Daya Saing Lemah

Meski posisi daya saing Indonesia menurut laporan World Economic Forum (WEF) 2016-2017 menempati urutan ke-41 dari 148 negara di dunia, peringkat Indonesia masih tetap di bawah Malaysia, Singapura, Thailand dan Brunei Darussalam, dalam memikat investor asing menanamkan modalnya di negeri ini.

Peringkat Indonesia ini lebih baik dibanding periode 2012-2013 yang berada di peringkat 50. Namun menurut WEF dalam laporannya, masih ada masalah selama ini yang paling menghambat yaitu persoalan korupsi, birokrasi pemerintah yang tidak efisien, suplai infrastruktur yang tidak memadai, akses terhadap pembiayaan dan regulasi ketenagakerjaan yang ribet.

Contoh kasus gagalnya pembangunan pabrik RIM (produsen BlackBerry) dan Samsung yang memutuskan membangun pabriknya di Malaysia dan Vietnam, menunjukkan iklim investasi di Indonesia belum sepenuhnya memikat investor asing.

Padahal pemerintah selama ini telah mengeluarkan sejumlah kebijakan investasi yang bertujuan memudahkan persyaratan investasi seperti merevisi DNI, memangkas jumlah hari perizinan, simplifikasi birokrasi investasi dan sistem terintegrasi satu pintu hingga kebijakan insentif fiskal, ternyata masih kalah menarik dengan kebijakan investasi dari negara tetangga kita. 

Menurut beberapa pengamat ekonomi,  Indonesia telah terjebak dalam middle income trap dan sulit untuk menjadi negara maju. Hal itu dibuktikan dengan kualitas SDM yang masih rendah, infrastruktur yang kurang memadai dan sektor industrilisasi yang kurang berkembang dengan baik. Padahal, sektor industrilisasi ini bisa menjadi kunci keberhasilan untuk keluar dari status middle income trap tersebut.

Ini seharusnya menjadi tugas untuk pemerintah mendatang. Jadi kalau misalnya kita tidak melakukan apa-apa, kita akan kehilangan kesempatan kita yang besar. Dan itu akan menentukan masa depan kita. Maka dari itu, pemerintah perlu terus mengeluarkan kebijakan dalam penguatan dan memaksimalkan sektor industri serta memberikan kepastian hukum di sektor ini.

Semua pihak harus melakukan upaya lebih keras guna menggenjot ketertinggalan kesiapan persiapan yang semestinya dilakukan pada akhir periode 90-an lalu. Banyak pihak terkait diharapkan meninggalkan metode lama yang masih dipakai dengan mencari metode alternatif yang bisa mempercepat pertumbuhan.

Pemerintah sudah mengupayakan untuk bisa mengatisipasi ancaman middle income trap, pemerintah dapat melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) tahun 2005-2025. Namun, hal ini bergantung kepada pemerintahan yang akan datang dimana pemimpin selanjutnya sangat penting dalam perbaikan pembangunan nasional. Ketergantungan pemerintah yang akan datang menjadi tolak ukur dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Apabila pemerintahan Jokowi-JK bisa meningkatkan kadar pembangunan nasional maka Indonesia bisa keluar dari midlle income trap, namun sebaliknya apabila tidak bisa, maka Indonesia akan terjebak dalam negara berpendapatan menengah.

Pemerintah juga diminta meningkatkan pertumbuhan minimal 8% supaya bisa mencapai negara dengan pendapatan tinggi. Maka dari itu, dia meminta agar pemerintah bisa memindahkan fokus pembangunan dari Jawa menjadi kawasan Indonesia Timur karena potensinya yang masih sangat besar.

Guru besar ekonomi UGM Prof Sri Adiningsih pernah mengatakan, Indonesia bisa saja masuk dalam jebakan negara berpendapatan ekonomi menengah (middle income trap) apabila melihat kondisi perekonomian saat ini, misalkan saja mengenai ketergantungan yang tinggi terhadap produk impor. Tidak hanya itu, daya saing produk Indonesia di pasar domestik juga sangat rendah karena nilai jualnya yang begitu tinggi dan tidak bersaing atau dengan kata lain tidak berdaya saing yang tinggi.

Oleh karena itu, Indonesia perlu segera meningkatkan daya saing internasional agar mampu turut andil dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 nanti. Apabila Indonesia nanti gagal dalam meningkatkan daya saing internasional, maka hanya akan menjadi "penonton", bahkan bisa menjadi korban atau pasar dari persaingan itu. Kemudian sektor Infrastruktur yang masih buruk juga perlu dibangun agar gerak perekonomian jauh lebih berkembang.

Ingat, saat ini daya saing Indonesia masih tergolong rendah di bandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Indonesia masih kalah bersaing oleh negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia , Brunei Darussalam, dan Thailand. Agar paling tidak menjadi terdepan di ASEAN, Indonesia harus berubah dan bekerja keras dalam meningkatkan daya saing. Indonesia juga perlu melakukan modernisasi dalam aspek ekonomi.

Hal itu perlu diusahakan agar Indonesia tidak terjebak dalam stagnasi ekonomi. Upaya tersebut hanya dapat terlaksana apabila mendapatkan dukungan melalui komitmen politik dari otoritas serta kerja keras dari seluruh masyarakat. Semoga!

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…