Saatnya Bereskan Sistem Perpajakan

 

 

NERACA

 

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan animo masyarakat yang besar terhadap kebijakan amnesti pajak merupakan momentum untuk memperbaiki sistem perpajakan di Indonesia. "Ini momentum untuk memperbaiki perpajakan kita, ada sebuah kesadaran dari masyarakat untuk membayar pajak. Orientasi kita sekarang membangun 'trust'. Dan momentum ini ada," kata Presiden Jokowi saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) pelayanan amnesti pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta di Jalan Ridwan Rais, Jakarta Pusat, Rabu (28/9).

Menurut dia, untuk merespon momentum reformasi pajak akan ada Undang-Undang pendukung di antaranya PPH dan PPN. Hal ini harus dikerjakan lebih detail sehingga ke depan sistem perpajakan di Tanah Air lebih baik. "Dengan antusiasme seperti ini ada antri dari pagi jam 3, jam 4, ini baik. Ini momentum yang baik untuk meningkatkan 'tax base' kita," katanya. Presiden mendapat informasi sampai saat ini jumlah deklarasi untuk program amnesti pajak mencapai Rp2.700 triliun. "Ini angka besar bandingkan dengan negara lain, Insya Allah hari ini tembus Rp3.000 triliun, pergerakan ini harus disadari," katanya.

Presiden mengaku mendapatkan banyak permintaan agar program tersebut diperpanjang dan berjanji akan memberikan kemudahan administrasi hingga Desember 2016. "Ini periode pertama, ada periode kedua, dan ketiga. (Tanggal) 30 September belum selesai," katanya. Dalam sidak tersebut, Presiden mendapatkan evaluasi di antaranya perlunya perbaikan sistem administrasi dan pelayanan sistem perpajakan. "Sudah banyak juga yang masuk ke dapam negeri, ada crossing saham, artinya sebagian sudah masuk, kita dorong agar yang di luar masuk terus," katanya.

 

Namun, Guru Besar Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Kacung Maridjan PhD, menyatakan amnesti pajak (tax amnesty) juga berpotensi mencegah pemakzulan presiden. "Ada tiga tujuan tax amnesty yakni reformasi perpajakan untuk mendata wajib pajak, menarik dana dari luar negeri, dan menutup defisit APBN," katanya.

Ia menjelaskan upaya untuk menutup defisit APBN itulah yang akan mencegah pemakzulan presiden. "Bila defisit mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), maka presiden berpotensi dimakzulkan, karena melanggar undang-undang, sehingga politik akan gaduh, sebab presiden bisa dimakzulkan, meski sekarang parpol (partai politik) dukungannya mengarah ke presiden," katanya.

Oleh karena itu, amnesti pajak bisa menjadi stimulator bagi pertumbuhan ekonomi nasional, sebab kemampuan pemerintah untuk melakukan penarikan pajak mengalami penurunan. Menurut dia, kebijakan amnesti pajak memang dirasa tidak mempertimbangkan asas keadilan, karena negara memberikan ampunan bagi warga negara yang tidak melaporkan dan membayar pajaknya sesuai ketentuan yang berlaku.

"Memang tidak adil. Namun, justru itulah kebijakan amnesti pajak dirasa tepat dilaksanakan agar penerimaan keuangan negara tercapai, sehingga negara tidak defisit dan presiden tidak berpotensi dimakzulkan," katanya. Guru Besar Ilmu Ekonomi Unair Prof Tjiptohadi Sawarjuwono menyatakan ada tiga hal yang menjadi tujuan tax amnesty yakni reformasi perpajakan untuk mendata wajib pajak, menarik dana dari luar negeri, dan menutup defisit APBN.

"Jadi, tax amnesty merupakan bagian dari reformasi perpajakan, khususnya untuk mendata potensi wajib pajak kita. Karena sampai sekarang baru ada 18 juta penduduk Indonesia yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia dan jumlah penduduk yang seharusnya memiliki NPWP," jelasnya. Tujuan kedua adalah untuk menarik dana yang di luar negeri (repatriasi) sebagai upaya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi kita. Tujuan ketiga untuk mengatasi negara mengalami defisit anggaran yang cukup besar.

Dia mengaku pesimistis tax amnesty mampu memenuhi target yang tinggi, kendati sudah terlihat peningkatan yang signifikan, namun nilainya masih jauh dari harapan. Khususnya target repatriasi yang belum mencapai 10 persen. "Dari segi reformasi, ini sebuah langkah yang baik. Namun, untuk repatriasi dan menutup APBN masih jauh dari target," ucapnya.

Pihaknya juga menyayangkan sedikitnya jumlah wajib pajak yang terdaftar hanya sekitar 18 juta. "Kalau dilihat dari jumlah penduduk Indonesia atau jumlah seluruh pebisnis Indonesia 18 juta itu sedikit sekali," tandasnya.

Hingga 26 September lalu, nilai repatriasi baru mencapai Rp94,5 triliun dari target yang diinginkan Rp1.000 triliun, sedangkan untuk target tebusan guna menutup defisit APBN sebesar Rp165 triliun baru tercapai Rp56,1 triliun. "Tapi kita belum bisa menyipulkan akan gagal atau tidak. Karena masih ada waktu dan tahap selanjutnya sampai Desember mendatang. Bisa jadi, orang berpikir, lhawong saya sudah bekerja keras kok, ngapain harus bayar," jelasnya.


BERITA TERKAIT

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar NERACA Jakarta - BSI Maslahat yang merupakan strategic partner PT…

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar

Ramadan 1445 H, BSI Maslahat Menebar Kebaikan Total Rp11,24 Miliar NERACA Jakarta - BSI Maslahat yang merupakan strategic partner PT…

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile

CIMB Niaga Permudah Donasi Lewat Octo Mobile  NERACA Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) menjalin kerja sama…

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta

Bank Muamalat Jadi Bank Penyalur Gaji untuk RS Haji Jakarta  NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk ditunjuk sebagai…