebagai figur pemimpin antikorupsi," ujarnya.

Rekannya, staf divisi investigasi ICW Wana Alamsyah mengatakan, secara kuantitas banyak kasus korupsi yang ditangani kejaksaan dan kepolisian. Namun, jika dilihat dari sisi kualitas, banyak kasus korupsi kelas kakap yang macet, bahkan dihentikan.

Sementara itu, pembersihan praktik pungutan liar baru terlaksana menjelang dua tahun. "Penindakan seharusnya tidak hanya kuantitas, tetapi juga kualitas kasus yang ditangani," ujarnya.

Dia mengatakan, kinerja Presiden Jokowi dalam upaya penindakan perkara korupsi dapat dilihat dari upaya yang dilakukan kepolisian dan kejaksaan. Menurut dia, ada penurunan jumlah perkara yang berhasil ditangani aparat penegak hukum. Tren penurunan ini disebabkan adanya konflik antara KPK dan kepolisian.

Dalam laporan tren penindakan perkara korupsi semester 1 tahun 2016, ICW mencatat ada 210 perkara korupsi yang tengah disidik oleh KPK, kepolisian, dan kejaksaan. Adapun total kerugian negara mencapai Rp 890,5 miliar dengan jumlah tersangka sebanyak 500 orang.

Jumlah ini terbilang menurun jika dibandingkan dengan kinerja penindakan tahun lalu. Pada semester ll (Juli- Desember) 2015, sebanyak 911 kasus yang disidik. Penurunan ini diperparah dengan masih lemahnya kinerja kepolisian dan kejaksaan dalam konteks penyelesaian penanganan perkara.

Dari 911 kasus, hanya 151 kasus atau 17 persen yang telah masuk ke tahap penuntutan. Sisanya sebanyak 755 perkara atau 82 persen masih berada dalam proses penyidikan. Artinya, tidak ada perkembangan dari perkara tersebut.

"Secara umum, penindakan tindak pidana korupsi tidak menunjukkan kinerja yang signifikan. Penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi masih didominasi kategori korupsi skala kecil. Tidak banyak kasus besar yang berhasil dibongkar oleh kepolisian dan kejaksaan," ujarnya. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…