Konsumsi Rokok Terus Meningkat, Kebijakan Cukai Dinilai Gagal

NERACA

Jakarta - Indikator keberhasilan kebijakan cukai adalah terkendalinya konsumsi rokok, termasuk jumlah perokoknya. Namun faktanya, jumlah perokok terus mengalami kenaikan berlipat-lipat, termasuk di perokok usia muda. Maka tak heran jika kebijakan cukai selama ini dinilai gagal karena tingkat konsumsi rokok semakin meningkat.

Peneliti Lembaga Demografi FEUI Abdillah Ahsan menilai, pemerintah telah gagal menerapkan kebijakan cukai lantaran tingkat konsumsi rokok di masyarakat terus melonjak. Oleh karena itu, dia menghimbau pemerintah menetapkan tarif cukai rokok yang tinggi agar produsen meningkatkan harga. Dengan harga yang melambung, daya beli masyarakat berkurang dan pada gilirannya konsumsi rokok kian menurun.

Dalam hitungan Abdillah, jumlah perokok di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 1995 jumlah perokok di Indonesia sebesar 34,7 juta perokok, sedang di tahun 2007 mencapai 65,2 juta perokok. Yang mencengangkan, orang yang menderita penyakit perokok remaja (15-19) tahun naik dari 7% pada 1995 menjadi 19 % pada 2010. "Remaja laki-laki naik dua kali lipat dari 14% menjadi 37%. Sedangkan perokok perempuan dari 0,3%  menjadi 1,6% pada 2010," kata Abdillah di Jakarta, Rabu, (30/11).

Sementara itu anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan sistem cukai yang berlaku di Indonesia selama ini lebih banyak digunakan untuk pemberdayaan industri rokok dan pembangunan. Sementara di negara lain, cukai rokok digunakan untuk upaya pengendalian rokok dan pengobatan.

Kenaikan Cukai

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengakui PMK tentang kenaikan cukai rokok telah ditandatangani. Beleid ini akan mulai berlaku pada 1 Januari 2012 nanti. Pemerintah berencana menaikkan cukai rokok sebesar 16% pada 2012. Kenaikan tarif cukai itu memiliki kategorisasi seperti untuk sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret kretek tangan (SKT), serta rokok putih. Kenaikan ini lebih tinggi dibanding rencana awal sebesar 12,2%. Hal ini untuk mencegah peredaran cukai dan rokok ilegal sekaligus meningkatkan penerimaan negara. "Nanti cukai rokok naiknya sekitar 15%-16%," tutur Agus.

Jika melihat dokumen beleid PMK No.167 tahun 2011 ini, rata-rata kenaikan cukai rokok bervariasi untuk setiap golongannya. Contohnya, rokok jenis sigaret kretek mesin (SKM) golongan I dengan harga jual eceran per batang lebih dari Rp660 per batang atau per gram, tarif cukai yang akan berlaku tahun depan ialah Rp355. Dalam aturan sebelumnya, PMK No 181/2009 , tarifnya masih Rp 325 (lihat tabel tarif cukai).

Agus mengakui, kenaikan tarif cukai rokok tahun depan lebih tinggi di atas inflasi. Tapi, Agus menekankan, tujuan utama penetapan cukai rokok ini ialah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat. Agus menegaskan roadmap ini telah disepakati oleh pemerintah dan pihak kepentingan seperti asosiasi produsen rokok.

Pada 2012, pemerintah menargetkan penerimaan cukai sebesar Rp72,44 triliun atau naik 6,4 persen dibandingkan target APBN-Perubahan 2011. Untuk cukai rokok, pemerintah menargetkan penerimaan sebesar Rp69,04 triliun, sedangkan cukai minuman keras Rp3,4 triliun. Pemerintah juga memperkirakan produksi rokok pada tahun depan mencapai 268,4 miliar batang per tahun.

Reaksi Pengusaha

Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto mengakui, Formasi pernah bertemu dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) pada 7 November 2011. Tetapi dalam pertemuan itu, tidak ada kesepakatan tentang kenaikan tarif cukai tahun 2012. "Dua hari setelah itu, ternyata keluar aturan bahwa cukai rokok naik," kata Heri.

Dalam pertemuan yang hanya dihadiri pejabat setingkat direktur BKF itu, tutur Heri, pemerintah beralasan, kenaikan tarif ini akibat target penerimaan cukai dari DPR tahun depan naik dari Rp 69 triliun tahun ini menjadi Rp 72,4 triliun tahun depan. "Kami menanyakan, dari mana ukuran kenaikan tarif cukai sebesar 16,4%," ujarnya.

Pengusaha rokok kelas menengah ke bawah yang diwakili Formasi tidak terlalu mempersoalkan kenaikan tarif cukai dari Rp65 per batang menjadi Rp75 per batang. Namun mereka mempersoalkan perubahan golongan II dan III pengusaha rokok sigaret kretek tangan (SKT) atau sigaret putih tangan (SPT) akibat perubahan batasan jumlah produksi.

Sekarang, golongan II ialah pengusaha dengan produksi di atas 300 juta batang per tahun dan golongan III jika kurang 300 juta batang per tahun. Perubahan ini akan membuat makin banyak anggota Formasi masuk golongan II dengan tarif cukai lebih tinggi.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…